『••✎••』
"Mau pulang?"Aku mengangkat alis, "Kenapa? Kakak gak betah di asrama?"
"Bukan gitu."Terdengar helaan napas disana. "Cuman jaga-jaga aja, Ayah lagi ke luar kota kan?"
Aku reflek tertawa, jarang-jarang mendapat perhatian dari si sulung membuatku sedikit geli ingin mengerjainya, "Kata Dokter masih sepuluh hari lagi. Aduh-aduh ada yang sudah tidak sabar."
"Engga ih Mama, serius deh."
"Kalau mau pulang, gapapa sini. Nanti Mama yang izinin, atau jangan-jangan kakak yang lagi pengen bolos?"
"Aku ga modus buat bolos kok, ijinin aja, aku nemenin di rumah sampai Ayah pulang."
"Wah, ayah besok pulang."
"Kata Ayah, masih tiga hari lagi."
Yee, Sen ga asyik diajak bercanda, aku tertawa, "Mau pulang sore ini?"
"Iya."
"Nitip takoyaki yang di stasiun bawah tanah, Kak."
"Mama ngidam?"
"Enggak, Mama cuman pengen aja."
Terdengar helaan napas "Oke Ma, nanti. Tapi Mama jangan kemana-mana, duduk aja ga usah ngapa-ngapain."
"Kakak udah cocok banget jadi Ibu."Aku terkekeh. "Gemes jadi pengen mama jodohin deh."
"Ga usah repot-repot."
Percakapan berlangsung beberapa saat sebelum akhrinya Kisa ijin menutup sambungan.
"Ciee, yang lagi seneng ditelpon anak sendiri."
Aku menoleh, "Diam kau bujank lapuk."
Ryo terkekeh, aku lupa bilang ke Kisa kalau si putih ini lagi mampir. Numpang makan.
"Lagian itu anak mirip banget sama ayahnya, sama-sama tidak ekspresif."Aku menghela napas. "Padahal dulu dia kelayapan mulu, kenapa tiba-tiba berubah cepat."
"Pubertas."Ryo menaikkan kacamatanya, duduk selonjor di sofa panjang. "Mungkin dia berpikir, karna aku adalah putri tertua, aku seharusnya menjaga martabat keluarga dan berusaha untuk tidak memalukannya. Sedikit banyak dia pasti terbebani. Kau tau, memiliki adik baru di usia remaja itu tidaklah mudah. Kaibara muda pasti berpikir banyak."
"Aku tidak paham."
"Yah, kau anak tunggal."
"Dulu aku punya kakak sepertimu dan seorang adik kecil."
"Berarti kau tidak peka."Ryo menggerutu, melanjutkan mengetik, "Panggilannya buat si Kis-kis udah ganti nih? Jadi kakak?"
"Yeah dari semenjak trisemester dua udah kupanggil kakak terus. Yaa, kalau kata Ibunya Sen, biar Kisa paham kalau posisinya udah mau jadi seorang kakak."Aku tertawa, "Tapi awal-awal kupanggil kakak dianya gak noleh."
"Wajar."
Sen dapet tugas ke luar kota selama beberapa hari, terus beberapa jam setelah dia pergi, Ryo datang, katanya diminta tolong buat menemaniku karna Kisa sudah masuk asrama UA. astaga, padahal aku orangnya kalem jadi ga bakal kenapa-kenapa, kasian.
"Mulutku gatel pengen banyak bicara."
"Yaudah bicara aja."
Nah masalahnya si Ryo ini rese. Halal untuk ditabok. Halal untuk ditampol. Bikin emosi ibu hamil itu kan ga bagus.
"Coba Ry, tanya-tanya apalah ke aku. Biar aku punya topik buat diceritakan."Aku menoleh.
"Hah?"Ryo mengangkat alis, "Oke, berapa persentase kemungkinan berhasilnya aku jika memakai gabungan quirk portal dan pengendali ruang waktu agar bisa ke dimensi sebelah?"
".... Jangan itu dong."
"Yeee katanya disuruh nanya."
"Kasihanilah kapasitas otak saya."
"Oke ganti."Ryo menghela napas gusar, "Aku serasa jadi topeng monyet duh gini amat disuruh nemenin bumil. Oke, gimana cara si Kaibara ngelamar orang barbar kayak lu?"
Aku nyengir—nyengir sendiri setelah menabok Ryo atas kata barbarnya, memeluk bantal. Seneng ditanyain kayak gitu.
"Jadi gini ceritanya..~"
『••TBC••』
Next Chapter :
'*•.¸♡Monopoli ♡¸.•*'
『••✎••』
Sampai Babai
Owlyphia!
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐑𝐀𝐆𝐌𝐀(✓) [Sen Kaibara x Reader]
Fanfiction"And I'd choose you." Berawal dari sekedar kenalan dan berujung dengan kata 'Sah'. Benarkah kisah romansa dua insan yang awam rasa semulus ini? "Sayang Sen." "Bulannya indah ya?" Hayo nyengir lu jomblo Pragma © Owlyphia BNHA © Horikoshi Kohei