2.Hubungan kilat

1.4K 46 0
                                    

Vina yang pulang kerja sehabis berkerja lembur, seperti biasa amat lelah dan mengantuk dia sudah membayangkan betapa nyamannya tempat tidur itu, ia ingin segera tidur di tempat tidurnya.

Baru-baru ini Vina membeli rumah kecil tidak jauh dari kantornya hanya membutuhkan waktu 30 menit perjalanan, tidak seperti rumahnya yang hampir memakan waktu 2 jam lebih, dulu waktu Vina sekolah dia harus bangun jam 5 pagi, mandi, sarapan, lalu jam 6 berangkat ama pak sopir.

Ayahnya suka ketenangan, dan ibunya juga tak suka bersosialisasi dengan banyak orang jadi keduanya lebih memilih tinggal di sana setelah menikah. Walaupun ayahnya pulang-pergi lebih lama, tapikan ayahnya adalah pemilik perusahaan. Akibatnya semua masalah lama menumpuk yang membuat Vina sangat sibuk mengurusnya di perusahaan.

Setelah hampir tiba di rumah barunya, saat ia sedikit berkedip, Vina melihat sosok tinggi yang terlihat sangat akrab di depan mobilnya.

Tit... Tit...

Vina hendak kesal, memarahi orang yang kini seperti orang tuli yang tidak mau pindah dari depan mobilnya.

"Hei."

Eh?

"Davit!"

"Vina,.. Linear."

Vina terenyuh saat melihat wajah Davit yang di masa lalu penuh martabat. Sekarang sangat miris. Sedih coy.

"Davit, ada apa? Apa kamu punya masalah?"

"Vina!" Davit memeluk Vina, meletakkan kepalanya di sela leher cewek yang sebenarnya baru pernah dia temui 3 kali sebelum ini.

"Vit, mau ku antar pulang atau pulang ke rumahku dulu? Jangan salah paham. Rumahku ada di dekat sini aku takut kamu kenapa-napa."

"Hm."

...

Vina membawa Davit ke kerumahnya yang terdiri dari 2 lantai. Kecil tapi terasa hangat, ia ingin tinggal dengan Davit dan anak mereka di sini. Kebetulan di lantai ini ada sepuluh ruangan yang rencananya untuk kamar anak-anak dan ruang kerjanya dan Davit. Lantai satu ada ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, 2 kamar tamu dan beberapa ruang kosong lagi yang bisa jadi ruang apapun.

Walaupun terlihat besar sebenarnya tidak ada apa-apanya dengan rumahnya yang sebesar kastil, apalagi taman bunga ibunya yang seperti labirin.

"Davit, silahkan masuk! Aku baru pindahan jadi rumahnya agak berantakkan, aku sibuk ngurus perusahaan jadi enggak sempat beres-beres deh. Oh iya duduk aja di sofa, mau minum? Kopi, teh atau susu?" Tanya Vina racau, ya dia sedikit ceroboh saat mau bilang susu ibu hamil.

Dada Davit tercekat, kala Vina menyebut-nyebut susu. Tapi, saat dia melihat perutnya yang berisi calon anaknya, Davit tak tega memberikan kopi yang selalu di minum di masa lalu.

Jangan salah paham, walaupun di luar ia tampak dingin, ia sebenarnya menyukai anak-anak, sayangnya dia anak tunggal di keluarga Josepch.

Meskipun ia mendapatkannya dengan cara yang salah, anak ini tetap darah dagingnya sendiri.

Davit bersusah payah untuk menyebut susu di hadapan wanita cantik di hadapannya, Davit menggigit bagian bawah bibirnya sambil berkata. "Susu..." Setelah itu mata Davit terpejam lama sebelum terbuka lagi. Lelah.

"Oh. Oke."

Setelah 5 menit Vina kembali dengan secangkir susu yang merupakan susu ibu hamil.

"Terima kasih."

"Hm, kamu kenapa berjalan di jalan seperti tadi, sopirmu kemana?" Tanya Vina khawatir pasalnya ia tau Davit sedang hamil sekarang, berjalan sendirian seperti tadi sangat berbahaya. Davit itu ganteng banget malah bisa aja ada orang aneh bermaksud jahatkan, hati orang tidak ada yang tau.

Davit melihat ke arah Vina yang terlihat khawatir, entah kenapa ia memiliki pemikiran aneh di kepalanya, jika saja wanita di depannya yang menjadi pasangannya bukankah itu akan sangat bagus. Lagi pula walaupun Vina masih muda di sudah jadi pemimpin perusahaan, dulu dia sangat benci dengan wanita yang hanya bisa belanja dan menghabiskan uang tanpa tau bagaimana berkerja keras untuk menghasilkan uang itu.

"Vin?"

"Mn."

"Davit Josepch!" "Vina Linear." Teriak keduanya serempak.

Davit menyerah menarik nafas dalam-dalam, memberi isyarat agar Vina duluan.

"Davit, aku menyukaimu! Apakah kamu mau menikah denganku!" Tanya Vina dengan wajah serius.

Ah!

"Vina, sebenarnya aku juga lumayan menyukaimu. Tapi, aku..." Davit menggertakkan gigi sambil berkata. "Aku... Aku hamil sekarang, aku tidak tau siapa orang yang telah menghamiliku. Aku merasa tidak layak untukmu!"

Ah! Dia tau?

Vina tersenyum sambil memeluk leher Davit.

"Ga papa, aku tetep cinta kamu, kita menikah?"

"Kamu ga papa, mungkin aku hamil anak-anak dari para penculik yang sebulan lalu menculikku..."

Dahi Vina menyeringit, Wong janin di perut Davit itu adalah anaknya sendiri, bagaimana bisa jadi anaknya para penculik.

"Pokoknya aku mau kita menikah, TITIK!"

"Ah. Oke, kapan?"

"Besok, sekarang kamu tidur dulu sayang!"

"Secepat itu?"

"Iya, nunggu perut kamu besar aku juga ga papa. Aish, aku suka banget bayangin kalau lihat kamu dengan perut buncit!"

"Vin?!"

"Apa? Kamu tetep ganteng kok."

Cup.

...

Aku up satu part lagi. Mungkin bakal lama lagi up nya. Karena aku revisi dulu.😁

Tbc.
Bye. Bye...

EgoistisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang