12|Cipta Sudah Sembuh

834 84 5
                                    

"Takdir hidup seseorang memang enggak ada yang tau. Begitu pula kita, enggak ada yang tau kan kita bakal ketemu disini dalam kondisi seperti ini?" kata-kata mutiara Cipta hadir lagi dalam benak Candu.

"Kata abah, kalau ada sebuah pertemuan pasti tak luput dengan yang namanya perpisahan. Jadi pakai waktu yang ada untuk bahagia walaupun sejengkal asal bahagia itu dapat dikenang sampai mati."

Candu senang, saat Cipta berkata layaknya motivator dadakan. Juga saat Cipta menceritakan apa yang pernah abahnya katakan padanya dulu. Ucapan abah Cipta selalu ada benarnya.

"Tapi, aku akan menjamin perpisahan tidak akan pernah hadir dalam pertemuan kita Ca."

Candu masih mengamati paras pemuda dihadapannya. Tak lupa dengan menopang dagu dengan kedua telapak tangannya.

Rasa-rasanya baru saja kemarin Cipta sok jadi motivator Candu. Tapi kini dihadapannya, Cipta sudah ditutupi oleh keranda hijau.

Candu mematri langkah menghampiri bunda yang sebelumnya berjajar dengan Rajen, Radip, dan Nata. "Cipta sudah sembuh ya bunda? Cipta enggak akan sakit lagi, Caca seneng," ucapnya dibarengi senyum yang dipaksakan untuk bahagia.

Sedang Mas Aksa duduk menunggu adiknya di teras. Mas Aksa tahu betul bagaimana perasaan Candu hari ini. Akab memakluminya, dan membiarkan adiknya itu larut dalam kesedihan.

Candu masih terus menerus menenangkan bunda untuk ikhlas, "ikhlas bunda?"

"Ikhlas.." masih dibarengi dengan sesenggukan tak rela.

Sorot mata Candu tertuju pada gadis yang duduk tepat disamping bunda. Candu tahu dia.. Gladis, adik sepupu Cipta yang kerap kali Cipta ceritakan. Candu hanya mematri senyum sekilas pada gadis itu.

"Jangan ditutup pak! Nanti saat anak saya manggil saya saat sakit bagaimana saya bisa mendengarkan panggilannya?!"

Bunda berteriak getir saat kayu hendak menutupi badan sang putra. Jelas bunda masih tidak rela anaknya pergi begitu saja tanpa adanya pertanda.

"Bundaa.. Cipta baik enggak akan manggil bunda saat sakit lagi. Karena Cipta sudah sembuh bunda."

Bagaimana hancurnya hati bunda saat ini dapat Candu rasakan. Bunda kehilangan dua orang penting dalam hidupnya walaupun dalam jangka waktu yang cukup lama. Tapi sakitnya ditinggal abah belum sepenuhnya mengobati hati bunda yang perih, kini ditambah beliau harus merelakan putra semata wayangnya. Jelas hatinya tergerus semakin dalam dan hebat sakitnya.

Candu melihat betul saat wajah Cipta hendak ditutupi oleh kayu-kayu yang diletakkan miring. Wajahnya terlihat bahagia, sepertinya Cipta sudah bertemu dengan abah. Sampai ia tersenyum seperti itu, padahal orang-orang disini mati-matian menahan sakit ditinggalnya.

"Lo hebat Ca, lo enggak nangis sama sekali!" ujar Rajen yang berada tepat dibelakang Candu.

Candu hanya membalas dengan senyuman ragu. Bukankah seseorang yang tidak menangis saat ditinggalkan orang tersayang untuk selamanya itu berarti dia lebih sakit beribu-ribu kali sebenarnya? Untuk menahan air mata jatuh saat keadaan seperti ini memang menyakitkan, ada kalanya berpura-pura baik-baik saja itu tidak selamanya benar.

Ini bukan bagian dari perpisahan, Cipta sudah pernah bilang bukan? Kalau dirinya akan menjamin bahwa perpisahan tidak akan pernah hadir dalam pertemuan keduanya. Cipta tidak mengingkari janjinya. Candu bisa kapan saja datang walau tak berhadapan langsung dengan orang yang hendak ia temui.

Tiga bulan telah berlalu, tepat hari dimana perginya Cipta untuk selamanya. Dan Candu pun telah menjalani operasi jantung layaknya yang disarankan oleh dokter.

Deburan ombak menabrak tumit hingga mata kaki. Netranya yang sayu menatap kosong ke tengah pantai. Hatinya yang sesak bak dirundung pilu. Dan.. Sanubarinya telak ditelan rasa rindu yang menggerogoti ulu hati paling dalam.

Untuk ketiga kalinya, tuhan memanggil satu persatu seorang yang tengah ia jadikan sandaran hidup.

Menghembuskan napas perlahan. Semua sesak dihatinya hilang seketika. Air matanya jatuh tak dapat terkendalikan.

"Kenapa secepat ini Cipta?"

Semakin deras jatuh air matanya. Ia mencoba melepas semua histori bersama Cipta. Membuang jauh pikirannya yang selalu memikirkan lelaki jangkung itu.

"Cipta.. Disini aku sedang membantumu untuk menebus janji pada semesta, janjimu untuk ke pantai bersama. Aku akan menepatinya, di tempat ini."

Hilir angin meniup tudung biru gelap milik pemudi ini. Menutup mata. Merasakan hembusan angin yang menenangkan jiwa raga.

Hari semakin gelap. Ia dapat melihat detik-detik terbenamnya matahari dari arah barat. Menikmati indahnya senja. Tanpa disadari air matanya telah membanjiri kedua pipinya, untuk kesekian kali.

Bayangan saat Cipta tersenyum seakan-akan tidak pernah merasakan sakit itu hadir dalam ingatan Candu bersamaan dengan datangnya ombak seolah menyuruh Candu menghapus seluruh kesedihannya.

"Cipta.. Terima kasih telah menjadi alasan Caca menyukai rumah sakit yang dulu menyeramkan bagi Caca. Terima kasih mau tetap tersenyum saat sakit yang Cipta alami lebih parah dari sakit yang Caca miliki. Terima kasih telah menjadi semangat Caca setiap hari. Terima kasih atas segalanya.."

Selesai

Selesai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

End:01-04-21

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

End:01-04-21

shaturnusa ©2021

Bab ini ditulis tiga kali lipat lebih panjang dari bab lain.

Seperti inilah akhir cerita. Hanya berharap tanggapan positif dari para pembaca. Shanu tahu betul ending ini tak sesuai dengan ekspektasi kalian. Walau cerita ini tidak akan membekas, dan tidak menjadi cerita yang kalian rindukan. Tetap saja Shanu akan berterima kasih.

Terima kasih telah setia membaca Semesta Membawanya Pulang sampai akhir. Banyak-banyak terima kasih Shanu ucapkan.

Cerita yang kecepetan+gajelas. Tapi ya sudah lah.

Oke selamat tinggal. Sampai jumpa dicerita baruu!!!!!

Semesta Membawanya PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang