[26] You Did Whale

891 223 73
                                    

"Selamat sore, Ladin," adalah ucapan pertama yang didengar Ladin ketika ia mengangkat panggilan telepon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat sore, Ladin," adalah ucapan pertama yang didengar Ladin ketika ia mengangkat panggilan telepon.

Ada waktu dua detik untuk dia menjeda, lalu bergumam samar. "Iya."

"Udah lama nggak ketemu," ujar Kala dengan intonasi ringan. "Ketemu, yuk! Pasar malam yang waktu itu buka lagi di deket Pasar Johar."

"Kali ini bakal pakai kostum badut apa?"

Dari ujung telepon, suara tawa Kala terdengar renyah. Mengingat ajakannya beberapa bulan silam ke pasar malam memang untuk mempromosikan kedai Bunda dengan kostum Masha dan karakter kelinci.

"Enggak ada kostum apa-apa."

"Jadi?"

"Dateng sebagai Ladin Prawesti, orang hebat yang udah lama sekali enggak kutemui." Kala mengucapkan itu tampak santai sekali. Seolah-olah, ucapan itu memang layak diutarakan pada Ladin. "Setengah jam lagi aku jemput."

"Aku nggak bilang mau dateng."

"Di sini ada mi ayam," tambah Kala. "Kamu bisa beli gulali, kali ini boleh warna pink."

***

Ini kesibukan pertama yang Ladin lihat setelah sepekan terakhir menyaksikan kesibukan Ayah dan Ibu mengurusi berkas perceraian di pengadilan. Mengurus ini-itu, segala hal yang Ladin tidak pahami dan dia tolak untuk paham.

Keributan pada malam ini terdengar menyenangkan sebab sumber ributnya bukan lagi dari teriakan Ayah, juga bukan berasal dari cercaan isi kepalanya sendiri. Ada seorang anak kecil yang berlarian bersama keluarganya, ada teriakan nyaring berasal dari para pedagang yang memamerkan jualannya, juga ada sebuah sapaan yang menunggunya di depan wahana bianglala. Seorang laki-laki yang memakai kaos hitam dengan noda putih samar di sudut bawah bajunya.

Maka, Ladin mendatangi laki-laki itu.

"Hari pertama, makanya ramai," ungkap Kala ketika orang yang ditunggunya sudah sampai di hadapannya. Dia sedikit menunduk untuk menatap sebentar wajah si perempuan yang akhirnya kembali Kala temui. Senyumnya terbit, sebab rindu nyatanya memang hadir untuk melahirkan sebuah pertemuan, seperti saat ini. "Kapan terakhir kali naik mobil?"

Ladin mengangkat bahu. Ia mengikuti langkah Kala yang berjalan terlebih dahulu sebelum menyahut jawab, "setahun yang lalu, mungkin?"

"Aku kayaknya dua bulan yang lalu, deh," cerita Kala tanpa ditanya. "Naik angkot. Hehehe."

Dengan begitu, kakinya berhenti pada salah satu wahana bom bom car mini. Ladin menatapnya bingung, terlebih ketika kakak tingkatnya itu tiba-tiba mendatangi petugas di depan sana dan membayar Rp.6.000 untuk mendapatkan dua kertas tiket. Belum sempat menanyakan maksudnya, Kala justru mengajaknya masuk ke dalam arena bom bom car.

Fase dalam Lingkaran [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang