Into Her #2

610 92 34
                                    

"Dia tak mau di sentuh oleh mu?"

Hans diam memandangi langit-langit kamar nya, "Terlihat dari wajah nya." Hans menarik tangan nya dari selimut yang menutupi seluruh tubuh nya. "Dia tidak suka saat aku menyentuh nya."

Seorang wanita yang duduk di depan cermin dan memakai lipstik, mereka baru saja menghabiskan waktu yang panjang. "Lalu kenapa kau menikahi nya? Dia hanya gadis kuliahan, bahkan umur kalian terpaut jauh. Aku tak yakin dia sekaya diri mu, harusnya dia bersyukur—"

"Tutup mulut mu, Catline," Hans memotong cepat. "Kekayaan nya jauh di atas ku."

Wanita bernama Catline tersebut terdiam mendengar nya lalu menunduk sejenak, "Maaf, Tuan."

Hans menarik nafas panjang lalu bangkit dari tidur nya, ia tak menggunakan apa-apa saat selimut itu tak lagi menutupi tubuh nya membuat wajah Catline merona. "Pergilah, gadis itu akan bangun sebentar lagi."

Catline berbalik menatap punggung polos itu, "Kau tak mau melakukan 'sesuatu yang menyenangkan' lagi sebelum aku pergi, Tuan Hans?"

Tangan Hans yang ingin meraih kemeja andalan nya terhenti di udara lalu berbalik menatap wanita yang sudah tersenyum menggoda. "Why not?"

*.*.*.*.*.*.*.*.

Catline menuruni tangga lebih dahulu dan melihat seorang gadis yang sedang menaruh beberapa lauk makanan ke atas meja. Catline menoleh ke arah Hans yang baru mulai menuruni tangga kemudian kembali menatap gadis itu sambil tersenyum aneh.

"Well, kata nya, kau adalah istri dari Tuan ku, nona Vee?"

Si pemilik nama menoleh saat merasa nama nya di sebut, Vee menatap Catline dan Hans bergantian lalu kembali fokus menata makanan nya.

"Oh yeah?" balas Vee dengan pertanyaan yang menunjukkan bahwa dia acuh.

Catline diam sejenak, "Perkenalkan, aku Catline," ia mengulurkan tangan nya lalu mendekat untuk berbisik, "Gadis kesayangan suami mu."

"Aku tak perduli siapa gadis kesayangan, pria kesayangan, hewan kesayangan atau apapun tentang Tuan mu." Vee menarik nafas lega saat pekerjaan nya berhasil kemudian menoleh ke arah wanita yang mengulurkan tangan nya. "Tapi aku akan mengingat nama mu, Nona Catline."

Catline menahan nafas nya melihat reaksi gadis itu dan hendak mengeluarkan kekesalan nya sebelum seorang pria dengan setelan formal namun gelap nya berdiri di dekat nya.

"Bukankah kau bilang kau akan pergi, Catline?"

Catline menelan ludah nya kasar lalu menunduk samar, "Ya, Tuan. Aku akan pergi."

Hans mengangguk sekali. Sedangkan Catline menatap Vee sinis yang hanya di balas tatapan dingin gadis berstatus istri dari mafia kelas kakap itu.

"Aku tak mengerti kenapa setiap masakan mu selalu mengundang selera siapapun yang mencium aroma nya." ujar Hans saat Catline sudah berjalan pergi dan ia duduk di meja makan rumah nya.

Vee tak menjawab, ia hanya duduk di sisi kiri Hans lalu memulai sarapan bahkan tanpa menunggu suami nya memulai terlebih dahulu. Hans tersenyum kecil melihat nya, mencoba terbiasa dengan tingkah laku istri nya itu.

"By the way," Hans mengunyah steak yang di hidangkan untuk nya, "Tentang semalam—"

"Kau takut aku akan mengadukan nya pada Ayah ku?" potong Vee tanpa menoleh sama sekali, Hans berdecih pelan untuk itu. "Tak perlu khawatir, aku juga tidak ingin berbicara dengan nya."

Hans diam, masih mengunyah menatap gadis itu lalu tersenyum miring. Gadis bodoh itu, tidakkah ia berpikir bahwa dengan dia membenci Ayah nya maka Hans punya posisi yang menguntungkan? Dia tetap akan dapat atensi dari Ayah nya dan dia juga bisa menghina ataupun berlaku kasar pada nya.

Hans hanya tersenyum kecil untuk itu, lantas ia kembali menghabiskan sarapan nya.

"By the way," Vee mengeluarkan suara nya lagi, "Jika kau membawa Catline atau gadis lain untuk bercinta. Bisakah kalian melakukan nya di hotel saja?"

Uhuk.

Hans tersedak pelan mendengar gadis ini bicara secara blak-blakan.

"Why? Ini rumah ku, Nona."

"Yeah," Vee mengangkat kedua bahu nya acuh. "Tapi jika boleh memberi kritik, suara gadis itu seperti ringkihan kuda. Dan semua orang mendengar nya."

Hans diam, ia melirik gadis itu sinis. "Apa kau ke lantai atas tadi malam?"

"Tidak." Vee menyuapkan daging itu ke dalam mulut nya lalu menatap suami nya. "Tapi memang suara nya kedengaran ke seluruh rumah."

Hans menoleh ke arah maid yang setia menunduk dan terlihat mereka menahan tawa nya.

Hans mengeraskan rahang nya, "Kau tak bisa memperintah ku."

"Tapi Ayah ku bisa."

Balasan telak, gadis ini tahu Hans tidak bisa apa-apa jika di kaitkan dengan Ayah nya. Hans mendengus kasar, mau tak mau ia harus menuruti perkataan nya. Atau mungkin tidak? Ada banyak wanita yang ingin di sentuh oleh nya dalam sekali lirik, kecuali gadis ini.

Seketika sekelebat bayangan di mana gadis ini menatap nya dingin saat tangan nya mencengkram kuat tubuh nya. Dia seakan memang tak menginginkan ada nya kontak tubuh.

Hans menggelengkan kepala nya pelan. "Aku pergi." ujar Hans tiba-tiba setelah membersihkan mulut nya, ia bahkan tak sempat untuk minum.

Hans meraih Jas formal nya, "Kau akan di antar Eddie, seperti biasa."

Setelah mengatakan itu, Hans melangkah pergi meninggalkan Vee dan seisi rumah. Vee diam, memperhatikan punggung suami nya pergi lalu meletakkan sendok garpu nya sembari bersandar.

*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.

Vee melepaskan kacamata yang bertengger di hidung nya dan akan melangkah masuk ke dalam rumah besar yang baru ia tinggali selama satu minggu jika saja ia tak mendengar suara mobil masuk ke dalam perkarangan nya.

"Hei—! Maaf menganggu, nona. Apa kau istri nya?"

Vee menaikkan satu alis nya melihat seorang pria berambut pirang berlari kecil ke arah nya. "Katakan dia tabrakan atau semacam nya."

"Tidak seperti itu, tapi," Tony menoleh ke arah mobil nya. "Dia mabuk."

Vee menarik nafas panjang kemudian memanggil penjaga pintu masuk dan menyuruh nya untuk membawa tubuh pria yang setengah sadar di mobil tersebut. Vee melipat tangan nya di depan dada memperhatikan tubuh suami nya di angkut perlahan-lahan dan masuk ke dalam rumah.

Vee mengerutkan kening nya saat melihat tetesan darah keluar dari tangan kanan nya kemudian Vee menoleh pada pria di samping nya, "Kalian baru merampok lagi?"

Tony menelan ludah nya kasar saat di todong tatapan dingin mematikan itu. "Y-yeah ...,"

"Kalian merampok lalu berpesta." Vee tersenyum kecil. "Bukankah itu hidup yang menyenangkan?"

Setelah mengatakan hal itu, Vee berbalik dan berjalan masuk ke dalam rumah, menyusul Hans yang sudah di gotong masuk terlebih dahulu.

"Seluruh tempat ini adalah milik ku. Aku bebas kemana pun yang aku inginkan. Ke kamar mu, kamar tamu atau kamar maid sekalipun. Tapi ingat," Vee menatap tetesan darah yang terus saja keluar dari tangan Hans. "Kau tidak berhak sama sekali untuk naik ke lantai atas."

Vee menarik nafas panjang, dengan penuh sadar ia melanggar perintah suami nya karena pria itu sendiri. Sebenci apapun dia dengan Hans, ia tak bisa melupakan tanggung jawab nya sebagai manusia bermoral.

Vee memejamkan mata nya sejenak, mencoba meyakinkan diri. Lalu saat mata nya terbuka, saat itu juga ia berani melangkahkan kaki nya menginjakkan anak tangga pertama menuju lantai atas rumah suami nya.

























T B C

Into HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang