poison

252 37 9
                                    

Hans tak bisa tidur, ini sudah pukul tiga pagi tapi mata nya sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda dia ingin tidur. Pikiran nya terus saja mengulang kejadian saat ia akhirnya bertemu dengan ibu nya setelah hampir lima belas tahun, wanita yang paling ia sayangi bahkan ia rela mengorbankan nyawa untuk sang ibu.

Dan gadis itu.

Sialan, Hans tidak tahu apakah dia benar-benar mengasihani diri nya, namun, apa yang membuat gadis itu berhasil membujuk ibu nya yang sangat keras kepala itu.

"Dia gadis yang manis, Hans."

Hans teringat ucapan ibu nya, saat mereka duduk berdua dan wanita itu tersenyum manis pada nya.

"Ibu mau ke sini, menemui mu, karena ibu yakin, kau akan berubah jika terus bersama nya."

Hans menggertakkan gigi nya, memang nya apa yang telah di perbuat gadis itu di depan ibu nya hingga berhasil membuat wanita tua itu menginjakkan kaki di rumah nya ini.

Hans menarik nafas lalu bangkit dan duduk di kursi nya, ia benar-benar kesal. Ia ingin tahu apa maksud gadis itu, kenapa ibu nya sangat mempercayai dan menyukai nya.

'Karena aku bermoral, Hans.'

Tiba-tiba Hans teringat ucapan istri nya itu saat ia menanyakan alasan kenapa ia mau mengobati luka nya. Hans berdecih pelan seraya terkekeh hambar, "Gadis itu, berbicara tentang moral, hah!" ia menggelengkan kepala nya samar, "Omong kosong."

Namun perlahan kekehan nya menghilang, wajah nya kini terlihat seperti sedang berpikir.

Gadis itu sangat yakin saat mengatakan bahwa dia tidak punya tujuan apa-apa saat membawa ibu nya kemari. Benarkah demikian? Jika iya, cih, gadis itu benar-benar naif. Hans sudah sering menyiksa nya walau secara tidak langsung, ujaran kebencian dari diri nya pun sudah sering gadis itu dapatkan, perhatian tak pernah Hans beri, Hans selalu melakukan apa yang Vee itu tak suka.

Apakah benar ada gadis sebaik itu di dunia ini?

*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*

Vee berjalan keluar dari kamar nya lengkap dengan semua peralatan kuliah nya. Dia bangun terlambat hari ini dan dia sangat buru-buru, di saat yang bersamaan seorang pria dengan kemeja putih andalan nya juga baru turun dari lantai atas kamar nya, memandangi istri nya yang sangat buru-buru.

"Simpan marah mu," ujar Vee saat merasakan Hans akan bersuara, dia tahu pria itu akan memarahi nya karena tidak menyiapkan sarapan, seperti sebelum nya. "Aku terlambat, bye!"

Vee meraih potongan roti yang sudah di siapkan oleh pelayan pasti nya saat tahu kedua majikan nya akan terlambat bangun. Vee meraih nya kemudian langsung menggigit nya ke mulut agar tidak jatuh saat kedua tangan nya kesusahan membawa barang nya.

"Y-ya," Hans terlihat gugup melihat gadis itu, "Ku sarankan beli makanan ringan sebelum kau memulai kelas!" teriak Hans.

Vee yang tadi nya sudah setengah berlari menuju pintu tiba-tiba berbalik, menatap pria itu dengan heran, ia meraih roti yang ada di mulut nya sebelum berbicara, "Demi Tuhan aku tidak memasukkan racun ke makanan mu sebelum nya."

Hans terkekeh geli, gadis itu selalu mengatakan hal racun jika ia bersikap sedikit lebih baik dari sebelumnya. "Aku tahu, paling racun tikus atau serangga."

"Racun musang." Vee mengunyah roti nya, masih menatap pria itu aneh, "Yasudah, aku pergi!" Vee kembali melanjutkan langkah nya ke pintu namun saat ia baru sampai di daun pintu ia kembali berbalik, "Jangan lupa jam dua siang Ibu mu akan kemari!"

Hans diam sejenak, memandang arah pergi nya gadis itu lalu menunduk sembari mengulum bibir nya sejenak. Saat Hans mengangkat kepala nya, ia lihat para Maid juga menatap nya aneh dan terheran-heran. Hans berdeham, mencoba mengembalikan image nya yang dulu. "Cepat siapkan makanan nya!"

Semua para maid langsung tersadar dan gelagapan, semua langsung mencar melakukan perintah nya. Melihat hal itu, Hans diam sejenak lalu tanpa sadar tersenyum geli mengingat tingkah nya tadi.

Hans menarik ponsel nya dan mengirim pesan pada anggota-anggota nya, memberitahu mereka bahwa misi perampokan hari ini di batalkan. Tentu saja menemui ibu nya adalah hal terpenting yang ada di dunia ini, tak bisa di tunda ataupun di percepat.

*.*.*.*.*.*.

Vee merasakan tubuh nya sangat lelah, seakan di remuk-remukkan. Kuliah nya hari ini sangat menyebalkan, dosen yang galak, teman-teman yang selalu numpang nama, ibu kantin yang suka menaikkan harga pada beberapa murid, susu nya tumpah. Ah, hari yang menyebalkan.

Saat baru memasuki rumah dan hendak melenggang ke kamar, dengan begitu tubuh nya bisa beristirahat sejenak, mata nya tertuju pada satu objek di sebrang nya.

Objek nya yaitu seorang anak dan ibu nya yang sedang bercengkrama di taman belakang.

Melihat hal itu, entah kenapa perlahan perasaan hati nya yang tadi sangat buruk kini membaik, senyum nya sedikit mengembang. Ini adalah pemandangan yang bagus.

Mata Vee juga tak lepas dari pria itu, suami nya. Jika di lihat seperti ini, wajah nya yang fokus mendengarkan kisah ibu nya. Ia tak terlihat seperti mafia ulung yang suka nya membunuh dan merampok, ia terlihat sangat polos, seperti anak tujuh tahun yang sedang di marahi karena nakal atau melanggar peraturan.

Tiba-tiba, kedua insan itu menoleh ke arah nya. Vee terkesiap. Ibu nya, Jessica Gruber, melambaikan tangan ke arah nya yang menandakan bahwa ia ingin Vee mendekat.

Vee mengulum bibir nya sejenak lalu perlahan melangkahkan kaki nya ke arah taman, menuruti permintaan ibu mertua.

"Sudah pulang kuliah, sayang? Bagaimana hari nya?"

Vee tersenyum manis dan duduk di samping suami nya, "Sedikit buruk tapi aku bisa mengatasi nya. Bagaimana dengan mu, bu?"

"Sangat baik," Jessica meraih tangan Vee dan menggengam nya hangat dengan satu tangan nya. Sedangkan tangan lain nya menggengam tangan Hans. "Melihat anak ku bersama gadis terbaik yang pernah ku lihat, tidak ada yang bisa merasakan perasaan 'sangat baik' ini."

Vee tersenyum malu-malu sedangkan Hans datar namun tatapan nya sangat lembut.

"Ah, ku dengar, kau sekampus dengan anak ku."

Vee menelan ludah nya kasar, ada jeda sebelum akhirnya ia menjawab pertanyaan nya, "Be-benarkah? Aku tidak tahu." Vee menatap wanita itu dan Hans secara bergantian.

Senyum Jessica semakin mengembang, "Ya..., kalian selalu bersaing merebut nilai tinggi, apa kau tak mengenal nya?"

"Aku ti-tidak tahu," Vee melirik ke arah Hans yang tiba-tiba saja air muka nya berubah. "Jika kau menyebutkan nama nya mungkin aku mengetahui nya."

Into HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang