X

16 2 0
                                    

Saat pak Yadi sudah masuk kedalam mobil dibagian pengemudi. Gavin tiba-tiba membukakan pintu belakang mobil kemudian ia menatap ku tajam dan berkata.

"masuk."

"Aku akan obati dulu lukamu."

"Masuk Dith."

"Tap-"

"Sekarang."

Aku menghela nafas. Baiklah. aku memang salah sudah menarik dan mengajak bicara Bian begitu saja di hadapan Gavin. Mengingat status ku sekarang adalah kekasihny-menurut Gavin. Walau aku belum mendapatkan kejelasan siapa gadis tadi. Aku tetap salah mengambil tindakan. Dan Mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk berdebat. Aku harus mengalah. Aku tidak mau sesuatu terjadi karena keadaan kami yang sedang emosi dan juga aku khawatir akan keadaannya sekarang yang sudah babak belur-karena ulahnya sendiri.

Tanpa berkata lagi aku menurut. Aku masuk kedalam mobil dengan tangan Gavin yang memegang pucuk kepalaku. Setelah aku masuk dan duduk dengan nyaman aku menatap heran Gavin.

Kenapa dia tidak ikut masuk ?

Tak lama kemudian Gavin terlihat menghela nafasnya setelah itu ia menunduk  dan menatap ku. masih dengan tatapan matanya yang tajam ia berkata tanpa mengalihkan pandangannya padaku.

"pak. Ke apartemen dan hubungi sekertaris Juan."

Setelah mengatakan itu ia menegakkan badannya kemudian menutup pintu mobil. Aku yang terkejut saat Gavin yang  tidak ikut masuk pun menggeser posisi ku dan membuka jendela mobil. Saat jendela terbuka presensi Gavin langsung ku dapatkan. Dengan ekspresi wajah yang tidak berubah dengan luka yang membuat ku meringis dan kedua tangan yang di masukkan ke dalam saku celananya.

"Kenapa kau tidak ikut? Kau mau kemana Vin? Jangan bilang kau akan kembali untuk memukuli Bian?"

Gavin hanya menatapku tanpa menjawab semua pertanyaan ku. Saat aku hendak kembali melontarkan pertanyaan pada Gavin. Pak Yadi sudah melajukan mobilnya. Lantas ku alihkan pandanganku ke depan.

"Tunggu sebentar pak. Tolong hentikan mobilnya. Saya perlu bicara dengan Gavin."

"Maaf nona. Saya tidak bisa. ini perintah tuan muda."

Aku menghela nafas seraya menyandarkan punggung ku dan menutup mata ku. Astaga.... Dia ini kenapa? Aku mengerti jika dia marah padaku karena masalah Bian tadi. Tapi. Ini bisa di selesaikan dengan kita berbicara baik-baik. Lagipula Aku juga berhak marah padanya karena dia telah membohongi ku. Dan sekarang dia akan kemana? kembali memukuli Bian? Begitu? Atau...dia akan kembali pada gadis itu?

Ya Tuhan... ini membuatku frustasi. Aku harus menghubungi Gavin. Tanpa memikirkan kembali aku langsung membuka mataku dan menegakkan badanku kemudian mengambil ponsel ku yang tersimpan di tas tangan ku dan langsung mengklik ikon telepon pada kontak Gavin.

Panggilan pun mulai tersambung. Lama aku menunggu. Panggilan ku tidak juga di angkat oleh Gavin. Aku mulai panik. Apa terjadi sesuatu pada Gavin? Tidak biasanya Gavin mengabaikan panggilan ku.

Tidak menyerah. kembali ku telpon Gavin berkali-kali hingga satu respon  yang membuat tercengang. Gavin menolak panggilan dari ku. Aku mulai terisak. Firasat ku mulai tidak enak.

Kenapa? Kenapa dia menolak panggilan ku? Ada apa ini?

Tidak mungkin apa yang ku pikirkan terjadi kan?

punggung ku pun merosot. Aku tidak lagi berusaha untuk menelponnya.

Tidak Vin. Tidak mungkin. Semoga saja firasat ku salah. ku mohon.

||

Mobil yang ku tumpangi sudah terparkir rapih di basement apartment Gavin begitu pula dengan tangisanku yang sudah mereda. aku hanya bergeming di tempat. tidak berniat untuk turun dari mobil Gavin. Hingga Pak Yadi keluar lebih dulu dari ku dan kemudian beliau mengeluarkan ponselnya dan mendekatkan benda itu pada telinganya. Entah itu melapor pada Gavin atau menghubungi sekertaris Juan sesuai perintah Gavin. Aku tidak tau.

T R I S T I S   || DALAM TAHAP REVISI ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang