Regrets : 8 - Confused

1K 130 30
                                    

All My Regrets : 8

.

.

.

Seperti biasanya, Eren menjalani kehidupan sekolah dan masih berlatih dengan tim basket putra, Jean juga ada di sana. Semakin hari mereka semakin kompak dan bisa menggabungkan teknik-teknik baru. Awalnya tidak mudah, Eren masih ingat beberapa anak-anak yang lain dulu memakinya karena terlalu sering memberi perintah.

Tetapi Eren tidak peduli dengan semua lontaran kebencian itu, dia bukan lagi anak SMP seperti saat dulu. Makian itu Eren balas dengan prestasinya yang membuatnya semakin unggul. Eren tahu, jika dia tidak berubah, maka apa bedanya dirinya yang sekarang dengan yang dulu? Yah, kecuali untuk urusan pertemanan, baru sedikit yang berhasil masuk list-nya.

"... Ren, Eren..."

Eren tersentak begitu Jean menepuk bahunya sedikit keras. Satu alisnya terangkat, "Hn? Jean? Ada apa?" tanyanya.

Jean lalu duduk di samping Eren, "Lagi-lagi melamun, kau kenapa, kapten? Ada masalah?" ia menggulirkan bola matanya ke arah lain setelah mengatakan itu.

Eren bukannya tidak menghiraukan Jean, hanya saja ia sedang tidak mood untuk membahas sesuatu yang mengganjal di pikirannya sejak tadi malam. Dan orang itu ada di sampingnya sekarang, mengajaknya berbicara.

"Kenapa kau diam saja? Kalau kau ada masalah, katakan padaku, setidaknya aku bisa mendengar meski belum tentu bisa membantumu." Ucap Jean memberi saran.

Eren menggeleng, lalu bergumam, "Bukan apa-apa, tidak penting." Sedetik kemudian Eren menghapus perasaan cemas yang mengganjal itu dan dengan wajah tegas ia menatap Jean yang di sebelahnya, "ayo kita lanjutkan latihannya." Begitu ucapnya pada Jean.

Tentu saja itu membuat Jean bingung, Eren itu suka berubah-ubah sikap, sedetik seperti murung, sedetik setelahnya bisa saja ia seperti biasanya. Seperti sedang menyembunyikan sesuatu yang semua orang tidak boleh tahu. Meskipun Eren mengatakan bahwa itu bukan hal penting, tetapi ekspresinya itu menunjukkan sebaliknya.

"Ayo." Jawab Jean mengalir begitu saja. Jean masih terdiam duduk di tempatnya dan memandang Eren yang berlari ke lapangan, ia menggumam, "Tidak, kau pasti... tidak sedang baik-baik saja, 'kan?"

Setelah berjam-jam latihan dan langit sudah mulai gelap, Mike datang untuk memberi sebuah pengumuman kalau pertandingan kurang sebulan lagi.

.

.

.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, sebulan menuju pertandingan yang artinya Eren memiliki jadwal latihan yang lebih padat dari sebelumnya. Namun di setiap malam harinya, tak lupa Eren tetap konsisten untuk menyelesaikan bangau kertas yang sekarang sudah berjumlah sekitar delapan ratus buah, bahkan kardus yang cukup besar itu sudah tidak muat.

Sementara di tempat Mikasa...

Levi masih seorang kakak yang selalu menjaga adiknya, menyampingkan pekerjaannya ketika Mikasa dalam keadaan yang lemah. Terkadang, Mikasa sering muntah darah tiba-tiba dan itu membuatnya khawatir, tak jarang pria berkepala empat itu meminum obat untuk menahan rasa kantuk agar bisa terjaga saat malam.

Mikasa membuka kotak merah pemberian Jean beberapa waktu yang lalu, selama ini ia terus menyimpannya di bawah bantal, tentunya tanpa sepengetahuan kakak laki-lakinya itu.

"Aku tahu kau menyembunyikannya di sana," ucapan yang keluar dari mulut Levi sontak membuat Mikasa terkejut. Untung saja tidak membuat Mikasa jatuh pingsan.

All My Regrets (Eren X Mikasa) | EreMikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang