Pusing

8.1K 238 15
                                    

Satu bulan kemudian...

'drrrttt....drrrttt...'

Aldebaran mengerjap, meraih gawai di atas nakas. Alarm berbunyi. Jam 08.00 pagi. Saatnya bersiap untuk ke kantor.

"Ndin.. bangun!" Aldebaran mengusap pipi Andin.

"Hmmm..."

"Bangun, Ndin. Udah jam delapan. Kamu gak ke kampus?"

"Hmm.." perlahan Andin membuka mata. Badannya terasa ada yang berbeda. "Aku gak ke kampus, Mas. Nggak ada jam hari ini"

"Saya mandi dulu ya. Udah siang"

"Iya mas." Andin kembali tidur.

***

"Yah..tidur lagi. Ndin.. Andin.. saya mau berangkat ya. Kamu nggak bangun, makan?"

Andin tak bergeming. "Andin.." Aldebaran mendekati istrinya yang masih pulas.

'drrrttt...drrrt... Gawai Aldebaran berbunyi. Panggilan masuk dari Rendy.

"Ya, Ren?"

"Ya, Pak. Saya mau mengabarkan, bahwa pemesanan anting satu bulan yang lalu sudah selesai, Pak. Hasilnya sama persis dengan aslinya."

"Oke, Ren. Nanti kasihkan ke saya di kantor saja ya. Ini saya sudah mau berangkat".

"Baik, Pak."

Sambungan terputus.

"Ndin, saya berangkat dulu ya". Andin tah bergeming. Aldebaran berpamitan mencium kening Andin.

***

"Al? Andin mana?"

"Andin, gak ada jadwal ngajar, Ma. Jadi masih tidur".

"Mama sakit ya pa?" Rheyna sambil menyendok sereal ke mulutnya.

"Enggak, Nak. Mama ngantuk aja".

Aldebaran mengoleskan selai ke lembar rotinya kemudian melipatnya dengan lembaran roti yang lain.

"Aku..langsung berangkat ke kantor dulu ya, Ma"

"Kan belum selesai sarapannya"

"Ada yang mau aku bahas sama Rendy pagi inj, Ma. Habis itu mau meeting sama klien dari Jerman. Mungkin hari ini aku pulang agak telat".

"Oh OK. Be carefull ya my son".

Aldebaran menyalami Mama Rosa, kemudian mencium pipi Rheyna putrinya. "Belajar yang pinter ya, Nak. Papa pergi dulu"

"Iya, Pa. Papa hati-hati ya".

***

"Oke mirna, let's go. Kita anter Rheyna sekolah. Saya tunggu di mobil ya".

"Siap, Bu Bos."
"Gemoooy, udah siap? Yuk seko...lah"

"Siap, encuuss, tapi aku mau pamitan sama mama dulu"

"Gemoy mau pamitan sama mama? Yuk ncus anter"

"Oke encus"

***

Tok..tok...tok...

"Ndin, rheyna mau pamitan". Tak ada sahutan. Mirna memutar knop, dan membuka pintu.

Mirna dan Rheyna masuk.

"Mama.. aku berangkat sekolah dulu"

"Hmm.. iya sayang. Cium mama, nak"

"Elo kenapa, Ndin? Sakit?"

"Nggak, Mir. Gue ngantuk dan, sedikit capek aja. Nitip Rheyna ya."

"Siap, Ndin. Ini kan udah jadi tugas gue. Elo istirahat aja ya."

"Makasih ya, Mir. Rheyna baik-baik di sekolah ya sayang. Maaf mama nggak nganter hari ini".

"Iya. Gapapa, ma. Aku berangkat ya, ma. Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

Rheyna dan Mirna keluar kamar meninggalkan Andin yang kembali asyik dengan dunia mimpinya.

***

'Duh.. kok pusing banget ya' Andin berjalan ke luar kamar sempoyongan, namun tetap ia paksakan. Ia bermaksud ingin menuju meja makan, perutnya terasa sangat lapar.

"Kok sepi banget ya"

'oh iya, Mas Al kerja. Mama sama Mirna nganter Rheyna. Kiky kemana ya.. Andin clingak-clinguk. Sepi. 'Kiky belanja kali ya'. Andin menarik kursi di meja makan. Kepalanya terasa sangat pusing. 'Gak biasanya begini, kenapa ya'.

Andin mengambil dua lembar roti dan hendak mengoleskan selai di atasnya. Baru saja membuka tutup botol selai, perut terasa tidak karuan. Ada dorongan dari dalam, hingga ia merasakan mual. Ia berjalan cepat ke wastafel di kamar mandi samping ruang tengah.

'hoekkk..hoekkk'

Andin memuntahkan isi perutnya. Terasa sangat pahit. Maklum saja, hingga siang ini perutnya belum terisi makanan sedikit pun. Ia terduduk lemas di samping wastafel. Ia ingin menghubungi Aldebaran sekedar memberi kabar. Tapi ponselnya tertinggal di kamar.

"Mual banget.. kepalaku juga pusing. Kenapa ini"

Baru ingin melangkah keluar dari kamar mandi, mual itu kembali datang.

'hoekkk..hoekkkk'

Terkuras habis isi perutnya. Tubuhnya terasa semakin lemas. Ia kembali terduduk di dekat pintu memegangi perut dan kepalanya.

Andin berusaha bangun. Sekuat tenaga ia kumpulkan untuk berjalan ke meja makan. Matanya berkunang-kunang. Pandangan yang semakin kabur, kepala yang semakin sakit, serta tubuh yang semakin berat.

"Maass.. Mas Al..."

Gelap. Andin terkulai lemah di lantai. Kakinya tak lagi mampu menopang berat tubuhnya.

***

Ikatan Cinta ArmadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang