"Kalau begitu sekarang ayo kita naik sepeda!"
Ajakan Karina disambut dengan antusias oleh Seunghun. Mereka berdua segera berjalan ke arah sebuah tempat penyewaan sepeda yang tak jauh dari tempat mereka mengobrol sebelumnya.
Sesampainya di sana, mereka hanya menemukan satu sepeda tersisa.
"How does this thing work..?" tanya Karina.
Ia bingung karena tak melihat seorang pun di tempat penyewaan sepeda itu. Apakah mereka bisa menggunakannya begitu saja dan mengembalikannya ke tempat semula saat sudah selesai?
"I should register via an app to get the access to use the bike. Tapi.. sepedanya cuma satu." laki-laki itu menghela napasnya.
Mereka bisa saja mencari tempat penyewaan sepeda lainnya, namun akan sangat menghabiskan waktu untuk berjalan lagi. Ia memandangi satu-satunya sepeda yang terparkir di sana dengan ragu.
"Kau bisa memboncengku kan?"
Pertanyaan Karina berhasil membuat pemuda itu melotot.
"Hah?"
"Aku akan duduk di belakang."
Walau agak ragu, Seunghun tetap menuruti permintaan gadis tersebut. Ia segera mengeluarkan ponselnya untuk mengakses izin sewa sepeda tadi lewat sebuah aplikasi khusus.
Karina yang menyaksikan hal itu tak mengatakan apapun.
Setelah memasukkan kode sepeda, Seunghun pun membuka gembok yang mengunci sepeda tersebut. Ia lalu segera menaikinya, diikuti dengan Karina yang duduk menyamping di boncengan belakang.
"Kita tak akan jatuh kan?" tanya gadis itu skeptis.
"Selama kau bisa duduk tenang kita tidak akan jatuh." tutur Seunghun sembari menengok ke arah Karina yang duduk di belakang.
Laki-laki itu perlahan mulai mengayuh pedal sepeda itu. Di saat yang sama, Karina melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Seunghun.
DEG.
Hal itu lantas membuat detak jantungnya mendadak tak karuan. Namun Seunghun berusaha sebaik mungkin untuk tetap tenang.
Ia khawatir jika sikap gugupnya malah akan mencelakakan dirinya sendiri dan juga Karina. Bukan hanya sakit yang akan mereka rasakan, namun juga malu. Situasi di Vrijthof siang itu cukup ramai. Akan sangat konyol jika mereka sampai jatuh dan disaksikan banyak orang.
Sementara itu, hanya ada satu hal yang terpikirkan oleh Karina saat ini: this is so damn romantic. Rasanya ia dan Seunghun seperti menghidupkan sebuah novel romansa yang ditulis seseorang yang sedang jatuh cinta.
"Do i have a crush on him?" batinnya.
Gadis itu dapat merasakan jika pipinya memanas. Ia tersenyum untuk sepersekian detik karena tak dapat menahan perasaan bahagia yang membuncah di dalam dadanya.
Tak apa, lagi pula Seunghun tak mungkin melihatnya. Laki-laki itu sedang sibuk mengendarai sepeda.
"Mau kemana lagi kita?" tanya Seunghun tiba-tiba.
Pertanyaan laki-laki tersebut membuat Karina tersadar dari lamunannya. Ia pun dengan cepat merespon ucapan Seunghun.
"Uh- terserah kau saja!"
Tak jauh berbeda dengan Karina, Seunghun yang sejak tadi tak mengatakan apa-apa ternyata sedang memikirkan sesuatu pula.
Ia tak mengerti bagaimana seorang perempuan yang baru saja dikenalnya beberapa hari lalu bisa membuatnya merasa gugup sekaligus bahagia di waktu yang sama.
Seunghun tak merasakan apapun saat berpapasan dengan Karina untuk pertama kali. Namun saat mereka bertemu lagi di depan restoran, sejujurnya ia ingin gadis itu tinggal lebih lama untuk berbincang dengannya. Namun ia terlalu malu untuk berkata jujur pada Karina.
Di samping itu, ada hal lain yang juga melintasi pikirannya. Lagi-lagi Seunghun bersyukur karena adiknya tak ada di sini sekarang.
Sudah terbayang bagaimana reaksi Hyunsuk jika melihat 'kemesraan'-nya dengan Karina. Sang adik pasti akan menceritakannya pada ibu, dan ibunya sendiri tak mungkin tinggal diam setelah mengetahui hal itu. Bisa-bisa Seunghun jadi incaran orang rumah saat pulang nanti.
Kalau sampai ia tak sengaja menceritakan satu hal saja yang ia lakukan hari ini bersama gadis tersebut, Hyunsuk tak akan berhenti mengganggunya, bahkan mungkin, hingga esok pagi tiba.
–
Langit di atas kota Maastricht yang seharian ini terlihat cerah akhirnya mulai berubah warna. Semburat oranye perlahan mendominasi dari balik awan.
Di saat yang sama, Karina dan Seunghun melangkah beriringan menyusuri jalan pulang. Setelah mendatangi berbagai tempat dan melakukan banyak hal bersama, mereka memutuskan untuk pulang sebelum hari makin gelap.
Setelah berjalan cukup jauh, sepasang pemuda-pemudi itu akhirnya sampai di depan bangunan restoran tempat Seunghun tinggal.
"Sayang sekali kita harus berpisah disini. Tapi aku benar-benar berterima kasih." ucap Karina tulus, tak lupa sambil menunjukkan sebuket bunga pemberian Seunghun tadi pagi.
"..Jika bukan karenamu, mungkin hari-hariku di sini akan terasa membosankan."
"Sama-sama, aku ikut senang mendengarnya."
Karina lalu mengambil ponselnya dari dalam tas dan memberikannya pada lelaki tersebut.
"We took lots of pictures together. Mind giving me your phone number? So I could send them to you."
Seunghun pun mengambil ponsel yang ada di tangan Karina. Bukannya menuliskan nomor telepon, ia malah mengetikkan alamat surel miliknya di notes app milik Karina.
"Email should be just fine I guess." ujar Seunghun seraya mengembalikan ponsel gadis itu.
"Uh.. yes. No problem."
Dahi Karina sedikit berkerut selagi memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Ia tak mengerti mengapa pemuda itu malah memberikan alamat surel alih-alih nomor telepon. Namun sedetik kemudian ia teringat akan sesuatu.
Nanti setelah kembali ke Korea, ia bisa dengan mudah mengirimkan surel pada Seunghun. Menelepon ke luar negeri hanya akan menghabiskan banyak biaya.
Walau Karina berasal dari keluarga berada, ia termasuk orang yang memiliki banyak pertimbangan terkait hal semacam ini.
"Well, see you when I see you." tuturnya sebelum meninggalkan lelaki itu.
Entah mengapa, kalimat gadis tersebut meninggalkan kesan yang tak biasa bagi Seunghun. Ia hanya bisa terdiam sembari menyaksikan sosok Karina yang perlahan menjauh. Ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya saat ini.
Laki-laki itu merasakan perasaan yang sama dengan hari dimana ia bertemu Karina pertama kali, dan sekarang, untuk kedua kalinya ia tak dapat mengutarakan maksud hatinya yang sebenarnya.
Walau benci untuk mengakuinya, Seunghun benar-benar yakin dengan perasaannya terhadap gadis itu. Ia sama sekali tak ingin Karina pergi.
-tbc-
KAMU SEDANG MEMBACA
Attention [COMPLETE]
FanfictionKarina, gadis yang baru saja menginjak usia 20 tahun itu meninggalkan tanah kelahirannya untuk pergi ke Belanda, tepatnya ke kota Maastricht. Bukan untuk melanjutkan pendidikan atau bekerja, ia pergi ke sana hanya untuk bersenang-senang. Di kota yan...