[6] Tempat Pelariannya Hilang

1.3K 320 164
                                    


Kafe umumnya padat di akhir pekan, tapi kafe ini justru sepi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kafe umumnya padat di akhir pekan, tapi kafe ini justru sepi.

Ladin menopang dagu di atas meja kasir sementara netranya memandang tak bergairah jajaran kursi kafe yang kosong. Sejak satu bulan yang lalu, kafe ini memang sepi pengunjung. Mungkin ada sihir yang memantrai agar tidak ada pengunjung yang datang. Apa pun itu, ini merupakan masalah serius.

Riri, salah satu karyawan yang bekerja di kafe, pernah mengatakan padanya bahwa kafe ini akan gulung tikar jika tidak ada pemasukan yang berarti. Terhitung tiga minggu ucapan Riri, tidak ada kemajuan kuantitas pengunjung kafe. Artinya, Ladin sedang berada di pintu masuk permasalahan baru di bab kehidupannya.

Tidak dapat bekerja artinya tidak ada pemasukan bulanan. Tidak ada pemasukan bulanan artinya Ladin akan hidup semakin menderita. Satu-satunya hal yang paling berharga di dunia ini adalah uang, kan?

"Tamat kita, Din." Riri keluar dari dapur sembari melepas celemek yang digunakannya. "Bos mau ke sini bentar lagi."

"Tumben," komentar Ladin. Bosnya jarang sekali datang mengunjungi kafe karena pengawasan biasanya dilakukan dari jarak jauh. Jika bosnya tiba-tiba datang, berarti ada suatu hal yang mendesak.

"Kayaknya beneran bakal bangkrut, deh. Emang kafe ini nggak ada harapan."

"Enak aja!" Ladin bersedekap, tak terima. "Makanan di sini enak-enak, kok! Tempatnya juga nyaman. Harusnya, kafe ini justru bisa berkembang pesat, kan?"

"Iya, kalau kafe deket kampus nggak makin banyak kayak jamur." Riri ikut menopang dagu di atas meja. "Kafe deket kampus, tuh, paket lengkap. Buka 24 jam, ada WiFi, pakai AC, ruangan nyaman, minumannya juga banyak pakai topping boba. Udah ngegaet mahasiswa banget, apalagi budak proker yang kerjaanya rapat sampai tengah malem."

Ladin tidak bisa menampik ucapan Riri karena memang faktanya seperti itu. Lengkung alisnya mendadak turun. "Yaahh, Mbak. Kalau kafe ini bangkrut, aku harus kerja di mana?"

"Banyak, sih, Din, tempat kerja buat mahasiswa. Tapi yang kerjaannya santai dan jam kerjanya selonggar di sini ... ah, jarang kayaknya."

Ladin setuju dengan ucapan Riri. Jam kerjanya di kafe sangat fleksibel sehingga ia bisa minta ganti sift kerja kapan pun. Tidak akan ada tempat kerja yang memberikan kebebasan seperti itu. Terkadang, jika ia merasa jenuh di kerangkengan rumah, ia akan langsung datang ke kafe untuk menyibukkan diri. Bahkan jika Bos mengizinkan, Ladin lebih ingin tinggal di sini.

Sepertinya, prediksi Riri benar-benar terjadi. Bos mereka datang tepat pukul lima sore dan hanya satu pengunjung yang datang hari ini. Itu pun hanya memesan satu gelas kopi espresso—kopi dengan harga termurah di kafe ini. Ladin sudah cemas saat Bos mulai membuka intro percakapan dengan menanyakan jumlah pengunjung dan menceritakan perekonimannya yang menurun. Lantunan Bos mengiringi kenyataan pahit yang sebentar lagi menyambutnya.

Fase dalam Lingkaran [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang