Part 11 Ahada Asyaroh

5.2K 377 13
                                    

Happy Reading

Sekarang usia kandungan Nuni memasuki bulan kelima, perutnya terlihat lebih besar di banding wanita hamil lima bulan lainnya. Karena dia mengandung bayi kembar. Untuk jenis kelamin anak-anaknya juga dia sudah mengetahuinya saat dia memeriksa kandungannya sekalian konsultasi dengan dokter karena Nuni akan pergi ke negara suaminya.

"Inti musta'idah," (kamu siap)" Tanya Riyadh dia sudah datang menjemput istrinya seminggu lalu. Tadinya Nuni ingin pergi sendiri ke Arab, jelas saya Riyadh menolak, dia tidak ingin terjadi sesuatu kepada istri dan anak-anaknya.

"Aiywah,"(iya)" jawab Nuni. Sebenarnya dia juga sedih harus berpisah kembali dengan keluarganya, tapi sudah menjadi kewajiban seorang istri mengikuti dimana pun suaminya tinggal. Tapi Riyadh berjanji setiap liburan akan mengantar Nuni berkunjung ke keluarganya.

"Bismillah " sekarang mereka akan pergi ke bandara di Jakarta. Hanya orang tua Nuni dan adik adiknya yang mengantar mereka ke bandara.

"Hati-hati di jalan ya, kalau sudah sampai langsung hubungi kita," ujar ibu Nuni, dari tadi dia sudah terisak melepaskan putri pertamanya.

"Iya mbu. Abah dan ambu jangan khawatir doain aku selalu aja. Aku juga nanti akan pulang kalau liburan." Ujar Nuni memeluk ibu dan ayahnya.

"Jaga diri baik-baik di negeri orang. Sekarang tugas kamu bertambah, sekarang kamu sudah menjadi seorang istri dan sebentar lagi jadi seorang ibu juga. Harus nurut sama suamimu ya, jangan pernah berubah tetap menjadi Nuni yang dulu." Kata ayah Nuni kemudian memeluk putrinya.

"Kalian jangan nakal ya" Nuni menatap adik-adiknya.

"Iya teh, Teteh hati-hati di sana,"

"Kami pulang dulu ya."

"Fi amanillah," Kini tinggal Nuni dan Riyadh setelah keluarga Nuni pulang.

"Yaalah tawakalna ala Allah." Kemudian mereka langsung menuju tempat chek-in sebelum naik pesawat.

"Idza ta'abti nuomi,"(jika kamu lelah tidur saja)" ujar Riyadh mereka sudah berada di first class di dalam pesawat yang akan membawa mereka ke timur tengah.

"Akid bi nuom ana, ta'banah rijli"(pssti aku akan tidur, sakit kakiku)" kata Nuni. Ini kali kedua dia naik pesawat di first class. Memang sejak usia kehamilan nya bertambah dia sering merasa cepat lelah.

Mereka tiba di kota Jeddah sore hari waktu Arab. Disana sudah ada supir yang menjemput mereka. Sejak di dalam pesawat sebelum turun tadi, Nuni sudah memakai Abayah (pakaian hitam khusus untuk perempuan ) tak lupa dia juga memaki cadar. Karena sekarang dia sudah resmi jadi istri Riyadh tidak boleh ada laki-laki lain yang melihat wajahnya selain Tuan Ali ayah mertuanya.

"Wen bi nruh hadza mo toriq ila baituna"(kita mau kemana ini bukan jalan kerumah)" Tanya Nuni, dia sudah hapal jalan ke rumah mertuanya dulu.

"Ila baituna jedid, baiti wa baitik." (kerumah baru kita, rumahku dan rumahmu)" jawab Riyadh santai.

"Mabruk alaikum" (selamat untuk kalian)" ujar sang supir dari Pakistan, dia juga dulu menaruh hati pada Nuni, karena mereka sama-sama bekerja dengan Tuan Ali jadi sering ketemu. Tapi Nuni tidak pernah menanggapi jika ada pria yang menyatakan cintanya. Bukan dia sombong tapi dia hanya ingin bekerja di sini.

"Allah barik fik" ujar Riyadh. Tak lama kemudian mereka tiba di sebuah rumah mewah khas timur tengah, rumah berlantai dua. Meskipun bukan rumah baru di bangun tapi Riyadh sudah merenovasi ulang rumah itu. Selama Nuni di Indonesia Riyadh sibuk mengurus rumah baru mereka, dia ingin memberi kejutan pada istrinya. Sekarang semua sudah selesai, barang-barang di rumah mereka juga lengkap.

Duda Araban (Jilid 1) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang