Minhee buru-buru menghapus air matanya yang hampir jatuh saat ia tiba di taman yang tak jauh dari rumahnya. Ia ingat benar pesan bundanya untuk tidak menangis jika memang tidak perlu. Hati boleh sakit, tapi tidak boleh menjadi lemah. Tidak ada yang melihatnya setelah bundanya pergi, jadi ia harus kuat untuk dirinya sendiri. Karena bundanya bilang, ia harus bertahan apapun yang terjadi.
Dan ya. Minhee memang merasa ia harus bertahan. Setidaknya sampai ia bisa membalas apa yang sudah orang-orang itu lakukan padanya dan bundanya. Ya, setidaknya harus sampai seperti itu.
Melirik sekitarnya dengan tatapan seadanya, pemilik marga Kang itu lalu mendudukan dirinya di bangku kayu yang ada di bawah sebuah pohon. Tepat saat ia duduk, Yunseong datang dengan tatapannya khawatir. Kehadiran lelaki Hwang itu tidak mengagetkan baginya. Ia sudah memperkirakan jika bukan Junho, lelaki itu yang akan datang menemuinya.
“Jangan suruh gue cerita, lo gak ada hak buat apapun!”
Berucap cepat, pemilik marga Kang tidak mau repot untuk melihat bagaimana reaksi yang Yunseong berikan. Ia lebih memilih untuk menatap ke arah lain dan membiarkan saja saat Yunseong bergerak untuk duduk di sampingnya.
“Gak minat juga buat minta lo cerita.”
Minhee tidak bisa menahan dirinya untuk menoleh dan menatap si Hwang sialan itu dengan tatapan kesalnya. Apa katanya? Tidak berminat untuk meminta Minhee cerita? Lelaki itu benaran suka padanya tidak sih? Bukankah jika ia suka, lelaki Hwang itu akan mempertanyakan apa yang membuatnya pergi seperti tadi atau paling tidak mengkhawatirkannya? Lalu, apa yang lelaki itu lakukan?
“Apa lo bilang?”
Yunseong menatapnya juga, tatapan lelaki itu datar-datar saja. Membuat Minhee semakin berpikir jika lelaki itu tidak benar-benar menyukainya. Entahlah, ia juga tidak tahu bagaimana gagasan itu bisa muncul di otaknya. Tapi, memikirkan itu membuatnya tidak nyaman.
“Gak minat minta lo cerita, bukan urusan gue juga.”
“Lo...?!”
“Kenapa?”
Minhee menggeleng cepat, ia tidak mengerti dengan otaknya saat ini. Kenapa ia terus memikirkan kemungkinan jika Yunseong tidak benar-benar menyukainya? Tidak seharusnya ia memikirkan itu. Seperti yang baru saja lelaki itu lakukan, itu bukan urusannya.
Kembali melempar tatapan tajamnya pada Yunseong, pemilik marga Kang itu lalu mengajukan pertanyaan lain lagi.
“Terus, ngapain lo ke sini?!”
“Khawatir sama lo.”
“Emang lo pikir gue mau ngapain, anjing?!”
“Bunuh diri, mungkin,” jawaban Yunseong terdengar sangat santai. Dan demi apapun, Minhee jadi kesal lagi. Apa tujuan lelaki itu sebenarnya? “gak ada yang tahu kan lo mau ngapain? Gue sih cuma mau jaga-jaga.”
“Jaga mulut lo ya, njing! Gue gak setolol itu buat bunuh diri cuma karna habis ditampar. Kalo lo lupa, gue udah sering ditampar—gak cuma sama tuh tua bangka sialan.”
“Ya kan gue gak tahu. Kali aja lo beneran tolol dan nekat gitu. Soalnya gue gak pernah liat lo cek cok sama ayah lo.”
Minhee kembali melempar tatapannya pada Yunseong—setelah tadi sempat menatap ke sembarang arah lagi. Ekspresi wajah lelaki Hwang itu masih datar-datar saja. Membuatnya semakin tidak mengerti dan tidak dapat menebak apa yang tengah lelaki itu lakukan. Ia tidak sedang dipermainkan, kan?
“Hah?”
Lelaki itu terlihat menghela napas sebelum menatap ke depan. Minhee sendiri masih betah menatap lelaki itu sambil menunggu apa yang akan lelaki itu katakan setelahnya. Walau ia sendiri tidak mengerti, untuk apa ia menunggu?
“Gue cuma tahu lo dari luar doang, gue gak tahu apa yang bikin lo jadi kayak gitu,” mengambil jeda sebentar lagi, lelaki Hwang itu kembali menatapnya, “gue gak tahu apapun tentang lo selain dari apa yang gue liat dari lo. Gue gak tahu apa yang bikin lo suka ngelakuin hal-hal gak berguna dan gak jelas kayak yang selama ini lo lakuin. Gue gak tahu apa masalah yang bikin lo kayak gitu dan gak pernah mikir kalo itu karna masalah sama keluarga lo. Yang gue tahu, gue cinta sama lo...”
“Gak usah gombal, anjing! Gue gak butuh!”
Yunseong terlihat meringis karena Minhee yang bergerak cepat untuk memukul kepalanya. Minhee juga tidak mengerti apa relasi dari semua kalimat itu, tapi ketika Yunseong mengatakannya, rasa kesalnya semakin menjadi. Ia tidak menciptakan suasana serius itu untuk sebuah ungkapan cinta yang sudah terlalu sering ia dengar.
“Sakit, bocah!”
“Terus? Lo mau marah?”
“Gak, kok.”
“Bagus, bucin.”
Yunseong tersenyum di tempatnya, Minhee tahu jika itu senyum yang dipaksakan. Tapi, melihat senyuman itu membuatnya ingin tertawa. Suasana hatinya menjadi lebih baik hanya karena perdebatan kecil dan tidak penting itu.
“Ketawa aja kalo emang mau ketawa.”
Tawa yang hampir pecah itu seketika menghilang. Si manis Kang itu kembali melempar tatapan tajamnya pada Yunseong yang tadi mengatakan kalimat itu. Si Hwang sialan itu juga sudah menatap ke arahnya dengan senyum yang lebih tulus dan hangat.
“Ngomong apa lo barusan?”
“Ketawa aja.”
“Gak!”
“Lo indah kalo ketawa.”
“Gak!”
“Lucu banget sih lo? Pantesan gue sebucin ini...”
Setelahnya Yunseong yang tertawa, dengan tangan lelaki itu yang sudah menapak di puncak kepalanya untuk mengusak surainya lembut.
terima kasih...
KAMU SEDANG MEMBACA
f i r e f l y • hwangmini •
FanficSeharusnya Yunseong ingat jika Minhee terlalu sulit ia raih, tanpa tahu jika si Kang itu terlanjur membutuhkannya. ⚠bxb hwangmini 190321-080421 © qndwmyl, 2021