S E M B I L A N

9 1 0
                                    

"Selamat datang di toko bunga Bianco! Ada yang bisa saya bantu?" Raafi langsung bangkit dari kursinya dan menyapa Farhan dengan ramah bak pelanggan lainnya.

Farhan hanya tersenyum ke arah aku dan Raafi menampilkan deretan gigi putihnya itu.

Aku diam sebentar sebelum akhirnya aku memutuskan untuk pergi dari sana.

"Raaf, aku mau istirahat!" Kataku yang langsung beranjak pergi dari kursi sambil membawa secangkir kopi yang sudah Raafi buat sebelumnya untukku.

Raafi membiarkan aku pergi sebab ia paham betul dengan apa maksud dari ucapanku barusan.

Aku mulai kesal lagi saat Farhan yang tiba-tiba saja muncul dihadapanku. Isi kepalaku saja sudah mau pecah dengan kisah hidupku dan sekarang ditambah Farhan yang menurutku terlalu ikut campur hidupku.

"Lho Naaz!"

Farhan yang melihatku pergi begitu saja menuju pintu belakang toko tersebut buru-buru ia ikut menyusul kepergian ku dari belakang. Belum sempat ia mengejarku Raafi yang berdiri tepat di sana langsung menghalangi tubuh Farhan.

"Maaf mas ruangan belakang khusus staf saja"

Farhan sedikit kesal dengan Raafi yang mencoba menghalangi langkahnya dengan alasan pintu tersebut hanya bisa dimasuki oleh orang-orang tertentu saja.

Farhan hanya bisa melihat punggungku dari pintu kaca tersebut yang makin lama makin menjauh.

Tatapan Farhan kini beralih kepada Raafi yang sejak tadi menghalanginya untuk mengejar aku.

"Harus banget gua kerja disini biar bisa masuk ke pintu itu?" Diakhiri dengan sedikit penekanan

"Mas! Tolong jangan maksa yah! Ini udah ketentuannya"

"Berapa sih harga toko bunga ini? Apa perlu gua beli?"

Wajah Farhan memerah terlihat sekali amarahnya kini memuncak. Nafasnya menggebu-gebu dan menampilkan sorot mata yang tajam ke arah Raafi.

Raafi memandang wajah Farhan yang sudah terlihat emosi lalu menggelengkan kepalanya sebab tak habis pikir dengan orang seperti Farhan ini yang selalu menggunakan kekayaanya seenaknya.

Raafi pergi dari sana lalu kembali ke tempat semula sambil merapihkan lagi beberapa bunga tersebut yang ada di atas meja. Tidak seperti pelanggan lainnya Raafi justru akhirnya lebih memilih mengabaikan Farhan dan tidak peduli jika Farhan akhirnya melewati pintu tersebut.

"Kalau lo mau masuk silahkan! Tapi gua pastiin lo gak akan bisa ketemu Tanaaz lagi setelah melewati pintu itu" sambil menata beberapa jenis bunga kembali.

Farhan sontak menengok ke arah Raafi. Ia mencoba meredam amarahnya dan mengatur ulang nafasnya.

"Tanaaz baru aja sembuh dari demamnya" ucap Farhan

Raafi yang mendengarnya langsung diam menghentikan aktifitas nya itu. Tatapannya kini beralih kepada Farhan yang masih berdiri disana.

"Gua cuma khawatir karena dia baru sembuh ditambah dia belum makan sama sekali dari pagi"

Farhan mencoba menjelaskannya dengan pelan-pelan agar Raafi dapat mencerna kata-kata yang keluar dari mulut Farhan.

"Lo temen sekolah Tanaaz?__" Tanya Raafi

"__Baru kali ini ada yang begitu khawatir tentang Tanaaz selain gua"

Raafi diam sebentar berusaha merangkai kata demi kata dengan baik sebelum akhirnya ia menjelaskan semuanya.

"Dibelakang itu ada rumah kaca. sebelum gua kerja disini dia selalu dateng ke rumah itu sekedar merawat beberapa bunga baby breath yang udah dia tanam sebelum akhirnya toko ini buka. Tapi gua ngerasa tempat itu bukan sekedar tempat menanam bunga tapi tempat dia bercerita dan berkeluh kesah juga."

NAAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang