Bohong jika Yunseong tidak frustasi dengan apa yang baru saja Minhee lakukan. Tapi, ia berusaha memahami jika anak itu pasti terlalu kaget dengan apa yang baru saja terjadi. Salahnya juga yang tidak bisa menahan diri semalam walau sudah tahu Minhee dalam keadaan mabuk berat.
Untuk mengusir sedikit frustasinya, lelaki Hwang itu memutuskan untuk pergi menemui ibunya. Tidak banyak juga yang ia inginkan, hanya melepas rindu juga sedikit kegundahan tentang Minhee. Ia akan memikirkan cara untuk menjelaskan semuanya pada si manis nanti.
Saat sampai di rumah yang ditinggali ibunya, Yunseong disambut oleh ayah Junho--ayah tirinya--dengan sebuah senyum hangat. Pria itu sudah rapi dan sepertinya akan berangkat kerja.
"Pagi banget ke sininya? Mau ketemu mama kamu?"
"Lagi kangen banget, pa. Makanya ke sini pagi-pagi," jawab Yunseong dengan sebuah senyum untuk membalas senyum pria Cha itu, "Juno udah beberapa kali pesan kalo mama mau ketemu juga, jadi aku datang."
"Sering-seringlah, Seong, temuin mama kamu. Dia suka kangen sama kamu soalnya paling dekat tapi jarang ketemu. Kalo bisa juga kamu pindah ke sini aja. Papa kan udah bilang kalo pintu rumah ini selalu terbuka buat kamu."
"Nanti ya, pa. Aku pikir-pikir lagi dulu."
"Ya udah. Papa, mama sama adek kamu selalu nungguin kamu pulang." Mengambil jeda sesaat, pria itu lalu menunjuk ke arah lorong yang menuju ke ruang tengah, "Oh ya, papa gak bisa lama ngobrol sama kamu. Mama ada di dapur, kamu langsung samperin aja."
"Iya, pa."
Setelah ayah tirinya mengangguk dan pergi, Yunseong akhirnya melangkah ke arah tempat yang dimaksud ayahnya. Ia tidak melihat Junho ada di rumah. Anak itu pasti sudah pergi--entah ke mana--atau bisa saja masih tidur. Yunseong juga tidak mau mempedulikannya. Tujuannya ke rumah itu bukan untuk menemui Junho.
Sampai di dapur, Yunseong dapat melihat punggung sempit wanita kesayangannya yang kini sedang sibuk berkutat dengan beberapa pekerjaannya. Senyum kecil lantas merekah menghiasi wajah tampannya. Dengan cara mengendap, ia lalu melangkah mendekati wanita itu.
Tiba di belakang sang mama, kedua tangannya dengan pelan bergerak untuk memeluk pinggang mamanya sebelum meletakan dagunya di atas pundak wanita itu.
"Aku kangen banget sama mama." Ucapnya kemudian sambil memejamkan mata.
"Astaga Yunseong!" Wanita itu memekik kaget sesaat kemudian. "Mama kira papa. Hampir aja mama pukul tangan kamu pake pisau."
Mata Yunseong yang semula terpejam lantas terbuka. Ia lalu melirik ibunya dengan tatapan bertanya.
"Pake apa, ma?"
"Pisau."
"Mama mukul pake pisau kalo papa yang peluk mama? Ma, jangan gila deh!"
"Mama gak gila, Seong. Papa kalian aja yang suka gak sadar tempat sama gak sadar diri, makanya mama gituin."
"Ya ampun, ma. Jangan gitu lagi."
"Ya, kalo papa kalian gak gitu lagi."
Yunseong menggeleng, tak habis pikir dengan kelakuan kedua orang tuanya. Yang ia lakukan setelah itu hanya mengeratkan pelukannya di pinggang sang mama sambil memperhatikan apa yang wanita itu lakukan.
"Kamu kok ke sini gak bilang-bilang sama mama? Padahal kalo kamu bilang, mama bisa masakin makanan kesukaan kamu."
"Sengaja, biar kejutan."
"Dasar ya. Mana kamu datangnya pagi banget lagi. Juno aja masih tidur."
"Juno masih tidur tapi kok papa udah berangkat?"
"Papa gak ke kantor. Katanya mau olahraga sama temennya."
Yunseong menggumamkan 'oh' secara samar. Matanya kembali mengarah untuk memperhatikan tangan mamanya yang bergerak lincah memotong sayuran di atas talenan.
"Oh ya, Juno bilang kamu udah gak kerja part time lagi? Kamu kerja apa emangnya?"
"Jagain Minhee."
"Jagain Minhee? Maksudnya, kamu jadi pengangguran dan hanya ngintilin dia ke mana aja? Yunseong, jangan bikin mama gak setuju ya kamu suka sama dia."
"Enggak gitu, ma." Yunseong menjawab pelan lalu melepas pelukanya. Ia lalu berpindah untuk berdiri bersandar di meja dapur dengan mata yang menatap mamanya. "Aku jadi bodyguardnya Minhee."
"Jadi apa kamu bilang? Bodyguardnya Minhee?"
Yunseong mengangguk dua kali. Tidak ada komentar berlebihan dari ibunya. Wanita itu bukannya tidak peduli, Yunseong sudah tahu.
Sejak awal sang mama sudah mengatakan jika ia akan mendukung dan tidak melarang apapun yang mau Yunseong lakukan--selama itu masih baik-baik saja. Dan wanita itu juga tidak menolak apapun tentang Minhee.
"Kalo gitu, kamu tinggal di rumah Minhee dong? Jam kerja kamu juga pasti seharian. Terus kenapa kamu bisa ke sini? Minhee lagi aman-aman aja kan?"
"Aku udah dipecat, ma."
Satu jawaban singkat untuk semua pertanyaan yang mamanya berikan. Itu sukses membuat wanita itu meninggalkan sejenak kesibukannya untuk menatap sang anak.
"Dipecat? Bahkan belum sebulan Juno bilang sama mama kalo kamu udah gak kerja part time lagi. Kenapa bisa dipecat secepat ini?"
Murunduk kecil, Yunseong menghela napas sebelum menjawab pertanyaan itu. "Aku ngelakuin kesalahan yang gak bisa dimaafin. Mama kalo tahu juga, aku yakin mama bakal marah besar sama aku."
Sebuah kerutan samar tercipta di kening mamanya. Yunseong tahu apa yang ada di kepala wanita itu. Maka buru-buru ia meraih kedua tangan mamanya untuk ia genggam lembut.
"Mama gak usah khawatir, aku gak apa-apa."
"Tapi kamu ngapain, Yunseong? Kamu gak nyakitin Minhee kan?"
"Sayangnya, itu yang aku lakuin."
"Terus kamu mau ngapain?"
Lelaki Hwang itu menggeleng, "Belum tahu. Minhee juga belum mau dengerin aku. Aku kalut makanya aku ke sini sekalian lepas kangen. Cuma mama yang bisa buat aku ngerasa lebih baik."
Yunseong tidak tahu apa yang mamanya pikirkan setelah ia mengatakan semua itu. Yang wanita itu lakukan juga hanya diam sebelum menarik salah satu tangannya dari genggaman Yunseong dan ia bawa untuk mengelus pelan pipi anaknya.
"Sayang, kamu pulang ya?"
terima kasih...
KAMU SEDANG MEMBACA
f i r e f l y • hwangmini •
FanfictionSeharusnya Yunseong ingat jika Minhee terlalu sulit ia raih, tanpa tahu jika si Kang itu terlanjur membutuhkannya. ⚠bxb hwangmini 190321-080421 © qndwmyl, 2021