Normal POV
Pagi hari kali ini disambut baik oleh (Name). Pasalnya, hari ini ia tak bangun terlambat, dan langsung bersiap pergi ke sekolah.
Selesai memakai seragam, (Name) menuju kebawah untuk sarapan. Tapi ia tak ingat, ia bangun jauh lebih pagi hari ini. Yang berati, Riku belum bangun.
(Name) kemudian berjalan ke arah meja makan dan melihat nya dalam kondisi tak ada makanan satu pun. Menghela nafas panjang, ia kemudian memilih mencari roti tawar dan selai.
Mulai lah (Name) mengoleskan selai coklat pada Roti, kemudian memakannya. Tak lupa, ia membawa satu potong roti untuk dijadikan bekalnya. Ia juga meninggalkan dua potong roti untuk Riku.
(Name) kemudian berjalan keluar rumah. Ia mulai menyusuri jalan pagi yang masih sepi. Mata nya mulai melirik ke kanan dan kiri, baru sedikit orang yang berlalu lalang pagi ini.
Ia mampir ke minimarket untuk membeli sekotak susu. Manik (e/c) nya tak sengaja melirik deretan rak coffe, ada senpai nya disana.
Sekarang, (Name) malah yang bingung, ia harus menyapa senpai nya atau pura - pura tak menyadari kehadiran senpai nya. Tapi bukannya opsi kedua itu tak sopan ya? Meski begitu (Name) tetap melakukan nya.
Matanya berpura pura terus melihat merek susu satu berganti ke lain, dan itu ia lakukan selama tiga menit. Di pagi kurang lebih pukul enam, hanya ada dua pembeli di minimarket, membuat Levi sadar akan (Name) yang berada dirak susu.
Levi menapak kaki ke arah (Name) tanpa suara, dan tanpa aura yang mendekat.
P U K! Satu tepukan jatuh pada bahu (Name), membuat sang empu kaget dan refleks menengok belakang guna melihat pelakunya.
J L E B! Jantung (Name) bagai ditusuk panah. Sekarang ini, ia tengah bertemu dengan seseorang yang dihindarinya. Mana muka nya cuman berjarak lima centi lagi.
"A-Anoo... Etto---Kenapa Senpai?" Tanya (Name). Bukannya menjawab, Levi malah mengamati setiap lekuk wajah (Name) bagai pemandangan surga.
Hening selama beberapa menit, (Name) kemudian memutuskan untuk bertanya lagi. "Kenapa, senpai?" Tanya (Name) lagi.
"Tak apa" Jawab Levi melenggang ke arah rak coffe lagi. (Name) yang merasa aneh dengan sikap senpai nya itu, memutuskan untuk mengambil susu kotak lalu membayarnya.
"Hmm... Senpai sedikit aneh tadi" Gumam (Name) kembali menelusuri jalan menuju sekolah nya.
"Ho? (Name)? Tumben kau berangkat pagi?" Tanya Sasha yang tiba - tiba berjalan disebelah (Name). "Hm? Entah, aku hanya tak ingin terlambat" Jawab (Name).
T S U K! Sedotan kemudian (Name) tusukkan ke bungkus susu kotaknya. "Hanya senang hari ini tak ada pelajaran matematika" Sambung (Name) kemudian menyeruput susu kotaknya.
"Huh? Kau benci matematika ya?" Tanya Sasha seraya mengisi keheningan, tak lupa ia juga menggigit kentang yang ada di tangan nya. "Sangat--amat benci" Jawab (Name) mengepalkan tangan kirinya.
Langkah demi langkah mereka tempuh, hingga tanpa sadar mereka telah berada di gerbang depan sekolah sekarang. Mereka meneruskan berjalan sampai ke sekolah.
Biasanya, sekolah sudah ramai sekarang. Tapi entah kenapa, hari ini sekolah masing sangat--sangat sepi. "Eh? Hari ini tak libur kan?" Tanya Sasha memastikan. "Sepi doang.. masih ada siswinya kok" Jawab (Name) tenang.
(Name) kemudian meletakkan sepatu nya di rak yang sudah disediakan. Melihat Sasha yang masih kebingungan, (Name) pun mencoba menenangkannya lagi.
"Tenanglah, Sasha. Teman sekelas kita pasti ada yang sudah masuk. Lagi pula ini memang masih pagi" (Name) berucap sambil menggesekkan tangannya di punggung Sasha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Feelings | Levi Ackerman ✓
Fiksi Penggemar[ Completed ] "ʟᴇᴠɪ ᴀᴄᴋᴇʀᴍᴀɴ? ꜱɪᴀᴘᴀ ʏᴀɴɢ ᴛᴀᴋ ᴍᴇɴɢᴇɴᴀʟɴʏᴀ? ᴋᴇᴛᴜᴀ ᴏꜱɪꜱ ᴛᴇʀᴘᴏᴘᴜʟᴇʀ ꜱᴇ - ꜱᴍᴀ" Jika dikatakan banyak sekali gadis yang ingin berpacaran dengan nya, tapi selalu ditolak dan pada akhirnya mereka semua menyerah. Tapi kukatakan disini aku mem...