"Sebelumnya dia tidak seperti itu,"
Arkan memukul bola putih itu lalu memandangi arah pergi nya benda itu, "Dia menjadi dingin sejak kematian ibu nya lalu entah bagaimana ia mengetahui profesi ku," Arkan menunduk sebentar menarik nafas lalu menatap Hans di depan nya, "Itulah sebabnya dia membenci ku, dia sangat menghargai manusia, sama seperti ibu nya."
Arkan berdecih pelan, "Dan dia semakin membenci ku saat menikahkan mu dengan nya."
Hans memandangi wajah pria di depan nya. Padahal di pikir-pikir, dia adalah pria yang paling di takuti Negeri ini bahkan di luar Inggris. Presiden, pemilik perusahaan dan orang kaya lain nya sangat takut pada nya tapi ia tak bisa apa-apa di hadapan putri nya?
Hans menarik nafas kecil, itu karena Arkan mencintai putri nya. Cinta hanyalah kelemahan, jika Ayah mertua nya tidak mencintai putri nya, dia bisa menjadi pria yang paling di takuti di dunia.
Hans memasang kuda-kuda sebelum akhirnya memukul bola putih itu dan tanpa di sengaja, benda nya masuk tepat ke atas lubang. Tak sengaja pula mata nya melihat ke arah jendela rumah besar berlapis emas, gadis yang menjadi topik pembicaraan sedang duduk bersandar di atas meja sambil memainkan ponsel nya.
"Aku sangat menyayangi nya, aku bisa merelakan dunia ini demi diri nya." Arkan menatap ke arah Hans yang juga menatap nya, "Kau tahu apa yang terjadi jika kau menyakiti nya, 'kan?"
Hans menelan ludah nya kasar, ia lihat jelas tatapan elang milik Ayah mertua nya, memang seperti tatapan predator manusia lain nya. Apalagi para pengawal yang berdiri jauh dari tempat nya berdiri memegang senjata api sambil menatap nya asing. Hans tersenyum kecil, "Jangan khawatir, tuan, Vee aman bersama ku," ia tersenyum manis, "Benar-benar aman."
"Kau sedang mengirim pesan pada siapa?"
Ponsel Vee di rebut begitu cepat oleh pria yang berstatus suami nya. Vee menggertakkan gigi nya, "Kembalikan pada ku!"
Hans meninggikan tangan nya dan menunduk menatap gadis yang menatapnya dengan kesal. "Kau menggunakan ponsel mu tiga jam lama nya. Apa yang kalian bahas?" Hans hendak membaca layar nya namun dengan cepat Vee merebut nya kembali lalu mematikan nya.
Hans tersenyum kecil melihat nya, "Tenaga mu kuat juga."
Vee berbalik menatap pria itu dengan tangan di belakang, berhati-hati jika pria itu hendak merebut ponsel nya lagi. "Apa mau mu?!"
Hans menaikkan kedua alis nya, "Tumben kau menanyakan nya," ia melipat kedus tangan nya, "Biasa nya kau tidak perduli dengan apa yang suami mu ini inginkan."
Vee diam sebentar menatap pria itu, "Kau mulai semakin menyebalkan."
Hans tersenyum sedetik lalu berdiri tegak, "Karena kau sudah menanyakan nya, aku ingin kau ikut ke acara makan malam keluargga—"
Vee melototkan mata nya, "Bibir mu tidak bergetar berbicara seperti itu?!"
"—Dan aku tidak menerima penolakan." Hans menatap nya datar.
Vee berdecih pelan, "Memang nya kau pernah melihat ku menuruti mu?"
Hans berjalan mendekat tanpa suara dan hanya terfokus menatap gadis itu yang sadar dengan pergerakan nya semakin menatap nya tajam hingga akhirnya ia berdiri tepat di hadapan Vee. "Dengar, Veela Gruber. Aku tahu kau pergi minum alkohol saat kau memanggil Catline ke rumah. Dan aku tahu, Ayah mu tidak suka anak gadis nya meminum benda itu, walaupun dia tak bisa apa-apa atas ujaran kebencian mu tapi dia tetap tegas dengan peraturan nya. Jadi," Hans tersenyum, "Kau ikut atau Ayah mu akan tahu?"
Vee menggertakkan gigi nya, tatapan nya menyiratkan kebencian dan ketidaksukaan tindakan Hans yang memonopoli pilihan nya. Tapi mengingat opsi dan juga membayangkan bagaimana jika Ayah nya tahu diri nya melanggar peraturan, Vee merinding. Vee menarik nafas berat, "Fine."
Hans tersenyum penuh kemenangan atas kepasrahan Vee. "Good, aku akan memberitahu Ayah mu, kau akan ikut."
Hans akan keluar lagi jika saja ia tak mendengar suara istri kecil nya itu.
"Kenapa kau sangat senang aku ikut acara itu?" Vee perlahan berbalik lalu tersenyum kecil, "Asal kau tahu, aku tak pernah mau mengikuti nya semenjak kematian ibu ku."
Hans diam sejenak, ia memandangi tangan nya yang memegang kenop pintu lalu menoleh ke arah nya. "Hanya hal kecil, Ayah mu akan memberi ku satu set senjata canggih jika berhasil membawa mu ke acara itu."
"Hanya untuk itu?" Vee menaikkan satu alis nya. "Hanya untuk mempermudah mu membunuh orang?"
Hans berbalik sepenuh nya dan menatap nya dingin, "Membunuh orang dan membiayai hidup mu."
Vee tersenyum miris sambil menggelengkan kepala nya samar, "Kau menggunakan ku untuk itu."
"Bersyukur lah Ayah mu adalah pria yang paling di takuti di sini." ucap Hans.
"Jika bisa," lagi-lagi suara Vee menahan pergerakan Hans yang ingin membuka pintu. "Aku memilih untuk mati ketimbang disuruh untuk 'bersyukur' atas Ayah atau suami seperti mu."
Hans terdiam, ia tak bisa membohongi bahwa setiap gadis itu mengeluarkan ujaran kebencian nya, Hans merasa hati nya berdenyut. Tapi ia selalu menahan diri nya untuk tidak membalas perkataan gadis itu demi keselamatan diri nya dari Ayah mertua nya. "Bersiaplah." itu adalah kalimat terakhir Hans sebelum akhirnya pergi meninggalkan Vee yang menghancurkan satu gelas di atas meja.
*.*.*.*.*.*.*.*.*.*
"Vee? Astaga, ini kau?"
Vee hanya tersenyum kecil membalas semua tatapan terkejut dari keluargga nya. Tak heran, ini adalah pertama kali nya Vee mau menghadiri acara keluargga rutin setelah tujuh tahun lama nya dan itu karena Hans, suami nya.
"Ku rasa dia sangat mencintai suami nya," bisik wanita berstatus bibi nya pada bibi yang lain namun masih bisa di dengar oleh Vee dan Hans. "Lihat, dia datang setelah di minta oleh suami nya."
Vee yang sedang menggandeng tangan Hans menarik nya hingga pria itu menundukkan kepala nya, "Darimana mereka tahu kau yang meminta ku pergi?" pekik Vee tertahan.
"Ayah mu, mungkin." Hans tersenyum mengejek. "Dia sangat menyayangi ku setelah tahu aku berhasil membawa mu kemari."
Vee tersenyum ke arah sepupu yang menyapa nya lalu kembali berbisik. "Aku akan memukul wajah mu setelah ini."
"Ayolah, sayang. Tindakan mu ini membuat tim ku mendapat senjata K27," Hans menatap nya, "Itu senjata langka dan mahal harga nya."
"Vee,"
Pemilik nama menoleh dan menemukan Ayah nya yang tersenyum menatap nya. "Ayah sangat senang kau mau ke acara ini."
Vee menarik nafas sembari membuang tatapan nya, "Hanya untuk kali ini."
Arkan tersenyum, ia tak perduli ketidakacuhan putri nya yang terpenting diri nya mau kembali bertemu dengan acara-acara nya.
"Oh! Di situ kau rupa nya!"
Baik Vee ataupun Hans sama-sama meringis melihat bibi yang sama sekali tak ingin mereka temui. Namun karena sudah menoleh, mereka tak bisa pergi.
"Aku sudah meracik ramuan 'tahan lama' untuk mu," ia mengeluarkan sebotol kecil berwarna biru. "Ini," Hans di paksa menerima nya. "Pastikan Vee tetap menyukai mu dengan ramuan ini."
Hans tersenyum, "Thanks, Aunty."
Bibi tersenyum manis dan menepuk pundak nya lembut lalu berjalan pergi, saat itulah ia baru sadar semua orang di sini menatap nya. Hans berdeham lalu berbisik ke arah Vee, "I can cum after 'doing' it all night, and your aunt gave me this?"
Vee menahan tawa nya susah payah, "Simpan saja untuk jaga-jaga jika Catline sudah mengeluh tentang mu."
"I hate her."
"Everyone in my family hates her."
"Mister Gruber!" Paman nya tersenyum, "Duduklah di sini, kita perlu berbicara. Sekedar paman dan suami keponakan nya."
Hans hendak melepaskan gandengan Vee namun tertahan sejenak, "Jangan minum alkohol sedikitpun. Minuman keluargga ku sangat kuat, tak pernah kau temui sebelum nya dan jangan sampai kau mabuk!"
T B C
ga komen ga lanjut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into Her
FanficHans merasa harga diri nya hancur saat istri nya tidak mau di sentuh sebagaimana perempuan lain nya saat melihat diri nya. Tapi ada satu yang membuat Hans selalu saja terdiam ketika berhadapan dengan gadis yang masih anak kuliahan itu. Mata nya, ma...