[Jangan lupa tekan bintang di pojok kiri sebelum / sesudah membaca ya^^]
Author POV
Mashiho berusaha menormalkan deruan nafasnya. Jantungnya berdebar dengan keringat dingin yang mulai keluar. Matanya menatap lekat pemuda pucat di hadapannya. Sudah hampir satu jam mereka duduk berdua seperti ini tanpa ada obrolan sama sekali.
"Ternyata kau nyata," ujar Asahi tiba tiba. Mashiho yang sedang meminum tehnya langsung tersedak. Ia menepuk dadanya agar batuknya mereda.
"M-maaf," ujar Asahi kemudian.
"Tak apa, aku hanya tersedak," balas Mashi. Asahi terdiam. Ditatapnya lekat wajah Mashiho, "bukan itu. Aku minta maaf untuk semua luka di wajah dan di tubuhmu."
"Kau tidak mengingatnya?" Tanya Asahi heran. Mashiho masih diam.
"Jadi semua itu nyata?" Tanya Mashiho dalam hati.
"J-jadi...kecelakaan..." ucap Mashi tak percaya.
"Maaf. Awalnya aku hanya ingin menyuruhmu berobat. Kau tau? Aku dan ibumu terlibat dengan kecelakaan itu. Mobil yang dikendarai oleh ibumu menabrakku yang baru saja pulang sekolah. Ibumu panik, ia membanting stir ke arah kiri, dimana disitu ada jurang."
Mashiho ternganga tak percaya. Tapi tunggu, IBU?!
"Ibu katamu? Lalu dimana ibuku sekarang?" Desak Mashiho beruntun. Asahi mengela nafasnya.
"Maaf, Mashi. Ibumu meninggal ditempat. Tubuhnya ikut tebakar dengan mobilmu yang meledak." lanjutnya penuh sesal.
"T-tapi... kemarinㅡmaksudku beberapa bulan lalu..." Mashiho masih tak percaya. Jadi sekarang ia sebatang kara?
"Karna itulah aku datang dan ingin menyadarkanmu. Tapi malah berujung kau ditabrak dan koma berbulan-bulan."
"Kenapa kau ingin menyadarkanku?" Tanya Mashi tak mengerti.
Asahi menghela nafasnya. Sedikit emosi karna Mashiho banyak bertanya.
"Ibumu meninggal di tempat Mashi. Tapi kau hidup seolah ibumu masih ada. Kau menyiapkan makan pagi dan malam lalu bertingkah ibumu yang menyiapkan itu. Kau merapikan rumah dan merawat kebun seolah ibumu yang melakukannya. Kau bahkan merengek pada bibimu karna kesepian dan malah beranggapan bahwa ibumu yang meminta bibi Sakura untuk menyuruh Yoshi dan Haruto ke rumahmu."
"Karna itulah aku datang. Arwahku pergi mencarimu saat aku koma. Aku berpura pura menjadi murid baru disekolahmu. Tapi percayalah, hanya kau yang bisa melihatku. Semua pertanyaan yang dilontarkan gurumu itu sebenarnya tak ada, kau hanya berkhayal. Hanya kau yang bisa melihatku, Mashi."
"Kau tau kenapa semua orang mengatakan kau sakit dan menyuruhmu berobat?" Mashiho menggeleng.
"Karna kau selalu berkhayal bahwa ibumu masih hidup. Kau terus menyangkal dan mengatakan ibumu dirumah, ibumu pergi dinas keluar kota dan sebagainya. Itu karna kau masih tak menerima ibumu sudah tiada, Mashii. Kau juga selalu mengatakan bahwa ada anak Jepang lain bernama Asahi di pojok kelas. Kau mengatakan pada mereka kalau ada aku disana. Mereka yang tidak melihatku tentu merasa kau sakit, Mashi."
Asahi menarik nafas panjang. "Maaf ternyata tindakanku itu tak menyadarkanku sama sekali. Kau sadar bahwa kau sakit, namun kau masih belum bisa menerima ibumu tiada. Maaf membuatmu hampir celaka."
"Lalu untuk cacing, darah, rumput dan tanah?" Tanya Mashiho setelah berapa lama hanya diam menyimak.
"Aku tak tau harus membeli makanan dimana. Jadi kubawa saja beberapa hal itu padamu, tak kusangka kau mengiranya sebagai roti dan susu kotak," ujar Asahi sambil meringis. Mashiho berusaha menahan amarahnya agar tak melempar pisau roti di tangannya sekarang ini.
"Jadi... apa yang harus aku lakukan sekarang?" Tanya Mashiho tiba tiba.
"Mintalah pada saudaramu untuk membawamu ke psikiater. Kau sakit Mashi, jangan pernah menyangkalnya lagi. Setelah kau sembuh, pergilah ke makan ibumu. Berjanjilah padaku untuk sembuh," Ucap Asahi.
"Lalu kau?" Tanya Mashi. Asahi menaikkan sebelah alisnya tanda tak mengerti.
"Setelah ini kau kemana?"
"Tentu saja pulang ke rumah."
"Kau tinggal di Korea?" Tanya Mashiho lagi.
"Jepang." jawab Asahi lesu. Mashiho diam diam kecewa. Padahal dia berharap Asahi dan dirinya dekat dan menjadi teman akrab.
"Kalau begitu aku pamit. Jaga kesehatanmu. Jangan lupa selalu berkonsultasi. Sampai jumpaa." Asahi menggerakkan kursi rodanya keluar dari kantin rumah sakit. Meninggalkan Mashiho sendirian di dalam sana.
"Aku janji akan menepati janjiku padamu, Sahi."
-jodohnyafullsun