"Halo sayang!"
Aku berhenti sebentar lalu dengan jelas aku bisa melihat siapa yang ada di ruang tengah ini meskipun hanya dari belakang saja.
"Bagaimana dengan bisnismu yang ada di Bali? Ku dengar banyak wisatawan yang tertarik dan banyak yang berkomentar positif tentang bisnismu itu benar bukan?"
Aku mengepalkan kedua tanganku yang disamping setelah mendengar semua itu. Setiap hari saat aku pulang aku berusaha sekuat tenaga juga menahan amarahku. Aku benar benar melihat dengan jelas "dia" yang ku maksud yaitu Papaku sendiri yang sedang sibuk berbincang dengan seseorang melalui sambungan telpon itu. Saking asiknya berbincang ia bahkan selalu tidak menyadari kehadiranku.
Kemudian aku memutuskan untuk kembali berjalan menuju kamar tidurku dan melewati papaku begitu saja. Aku berhasil melewatinya namun saat aku hendak menaiki tangga aku berhenti ketika namaku dipanggil.
"Naaz? Kamu sudah pulang? Kok Papa tidak mendengar suara pintu terbuka?! Kamu tidak pulang dengan bus lagi kan?!" Saat sudah menutup telponnya.
"Apa pentingnya bagi Papa? Mau berapa kali pun suara pintu terbuka gak akan kedengeran juga sama Papa kan?" Kataku yang masih membelakangi Papa
"Maksudnya kamu ngatain kalau Papa budeg?"
"Ahah itu Papa sendiri yang bilang kan, aku gak bilang kalau papa budeg. Oh iya satu hal lagi, aku tau aku ini anak tunggal, jadi gak usah suruh suruh pak Yanto lagi buat antar jemput aku! aku udah gede, aku bisa sendiri!" Dan pergi menaiki tangga begitu saja
"TANAAZ! TANAAZ jangan kurang ajar yah kamu sama Papa!" Kali ini nadanya sedikit meninggi akibat ucapan Tanaaz.Aku buru buru masuk ke kamarku dan mengunci kamar saat mendengar papa berteriak kepadaku dengan sangat kencang. Aku langsung menaruh tasku sembarang dan langsung berbaring di tempat tidur sambil menutup telingaku dengan bantal.
Setelah kurasa ocehan Papa sudah tidak terdengar lagi dari balik pintu aku langsung bergegas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dengan baik lalu tidur dengan nyaman
•••
Mataku terbuka saat aku mendengar suara dering alarm dari handphoneku dan langsung saja ku matikan. Aku bergegas bangkit dari kasur dan segera bersiap siap seperti biasa untuk berangkat ke sekolah. Setelah dirasa sudah siap aku langsung membuka pintu kamarku untuk segera pergi ke sekolah.
"Selamat pagi non Tanaaz!! Seperti biasa ini sarapan dan bekalnya" katanya saat aku sudah di depan pintu kamarku.
"Oh iyh selamat pagi juga bi makasih yah" sambil mengambil kotak makan yang ada di tangan Bi Inah. Dan Bi Inah hanya tersenyum ke arahku saat memberikannya.
"Dia ada dimana?"
"Seperti biasa non, Tuan sedang sarapan di bawah"Dia salah satu ART di rumahku yang bernama Bi Inah dan yang selalu menyiapkan sarapan dan bekal sekolahku setiap pagi. Ia tahu bahwa aku tidak akan sarapan di rumah jadi ia berinisiatif untuk membuatkan bekal dan sarapan juga untukku.
Setelah itu aku langsung turun ke bawah untuk segera pergi ke sekolah. Karena tidak ada niatan untuk berpamitan, aku dengan santainya melewati Papa yang terlihat sedang menikmati sarapannya dan sibuk dengan handphone yang seperti biasa ada di sebelah piringnya.
"Naaz! Kamu gak sarapan?"
Ternyata aku salah, ia melihat aku ketika hendak melewatinya. Lalu aku berhenti sejenak.
"Sudah!"
"Uang jajanmu sudah Papa transfer seperti biasa"
" Oh iyh Pak Yanto sudah menunggumu di depan!" Lanjutnya sambil terus menikmati sarapannya
"Aku naik bus!"
"NAAZ! TANAAZ! KAMU BISA GAK SIH DENGERIN UCAPAN PAPA!" Suaranya sedikit meninggi.
"Aku berangkat"Setelah itu aku langsung pergi keluar sambil membawa kotak makanan tadi yang sudah ku masukkan ke dalam paper bag dan benar saja saat aku keluar rumah terlihat Pak Yanto yang sedang memanaskan mobil.
"Selamat pagi non! Mari saya antar" sambil membukakan pintu mobil untukku
"Pagi! Gua naik bus!"
KAMU SEDANG MEMBACA
NAAZ
Teen FictionAku belajar dari kisah kamu dan aku, bahwa semua yang ada dipikiranku tak melulu apa yang ada dihidupku saat ini dan kamu membuktikannya. tapi ternyata memang aku saja tidak bisa mengenal baik diriku sendiri ini seperti apa. waktumu yang berharga ba...