Posesif

7.7K 234 10
                                    

Andin perlahan membuka mata. Ia merasakan Aldebaran sedang memeluknya begitu erat. Satu tangannya mengusap kepala Aldebaran.

"Kamu, ngapain mas?" "Ini..aku dimana?" Andin berusaha bangun.

"Kamu tadi pingsan, makannya saya bawa kesini"

"Ya terus... Aku kenapa, Mas?"

Aldebaran tersenyum dan kembali menitikkan air mata. Kebahagiaannya tak bisa diungkapkan. Ia terlalu bahagia.

"Maaf Bu, ibu tadi pingsan karena ibu sedang hamil" dokter yang menangani, bisa memahami situasi dan akhirnya angkat bicara.

Andin terbelalak. "Serius, Mas?" Ia memegang lengan Aldebaran, mencari jawaban disana.

"Ya, benar" sekali lagi Aldebaran memeluk istrinya. Andin pun tak kalah ikut bahagia. Titik bening perlahan turun di pipinya.

"Terimakasih sudah menjadi istri terbaik saya, terimakasih sudah memberikan saya keturunan" lirihnya.

"Bukan kepada aku, Mas. Tapi kepada Allah. Tuhan yang memberikan semua ini."
"Terimakasih selalu ada saat aku butuh, Mas"

Aldebaran melonggarkan pelukannya. Menyibak anak rambut Andin yang menutup wajahnya. Wanita yang beberapa bulan ini ia nikahi terlihat semakin memikat.

Andin berusaha turun, namun kepalanya masih terasa berat.

"Kok saya masih pusing banget ya, dok"

Aldebaran memapahnya duduk di kursi di balik meja, dimana dokter itu menuliskan resep.

"Itu hal yang wajar di awal kehamilan ya Bu, yang disebabkan oleh perubahan hormonal."

"Jadi gimana dok solusinya?" Aldebaran menyentuh tangan Andin. Kekhawatirannya terbaca oleh dokter.

"Bapak dan Ibu tidak usah khawatir. Ini hal wajar Pak, Bu. Memasuki kehamilan trimester tiga nanti perlahan akan berkurang keluhan awal kehamilan ini." Dokter itu tersenyum ramah.

"Untuk mengurangi keluhan itu, Bu Andin saya saya sarankan jangan terlalu capek, jangan banyak aktivitas, bahkan..bedrest akan jauh lebih baik. Setidaknya biar tubuh ibu bisa siap menghadapi kehamilan dan badan lebih fit"

Aldebaran dan Andin termangu. "Tapi perlu opname gak dok?"

"Oh, tidak usah, Pak. Ini saya tuliskan resep dan obatnya bisa ditebus ya, Pak"

"Oh ya, kalau begitu terimakasih ya dok. Kami permisi dulu" Aldebaran berpamitan dan segera berdiri. "Hati-hati, Ndin" ia melingkarkan tangan di bahu istrinya, menjaganya agar merasa aman.

***

"Mulai sekarang, kamu gak boleh keluar-keluar dari kamar ya, Ndin. Kalau perlu makan, atau apapun biar Kiky yang bawa ke kamar. Boleh keluar kamar kalau sama saya".

"Apaan sih, Mas. Masa keluar kamar aja gak boleh. Ya bosen akunya, Mas." Andin mendongak melihat suaminya yang berdiri di hadapannya

"Saya nggak mau kejadian seperti ini terulang lagi ya Andin"

"Tapi Mas, gak gitu juga. Apa gak kasihan sama aku, aku bosen di kamar, aku BT, mati gaya, malah jadi stress gimana? Kamu mau istri kamu gila? Kan kasihan anak kita juga mas. Dia butuh hiburan. Kalau mamanya stress...anaknya gimana dong" Andin coba merayu.

"Yaudah kamu boleh keluar kemana saja. Asal sama saya. Selain itu gak boleh".

"Beneran mas?"

Aldebaran mengangguk. "Ya. Tapi ingat. Hanya sama saya. Bukan sama yang lain"

"Hehe, gapapa deh mas. Makasih ya suami akooh, papanya Aladin" Andin mengusap perutnya yang masih terlihat rata.

"Apaan sih.. Aladin apaan" Aldebaran mengeleng dan mengernyitkan dahi. Agaknya ia tak suka dengan nama itu.

"Yaudaaah, kalau gak mau Aladin, kamu maunya siapa mas?" Mata Andin berbinar. Lagi-lagi ia menggoda suaminya.

"Terserahlah siapa, yang penting bukan Aladin. Masih ada kan nama yang lebih bagus?"

"Kamu tuh ya mas..istrinya hamil itu kamu harusnya berubah. Yang manis..yang lembut. Aku juga pengen dimanja seperti orang-orang diluar sana."

Aldebaran kelihatan salah tingkah. 'bener juga kata Andin. Dia kan lagi hamil. Jangan sampai dia tekanan batin gara-gara gue yang kaku'.

Aldebaran membungkukkan tubuhnya mendekati Andin. Semakin dekat hingga ia bisa merasakan desahan nafas sang istri.

Andin melihat suaminya mendekat, merasa gugup. Justru hal yang sangat ia harapkan saat bisa berdekatan dengan suaminya malah ia menampakkan mimik wajahnya yang sedang terkejut. Jantungnya berdegup sangat kencang, hingga ia khawatir suaminya pun bisa mendengarnya.

***

Ikatan Cinta ArmadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang