Terimakasih

6.9K 217 11
                                    

"Yang lembut yang bagaimana?" Posisi Aldebaran tepat di depan wajah Andin. Nafas Andin terengah terlihat naik turun. Ia berusaha mengatur nafasnya.

"Yang begini?" Jari telunjuk Aldebaran berjalan di wajah istrinya. Dari wajah berjalan perlahan, perlahan, dan terus turun hingga ke pinggang.

Andin menggeliat "Kamu cari kesempatan ya mas. Kamu yang mancing-mancing aku" Ia mengalungkan tangannya di leher Aldebaran, dan menariknya agar semakin mendekati wajahnya. Dua bibir akhirnya menempel. Andin melumatnya.

Seperti kucing diberi ikan asin, kucing mana yang akan menolak. Apalagi umpan kali ini ikan kakap! Aldebaran bringas. Ia merasa Andin lebih bergairah kini. Saat sedang hamil.

***

Tok..tok..tok..

Ketukan di pintu terabaikan. Mama Rosa berdiri mematung di depan pintu menunggu si pemilik kamar membukanya.

Tok..tok..tok..

'ceklekkkkk'

Mama Rosa memutar knop pintu namun tak bisa terbuka. Pintu dikunci dari dalam. Mama Rosa menahan senyum.

"Oh my son, ini masih tengah hari" Mama Rosa bergumam. "But.. you looks like your father. Kamu persis seperti papamu"

***

"Jadi kamu pulang tengah hari begini buat...ehemmm" Mama Rosa menggoda Aldebaran saat bertemu di ruang tamu. Mama Rosa membalikkan halaman majalah. Ia mendongak tersenyum ke putranya.

"Bukan maa.. bukan gitu." Aldebaran salah tingkah.

"So.. iya juga gak apa-apa. Never mind. She's your's" lagi-lagi Mama Rosa tersenyum.

"Andin tadi pingsan, Ma. Di rumah gak ada orang. Jadi aku pulang"

"What?! Pingsan? Why? Kenapa? Ada apa?" Mama Rosa menutup majalah. Mimiknya terlihat serius.

"Itu ma.. apaa.." Aldebaran terseyum "Andin hamil ma"

Kedua netra Mama Rosa berbinar. "Hamil? Pregnant? Oh selamat ya my son. Its precious. Kamu hebat" tangannya menepuk bahu Aldebaran.

"I feel so happy to hear that. Mama bahagia sekali. Mama gak nyangka bakal dikasih secepat ini. Once more, congratulation, selamat ya Al. Kamu akan segera punya momongan, mama akan segera menimang cucu. Rumah ini pasti akan lebih ramai. Reyna juga pasti akan sangat bahagia karena mau punya adik" tak terasa titik bening menggenang di ekor mata wanita yang sudah berumur itu. Air mata bahagia.

Aldebaran memeluk Mama Rosa. "Terimakasih ma, aku juga sangat bahagia. Akhirnya aku dan Andin bisa melalui semua ini walaupun belum sepenuhnya kami bisa membuktikan kebenaran itu"

"Its oke Al. Mama memang sangat berharap kebenaran itu segera terungkap. But.. kita hanya bisa menunggu saat itu tiba".

"Reyna mana ma?" Aldebaran melepaskan pelukannya mengedarkan pandangan ke sekitar. 'sepi' fikirnya.

"Reyna ada di taman belakang. Lagi main sama Mirna"

"O.. aku berangkat dulu ya ma. Aku titip Andin. Dia gak boleh keluar kamar ya ma. Harus bedrest"

"Oke Al. Kamu hati-hati ya. Jangan khawatirkan Andin. Dia aman sama mama"

"Makasih ya ma"

"Oke Al. Than...go!" Mama Rosa melepas kepergian putranya dengan senyum merekah.

***

"Assalamualaikum. Halo Al? Ini papa udah di kantor kamu. Tapi kamu nggak ada"

"Waalaikumsalam. Oh, iya pa. Ini saya sebentar lagi sampai pa, papa tunggu sebentar ya" Aldebaran dari sambil membenarkan posisi headset nya, dan tangannya kembali fokus ke kemudi.

"Jadi kamu belum di kantor Al?"

"Tadi pagi waktu saya telfon papa, saya di kantor pa. Tapi ini tadi saya pulang karena Andin pingsan"

"Pingsan?! Ada apa Al? Andin gimana sekarang keadaannya? Andin baik-baik aja kan?" Pak Surya mencerca Aldebaran dengan pertanyaan beruntun.

"Alhamdhulillah Andin baik-baik saja pa. Nanti sampai di kantor saya aja ya pa ceritanya" lagi-lagi segaris senyum terlukis di wajahnya.

"Oke Al. Papa tunggu di ruangan kamu ya"

"Baik pa" Aldebaran menekan tombol 'off' pada headset dan menanggalkannya.

Tak lama berselang, mobil Aldebaran memasuki area perkantoran miliknya. Memarkirkan mobil dan segera melangkah masuk menemui Pak Surya.


***

Ikatan Cinta ArmadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang