11|Untuk Terakhir Kali

553 75 0
                                    

Seketika uluh hatinya terasa seperti sedang tertusuk pilar bekas reruntuhan bangunan saat gempa. Sanubarinya teriris-iris dalam, melukai semua organ didalamnya.

Candu mengerti betul arti 'semesta' yang diungkap Mas Aksa. Tetapi ini tak pernah terpikir olehnya barang sedetikpun. Kenapa semesta membawa Cipta pulang? Tanpa sekatapun yang terucap dari bibir Cipta hari lalu? Kenapa secepat ini, bukannya Cipta pernah berjanji untuk mengajaknya pergi ke pantai bersama?

"Mas.. Caca mau ketemu Cipta.." pintanya.

Lawan bicaranya hening. Tak mengucap jawaban sekatapun.

"Boleh ya?.." tanyanya lagi meyakinkan. Candu mengucapkannya dengan lirih, lesu seakan tak pernah diberi makan setahun lamanya.

Mas Aksa tak berkutik sedikitpun.

"Kenapa mas?.. Enggak boleh ya Caca ngelihat Cipta untuk terakhir kali?.."

"Boleh, tapi Caca janji jangan nangis ya?"

"InshaAllah, Caca enggak bisa janji."

Gadis itu mengakhiri makan siangnya. Menyuruh Mas Aksa untuk membiarkannya sendiri. Melamun. Pikirannya sekarang sedang serabutan.

Bahkan bibirnya lemah saat akan mengucap nama 'Cipta'. Memang akan sesakit ini. Untuk ketiga kalinya Candu kehilangan seorang yang paling berharga bagi hidupnya.

Ibu, bapak.. Dan Cipta.

Suara lantunan ayat suci yang merdu mengiringi langkah Candu menuju keranda hijau dengan puluhan kembang yang menghiasi diatasnya. Tak kuasa menahan rasa sedihnya. Hati Candu sakit.

Pandangan bunda terpatri pada gadis lemah bersama selang infusnya itu. Tak tunggu waktu lama bunda segera menghampirinya, mencoba menenangkan.

"Bunda.. Cipta kenapa enggak pamit dulu ya sama Caca?"

Bunda merengkuh tubuh gadis mungil itu, membawanya duduk menghadap keranda.

"Cipta juga belum pamit sama bunda, sayang." ungkapnya disela isak tangis yang hampir meredup.

Kedua mata bunda sudah sembab, karena telah meneteskan beribu air mata untuk putra semata wayangnya. Mungkin akan menjadi air mata terakhir yang bunda turunkan untuk putranya?

shaturnusa ©2021

Semesta Membawanya PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang