T U J U H

9 4 4
                                    

"Makasih yah pak!" Ucapku ramah pada Pak Yanto setelah aku berhasil keluar dari mobil dan menutup pintu belakang mobil.

Pak Yanto hanya tersenyum ke arahku dan bergegas pergi dari hadapanku dengan mobil tersebut. Dan aku juga langsung pergi masuk ke dalam sekolah.

Yah kala itu semua masih baik-baik saja. Aku masih baik dan ramah kepada Pak Yanto. Namun sekarang semuanya telah berubah karena ulah papaku sendiri yang membuat aku menjadi orang yang berbeda.

"Naaz! Tanaaz!"

Aku menengok ke arah kanan dan kiri ku mencari sumber suara yang sedari tadi memanggil namaku. Namun, aku tak bisa menemukan pemilik suara tersebut. Dan secara mengejutkan Salsa mengagetkan aku dari arah belakang.

"Darr!!"
"Ish dipanggilin juga" lanjutnya

Aku tentu saja sedikit kaget dan langsung membalikkan badanku ke hadapannya sambil tersenyum.

"Astaga Sal kamu tuh bikin aku kaget aja"
"Yah kamu dari tadi aku panggilin malah celingak-celinguk aja"
"Mana aku tau kamu dari arah belakang aku"
"Yaudahlah ayo masuk kelas"

Namanya Salsa dia memang salah satu temanku sejak aku sekolah di SMP ini. Sebenarnya bukan hanya dia yang sedekat ini denganku. Masih ada Bila, Lola, dan Citra. Mereka berempat juga sekelas dengan aku dan Salsa.

"Naaz! Kamu tau gak? Aku denger denger kemaren Arthur ketahuan ngerokok di belakang kantin" katanya disela-sela saat aku dan Salsa berjalan di lorong sekolah menuju kelas.
"Arthur?" Tanyaku heran
"Iya Arthur. Yang punya perusahaan Hefaistos itu "
"Hefaistos?" Tanyaku lagi heran
"Perusahaan arsitektur terkenal itu lho!."

"Kamu baru tau kalau dia anak tunggal dari perusahaan Hefaistos?" Lanjutnya

"Ehehe iya" aku terkekeh pelan tanpa bersalah.

Tepat sekali. Dari sana aku baru mengetahui bahwa Arthur si penyumbang barang sekolah yang kutahu itu ternyata adalah pewaris tunggal perusahaan Hefaistos. Padahal aku sudah bersekolah setahun lebih disini tapi aku baru mendengar tentangnya saat ini. Sedikit mengherankan kenapa anak sekaya dia bersekolah disini yang menurutku biasanya orang kaya sepertinya memilih bersekolah di tempat yang jauh lebih elit lagi atau memilih home schooling.

"Astaga Tanaaz! Kurang jauh main lo!"
"Aku masih SMP gak boleh main jauh-jauh" jawab aku polos.
"Arrhhgg bukan begitu maksudnya" sambil mengepalkan kedua tangannya ke atas
"Terus apa hubungannya sama kita kalau dia ngerokok?" tanyaku begitu saja.
"Gak ada sih" sambil tertawa
"Yaudah"
"Ah Tanaaz gak seru" ucap Salsa yang sedikit merajuk.
"Kenapa aku?"
"Gak bisa diajak gibah"
"Ish kamu tuh. Udah ah masih pagi"

"Yah abisan aku heran banget mentang mentang keluarga dia yang selalu nyumbang keperluan sekolah terus Arthur cuma diomelin gitu aja tanpa dikasih hukuman sama sekali. Gak adil banget" sambil memajukkan bibirnya ke arah depan.
"Yaudah biarin aja Sal bukan urusan kita"
"Gak Naaz! Inget keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia"
"Iyhiyh deh yaudah gak usah ngebahas dia lagi"

Aku dan Salsa masih terus berjalan menuju kelas. Setelah sampai aku langsung pergi menuju mejaku. Aku duduk di samping kursi Bila sedangkan Salsa duduk dengan Lola. Bila tersenyum ke arahku saat aku mulai menaruh tas yang sejak tadi ku gendong ke atas kursi.

"Eh Naaz!" Bila menyapaku sambil tersenyum manis.
"Eh Bil!"
"Owh Iyah Naaz. Ini!" Sambungnya sambil memberikan aku satu bungkus roti yang sejak tadi ia simpan di kolong mejanya.
"Kenapa?"
"Kebanyakan. Masa mamih gua ngasih roti 5 Bungkus. Kebangetan ih si mamih"
"Oh yah? Your mom is good! Btw."
"Baik darimana sih Naaz. Makan roti mulu kapan kenyangnya. Gua kan orang indo kalau belum makan nasi belum makan namanya"
"Ahahah yaudah tawarin ke yang lain aja"
"Ah iya juga yah"

NAAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang