13

1.3K 187 7
                                    

Jam istirahat telah berjalan sejak lima menit yang lalu. Di kelas, hanya tersisa dua murid dan Jaemin adalah salah satu dari murid itu. Entah mengapa ia sedang malas ke kantin, dan kekasihnya yang baik hati itu pergi ke kantin untuk membelikannya makanan.

Saat sedang asik bermain gawai di tangannya, seseorang merebut benda pipih tersebut. Perempuan berambut panjang dengan wajah menyeringainya menggenggam ponsel Jaemin.

"Kembalikan." Ucap Jaemin, nadanya kentara sekali malas berinteraksi dengan orang dihadapannya.

Tanpa banyak bicara, perempuan itu menyodorkan kembali ponselnya. Baru saja Jaemin ingin mengambil, ponselnya terlebih dahulu dijatuhkan ke lantai hingga terdengar suara memilukan.

Amarah Jaemin terpancing. Ia berdiri dari duduknya kemudian keluar dari meja untuk berhadapan langsung, mata yang biasa melempar sorot hangat berubah dingin dan tegas. Namun orang di hadapannya ini tidak takut, ia malah merasa tertantang. Terbukti dari seringaiannya yang melebar.

"Apa maumu, nona Kim?" tanyanya dengan nada setenang mungkin.

Ella memasang wajah sok berpikirnya.

"Sangat-sangat mudah. Jauhi Jeno, kau tidak pantas untuknya." Jaemin terkekeh sinis.

"Lalu siapa yang pantas untuknya?"

"Kau serius bertanya seperti itu? Tentu saja aku, kami berada di kelas yang sama bagaimanapun dilihat."

"Dan kau pikir ia mau dengan jalang sepertimu?" wajah cantik itu berubah marah.

"Apa?!"

"Apa? Kau pikir dengan kau bicara seperti ini aku akan langsung menurutimu? Aku tidak selemah yang kau pikirkan." Ella berdecih.

"Benar-benar menyusahkan. Yak, dengar baik-baik." kedua tangannya bersedekap dada.

"Banci sepertimu tidak pantas untuk orang seperti Lee Jeno. Bahkan untuk hidup saja kau sungguh tidak pantas, berkacalah." Ucapnya. Di akhir kalimat, Ella mendorong dahi Jaemin dengan telunjuknya. Baru akan menjawab, Ella kembali membuka mulut.

"Aku sampai bingung mengapa Jeno menjadikanmu kekasihnya. Dilihat darimana pun... kau itu tidak ada bagusnya. Kau sungguh membuatku berpikir, apa yang kau berikan untuknya hingga menjadi kekasihmu? Pelet? Uang? Atau... tubuhmu?"

Plak!

"Kau sungguh seorang jalang." Geram Jaemin.

"Na?" sebuah suara berat dan tegas terdengar dari pintu kelas. Disana Jeno berdiri, raut wajahnya mengeras melihat apa yang barusan dilakukan dan dikatakan oleh Jaemin. Selang beberapa detik, isakkan terdengar dari mulut Ella.

"Hiks, kenapa kau memukulku?! Aku hanya berusaha mengajakmu ke kantin untuk sarapan bersama, hiks." Mata Jaemin bergulir malas.

Jeno berjalan mendekat dan menggenggam tangan Ella dengan lembut, ia menyembunyikan tubuh kecil itu dibalik punggungnya.

"Aku memang tidak menyukainya, tapi kau tau kalau kau tidak seharusnya menggunakan kekerasan. Apalagi ia seorang wanita, Jaemin!" Bentak Jeno membuat Jaemin sedikit terkejut.

Beberapa murid yang berlalu lalang menonton kejadian itu, bisikan-bisikan mulai terdengar. Mereka menghujat Jaemin karena memukul seorang wanita dengan alasan sepele.

"Jadi selama ini sikapnya itu adalah bohong?"

"Wah, padahal aku sempat menyukainya."

"Tidak disangka kalau dia ternyata sejahat itu."

"Lebih baik jauh-jauh darinya, kita bisa dipukul juga hahahah."

"Benar!"

"Wajah malaikatnya sungguh menutupi sifat iblisnya."

Telinga Jaemin memanas mendengar bisikan-bisikan setan itu. Matanya membalas tatapan Jeno tak kalah sengit. Membuat kekasihnya tertegun.

"Kau lebih mempercayainya?" tanya Jaemin.

Haechan berjalan membelah kerumunan yang tiba-tiba saja terbentuk. Nafasnya terengah-engah karena berlari dari kantin hingga ke kelas. Baru saja akan berjalan ke arah kedua insan yang saling mengeluarkan aura dingin, Mark lebih dulu menahannya sambil menggeleng pelan.

"Ella jelas-jelas korban. Tentu saja aku memihaknya." Tawa sinis Jaemin keluarkan.

"Benar-benar tidak bisa dipercaya." Ia mengalihkan perhatian kepada Ella.

"Kau menang. Puas?" kemudian kembali pada Jeno.

"Kita putus." Tubuh Jeno membeku. Lidahnya kelu untuk sekedar menahan Jaemin yang sedang membereskan mejanya dan pergi keluar kelas dengan tas di punggung.

"Jaemin!" seru Haechan saat Jaemin melewatinya, meninggalkan murid-murid lain yang bergosip tentangnya.

***

Kalian boleh mengatakan jika Jaemin terlalu berlebihan karena memutuskan Jeno. Apalagi sampai membereskan barangnya dari kamar Jeno dan pergi dari rumah tersebut.

Setelah masuk ke dalam taksi, Jaemin tidak bisa lagi membendung air matanya. Tidak peduli dengan sang supir yang memperhatikannya dengan prihatin.

"Tuan baik-baik saja?" Jaemin menggeleng dengan isakkan semakin keras.

Lima belas menit perjalanan ditempuh tanpa pembicaraan apapun, hanya isakkan Jaemin memenuhi mobil. Mobil itu berhenti di depan sebuah apartment tinggi di kawasan mewah.

"Terima kasih, maaf jika suaraku menganggu." Pria paruh baya itu menggeleng pelan.

"Tentu saja tidak, tuan. Apapun masalah yang anda miliki, saya harap dapat terselesaikan dengan baik." Senyuman tipis terulas. Jaemin berucap terima kasih kemudian menyodorkan uang dan keluar dari taksi tersebut.

Ting tong!

Pintu dihadapannya terbuka dan menampilkan pemuda tinggi dengan rambut acak-acakan, pria itu menatap ke arahnya terkejut.

"Nana? Apa yang terjadi?!" tanyanya khawatir sambil memegang kedua pundak sempit si manis. Jaemin langsung menubruk tubuh pemuda itu.

"Sungchan.." lirihnya.

tbc.

ngefeel ga sih? payah bgt bikin konflik 😔😔

from home || nominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang