Bersyukur. Satu kata yang selalu aku rapalkan saat bersama Gavin. Pria yang aku sayangi ini selalu membuatku terus bersyukur atas kedatangannya di hidupku. Yang kenapa? Dan karena apa? Aku tidak tahu. Mungkin dulu aku akan selalu saja menanyakan alasannya kenapa dia tiba-tiba saja hadir dalam hidup ku. Tapi. Pria yang selalu membuatku terus jatuh padanya ini membuat aku menghilangkan rasa penasaran itu.
Karena sekarang. Aku sudah tidak peduli lagi dengan kenapa alasan ia tiba-tiba datang dan bersikap baik padaku hingga sekarang menjadi kekasih ku. Aku sudah menerima alur takdirku yang Tuhan berikan padaku. Dan aku bahagia.
Sungguh. aku tidak mau kehilangannya dari hidup ku. Sudah cukup Ian tidak lagi di sisiku. Sudah cukup papah pergi dari ku. Dan. Sudah cukup. Sangat cukup. Bian pergi dari sisiku dan itu untuk terakhir kalinya. tidak untuk Gavin. Pria ini tidak akan aku biarkan pergi dari sisiku. Aku sungguh menyayanginya.
"Sudah. aku akan obati lukamu dulu." Aku pun melepaskan pelukannya. Tapi. Gavin menahannya.
"Sebentar. Biarkan seperti ini. Sebentar saja."
Gavin mengeratkan pelukannya. Membelai rambut ku. Dan. Tubuhnya bergetar. Tunggu. dia...Menangis?
"Hey. Ada apa?" Aku mengelus punggungnya pelan.
Lama tidak menjawab pertanyaan ku dia melepaskan pelukannya. Dan bisa aku lihat matanya agak sembab. Hidungnya memerah. Mengapa dia menangis?
Melihat itu membuat hati ku ikut merasa sakit. Dia tidak pernah memperlihatkan sisi ini padaku. Aku tahu semua orang pasti merasakan kesedihannya. Dan ia berhak menangis. Tapi ini. Gavin. Dia tidak pernah mau memperlihatkan sisi lemahnya padaku dan bahkan saat kepergian neneknya pun yang sangat dekat dengannya ia tidak menangis—itu yang dikatakan ibunya padaku.
Ku tangkup wajahnya. Ku hapus sisa air matanya. Kemudian berkata.
"ada apa? Kau bisa menceritakannya padaku."
Ia kembali menitikkan air matanya yang langsung aku hapus. Kemudian berkata.
"a-aku."
"Kenapa? Hm?" Ku elus lembut pipinya.
"Aku tidak tahan."
Keningku mengkerut."tidak tahan? Karena?"
"Kau."
"Aku? Aku kenapa?"
Dia kembali menitikkan air matanya. Yang kembali aku hapus. Dan berkata.
"bau."
Apa tadi katanya? Bau? Wahhh...pria ini.
Kesal karena alasan konyolnya. Tanpa sadar aku mengumpatinya tanpa suara dan langsung saja ku dorong wajahnya.
"Mana ada!"
Tapi tak urung aku mencium kedua ketiak ku. Dan kemudian kudengar dia tertawa kencang sekali.
"Tidak. Aku hanya bercanda. Sayang."
"Menyebalkan! Aku kan bertanya sungguh-sungguh."
Dia mengacak suraiku masih dengan tawanya. Aku yang tidak terima perlakuannya langsung saja ku tepis lengannya. Tapi Gavin semakin tertawa kencang.
"Sudah. Beruang jelek tidak boleh menekuk bibirnya terlalu lama. Itu akan membuat beruang jelek ini semakin jelek."Ujarnya dan kembali terkekeh. Setelah itu ia beranjak dari duduknya.
Tak lama ia kembali dengan kotak P3K. Kemudian ia menyodorkan kotak itu padaku. Tapi aku hanya menatapnya tanpa berniat mengambilnya. Dan kembali menatap Gavin.
"Obati Kekasih mu ini ayo cepat." Ujarnya seraya menggoyang-goyangkan kotak yang di pegang nya.
Kembali kutatap kotak itu dan Gavin bergantian kemudian aku berdecak dan mengambil kotak itu malas. Aku memang kesal padanya. Tapi aku juga tidak tega melihat wajahnya seperti itu. Lantas tanpa banyak bicara langsung saja ku obati lukanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
T R I S T I S || DALAM TAHAP REVISI ||
RomanceWarning !! Ada beberapa chapter yang tidak berurutan. Akan di revisi setelah selesai. Semoga kalian suka and happy reading y'all (^-^)/ . . Aku hanya ingin hidup seperti apa yang aku inginkan, seperti apa yang aku impikan, seperti apa yang selalu ak...