Into Her #3

503 87 16
                                    

Vee menyentuh dahi pria itu dan langsung menarik nya kala merasakan suhu yang panas di sana. Vee menarik nafas pelan lalu menoleh ke arah Maid yang ada di sana, "Ambilkan air dingin dan obat untuk luka darah nya."

"Siap, Nona."

Vee memperhatikan gadis muda itu berjalan pergi meninggalkan nya sendiri bersama suami nya di kamar. Vee kembali memperhatikan tangan nya yang masih mengeluarkan tetesan darah, "Luka itu tak seberapa dengan orang yang kau bunuh, Hans." monolog nya.

Vee perlahan membuka jas kehitaman nya dengan hati-hati, bau alkohol meruak. Lagi-lagi Vee menarik nafas lalu memperhatikan luka sayat di telapak tangan nya.

"Ini Nona."

Vee tersenyum meraih nya, "Terimakasih."

Vee mengurus pria yang tidak sadar itu dengan tulus sepenuh hati, tidak ada dendam di mata nya saat ini, karena yang ia lakukan sekarang adalah memenuhi tugas nya sebagai manusia bermoral. Vee bersumpah akan menggunakan kesempatan ini untuk memperparah kondisi nya jika dia bukan manusia yang bermoral.

Vee meletakkan kain itu hati-hati di atas kening Hans, tangan nya sudah selesai ia obati dan ia perban. Vee memperhatikan wajah pria itu lalu berdecih pelan, "Katakan aku yang mengobati nya jika dia bangun. Dan katakan untuk datang pada ku langsung jika dia tidak terima aku yang mengobati nya."

Maid itu mengangguk, "Siap, Nona."

Vee tersenyum lalu kembali menatap wajah pria itu sebelum akhirnya bangkit dari pinggir kasur dan berjalan pergi meninggalkan suami nya yang sudah tertidur di atas kasur nya.

*.*.*.*.*.*.*.*.*

Hans berjalan menuruni tangga dengan kemeja yang berbeda saat terakhir kali ia pakai semalam dan wajah nya terlihat bersih hari ini yang arti nya ia sudah mandi sebelum menuruni tangga dan berjalan mendekat menuju meja makan.

"Apa kesalahan pelayan atau aku yang salah dengar," Hans melangkag mendekat. "Kau yang mengobati ku dan masuk ke dalam kamar ku?"

Vee tak menoleh dan tetap menatap makanan nya, "Ku pikir itu cara mu untuk berterima kasih." Vee akhirnya menoleh, "Sama-sama."

"Apa—?" Hans mengerutkan kening nya melihat gadis yang masuk ke dapur. "Kau ingat jelas perintah ku, Vee. Kau tidak boleh naik ke lantai atas apalagi masuk ke dalam kamar ku, sudah ku peringatkan kau sejak awal!"

Vee berbalik dan menatap pria itu dengan tatapan khas nya, datar namun dingin. "Oh yeah?"

Hans menelan ludah nya kasar ketika tatapan itu kembali meneror nya, dia selalu saja terdiam.

Vee berjalan kembali menuju makan, lebih tepat nya ke arah pria itu berdiri lalu meletakkan mangkuk sup di atas meja kemudian menatap manik coklat itu. "Makan lah sebelum sakit mu semakin parah."

Hans mencekal tangan gadis itu sebelum ia melangkah pergi dan mencengkram nya kuat. Hans menatap nya tajam, "Jika kau melangkahkan kaki mu lagi —"

"Kau akan apa? Membunuh ku?" Vee tersenyum miring. "Aku akan senang jika kau melakukan nya. Tapi aku tidak yakin Ayah ku demikian."

Vee menarik paksa tangan nya, "Percaya atau tidak, aku lebih berkuasa di banding diri mu, Mister Hans."

Setelah mengatakan hal itu, Vee langsung duduk di kursi yang biasa ia duduki dan memakan sandwich juga roti bakar buatan nya sendiri. Vee menoleh ke arah Hans yang masih terdiam di tempat nya, tak menyangka gadis itu berani mengancam nya.

"Kau ingin makan sendiri atau di suapi?"

Hans tersadar lalu menarik nafas kasar, "Aku akan pergi."

"Kau juga tidak boleh bekerja hari ini."

Ucapan Vee membuat langkah kaki Hans terhenti seketika. "Apa maksud mu—?"

"Ayah ku juga sudah tahu tentang sakit mu dan dia memerintahkan mu untuk tetap di rumah." Vee mengunyah sandwich nya. "Bukan aku yang meminta nya."

Hans mengeraskan rahang nya, ia ingin sekali merobek senyum mengejek gadis itu namun ia tak berdaya mendengar perintah dari Ayah istri nya. Hans memaki dalam hati.

"Aku pergi," Vee menjepit roti bakar di mulut nya. "Jangan lupa makan sup nya."

Hans memperhatikan punggung gadis yang menenteng tas itu berjalan keluar lalu menendang kursi yang ada di dekat nya untuk melampiaskan emosi yang sudah menggebu-gebu. "Damn it!"

*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.

"Dia sangat sombong dengan kekuasaan Ayah nya." Hans mengotak-atik pistol nya. "Jika ada kesempatan aku akan membuang nya ke hutan dan membiarkan nya di makan hewan buas."

Tony bermain di kursi kayu di milik Hans, saat ini dia di halaman belakang rumah pria itu dan mendengarkan segala keluh kesah nya. Ia diam memperhatikan pria itu, "Bagaimana jika dia menjinakkan hewan buas tersebut?"

Hans menarik pelatuk pistol nya yang tak bersuara, "Apa maksud mu?"

Tony terkekeh pelan, "Dia sedang menunjukkan kepedulian nya, Hans."

"Dengan menyombongkan kekuasaan nya?" Hans memutar bola mata nya malas.

"Kau harus membuat diri mu terlihat besar agar predator pun tunduk dengan mu." Tony berputar di kursi nya. "Gadis itu melakukan nya."

"Melakukan apa?"

"Menunjukkan kebesaran nya agar kau tunduk." Tony tersenyum manis, "Lagipula, dia mengobati mu dan membuatkan mu sup, dia juga meminta mu untuk tetap di rumah. Tidakkah kau berpikir bahwa dia melakukan nya untuk diri mu?"

Hans yang tadi nya ingin menembakkan peluru nya ke burung yang sedang hinggap di pohon mengurungkan niat nya kala mendengar omongan teman nya.

"Dia juga melanggar perintah mu demi mengobati mu padahal dia tidak pernah menyentuh lantai tangga itu." Tony berputar lagi, "Dia peduli, Hans."

Hans menurunkan pistol nya dengan wajah yang memikirkan ulang ucapan pria itu lalu tersenyum miring. "Kau benar, dia memperdulikan ku."

*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.

"Selamat sore, nona kuliahan."

Vee yang baru sampai mengerutkan kening nya menatap pria yang menyambut nya dengan senyum merekah nya.

"Aku tidak memasukan racun ke dalam sup mu."

"Memang nya kau memasukan nya?"

"Sedikit racun serangga."

"Apa—"

"Aku hanya bercanda." Vee melangkahkan kaki nya melewati pria itu dan masuk ke dalam kamar nya.

Hans menyusul dan berdiri di daun pintu, "Bagaimana hari mu?"

Vee meletakkan beberapa buku ke atas meja lalu menarik nafas panjang, ia sedang menebak apa yang akan di lakukan pria itu. Sudah hampir dua minggu pernikahan mereka, pria itu tidak pernah menyambut nya sambil tersenyum apalagi menanyakan hari nya seperti yang sedang ia lakukan.

"Dengar," Vee berbalik menatap pria itu. "Aku tidak tahu apa yang kau inginkan tapi—"

Vee terdiam saat ia berbalik ternyata pria itu sudah berdiri di hadapan nya dengan tangan di kantung celana dan menatap nya intens. "Aku hanya ingin tahu," Hans mendekatkan wajah nya, "Kenapa kau perduli padaku."

























T B C

Into HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang