12. Pujaan Hati || T. Kamado

320 26 20
                                    

disclaim:
songfict
Pujaan Hati © Kangen Band
|

"Hai pujaan hati, apa kabar kamu?"

Tanjiro bersenandung, namun kata itu juga yang selalu ia ingin utarakan. Dengan mengelus pigura yang menampilkan sosok dirinya bersama pujaan hati, ia meringis.

"Aku harap kamu baik-baik saja!"

Menitikkan air mata, Tanjiro benar-benar kecewa pada dirinya. Seseorang yang ia rindukan tapi tidak bisa ia gapai lagi. Ini semua salah Tanjiro, setiap malam ia selalu menyalahkan dirinya.

"Pujaan hati, andai kamu tau, aku sangat mencintai dirimu!"

Ia memeluk pigura, menangis dalam diam. Suaranya teredam karena Tanjiro menggigit bibirnya. Lelaki tidak boleh menangis, ayahnya selalu mengatakan demikian. Namun mau dikata apa, hati sudah terlanjur terluka.

"Hai pujaan hati! Setiap malam, aku berdoa kepada sang Tuhan. Berharap cintaku jadi kenyataan, agar aku tenang meniti kehidupan!"

Tanjiro menidurkan dirinya. Ia menghadap langit, di tempat favoritnya. Atap selalu menjadi saksi kesedihan akan terlepasnya sang pujaan hati.

Sekian lama Tanjiro merantau untuk mengais sedikit demi sedikit rezeki. Ia mengira pujaan hati akan mengerti, bahwa uang yang selalu Tanjiro kirimkan adalah rasa tanggung jawab dan cintanya.

Namun, dihari itu Yang Kuasa tidak merestui hubungannya lagi. Mereka berpisah, cinta memudar begitu saja. Tanjiro selalu berdoa, menghadap ke arah langit malam untuk meminta mengembalikan sang pujaan hati.

"Hei pujaan hati!" ucap Tanjiro dengan lirih.

Tanjiro terpikir senyum manis sang pujaan hati. "Pujaan hati!" panggilnya semakin lirih.

Menggali ingatan bahwa sang pujaan hati sudah menggandeng tangan pria lain, Tanjiro tak kuasa memanggil namanya. "Pujaan hati!"

"PUJAAN HATI!"

Emosi! Akhirnya ia masih sama, menyalahkan diri sendiri karena pujaan hati meninggalkannya. Tak kuasa menahan tangis, Tanjiro terisak di malam yang sepi.

Para hewan malam yang terdiam mulai mengeluarkan suaranya, seolah-olah menghibur salah satu teman yang sudah lama bersama.

"Mengapa kamu tak membalas cintaku?"

Tanjiro bertanya sambil menatap pigura yang tergeletak di sebelah kanannya. Suaranya parau, air mata bahkan belum sepenuhnya berhenti.

"Mengapa engkau abaikan rasaku? Ataukah mungkin hati mu membeku, hingga kamu tak pernah pedulikan aku?"

Disatu sisi Tanjiro masih menyalahkan dirinya sendiri karena tak mampu menjaga sang pujaan hati. Namun, disisi lainnya Tanjiro juga ingin menyalahkan pujaan hati.

"Cobalah mengerti keadaanku dan cobalah pahami keinginanku!"

Setiap menit bahkan detik ingin dia habiskan bersama sang pujaan hati. Namun pekerjaan menjauhkan mereka berdua, bersama buah hati yang mewakili cinta Tanjiro. Harusnya pujaan hati mengerti, bahwa cinta Tanjiro tidak sedikit pun memudar. Ia hanya tidak bisa sering pulang.

Sebagai tulang punggung, bagaimana Tanjiro tidak memiliki tanggung jawab menghidupi pujaan hati dan buah hati. Dipikir-pikir pula ingin rasanya Tanjiro egois untuk berhenti bekerja dan memeluk pujaan hati setiap hari dikala itu. Menjadi suami dan ayah yang selalu bersama di siang dan malamnya.

"Kuingin engkau menjadi milikku, lengkapi jalan cerita hidupku!"

Seandainya Tanjiro tidak pernah memilih hidup menjadi seorang nakhoda sebuah kapal militer. Bisakah Tanjiro memeluk pujaan hati sekarang?

Kimetsu No Yaiba OneShot!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang