2. Tawuran?

723 110 4
                                    

Haruto masih terdiam, terpaku menatap orang-orang yang saling serang tak jauh darinya. Ia menelan ludah saat keadaan semakin kacau.

Haruto harus pergi!

Ia menoleh kanan kiri mencari tempat untuk bersembunyi, tetapi tidak ada. Nihil. Haruto berdecak pelan saat menoleh, tanpa sadar menahan napas sejenak ketika salah satu orang dari kerumunan itu menatapnya, memperhatikan. Diambilnya langkah mundur dengan perlahan dan hati-hati, matanya mengerjap beberapa kali tanpa memutus kontak. Sesekali ia memperhatikan orang-orang yang berantem di belakang, benar-benar kacau. Mereka mulai melebar. Haruto harus lari secepatnya!

Cowok itu masih memperhatikannya, bahkan setelah satu menit berlalu. Secara refleks, Haruto mengumpat kasar melihat cowok yang jauh di sebrang berlari ke arahnya sembari berteriak memanggil yang lain.

Panik, Haruto berlari kecil dengan posisi termundur. Saat dirasa mereka sudah cukup dekat, ia berbalik dan menambah kecepatan larinya.

Gawat! Gawat! Gawat!

Kalau dia terkena imbasnya bagimana?! Sudah begitu, keadaan di sekitarnya sepi sekali. Tidak ada orang yang bisa ia mintai tolong ataupun tempat untuk sembunyi. Lengkap sudah, ia akan habis babak belur oleh mereka. Ckckck.

Haruto menggeleng pelan, ia menoleh ke belakang hanya untuk melebarkan mata melihat jarak mereka yang semakin dekat.



Bruk!



Mampus!

Haruto tersandung kakinya sendiri, tetapi dengan segera ia bangkit berdiri untuk kemudian melanjutkan larinya. Namun, seseorang lebih cepat menarik kerah belakang seragam sekolahnya membuat jantung Haruto seketika berdegup kencang.

Ia memejamkan mata sejenak sebelum berbalik menatap orang itu. Tersenyum meringis. "Selamat sore, Bang. He, he, he." sok kenal sekali.

"Anak sekolah mana lo?"

"Gu-gue? Gue ... anak sekolah ... y-yang jelas nggak ada hubungannya sama masalah sekolah lo kok, apalagi alasan kalian tawuran. Suer, deh!" Haruto menjawab gugup.

"Tau darimane?"

Haruto tersentak, kembali tersenyum meringis memamerkan deretan giginya yang rapi.

"Bocah nggak jelas. Bawa aja dia ke Travis, biar dia yang mutusin harus kita apain."

"Hm, David bener. Siapa tau dia mata-mata yang dimaksud itu, kan?"

Haruto melotot lekas menggeleng ribut, "Sumpah bukan gue!" katanya spontan dengan nada tinggi.

Cowok itu semakin menarik kerah seragam Haruto, menatapnya dingin. "Lo mata-mata?"

Haruto menggeleng panik. "Mata-mata apa, Bang? Gue nggak tau! Sama sekali nggak tau!"

Cowok itu menatap Haruto menelisik membuatnya diam-diam menelan ludah semakin takut.

"Lo ... nggak tau?"

Haruto dengan tegas menggeleng.

Cowok itu diam sejenak, lalu menarik kerah belakang seragam Haruto kasar berniat menyeretnya. "Kalau bukan karena lo yang keceplosan, gue nggak akan bawa bocah ini, Kevin."

Haruto mengeryit, jadi tersentak saat cowok itu menariknya paksa. "HEH! GUE MAU DIBAWA KE MANAAAA?!!"

"Diem!" yang dipanggil David menunjuk tepat di depan wajahnya. "Nggak ada yang ngajak lo ngomong tau!"

Haruto mengumpat kasar, terang-terangan menatap David dingin, tetapi langsung menciut saat David membalasnya tajam.

"Lo yakin bawa dia, Jun?" cowok yang sedari tadi diam dan hanya memperhatikan Haruto kini bertanya.

"Nggak kalau Kevin nggak keceplosan," balas cowok yang dipanggil Jun, datar.

"Ck, Maaf! Jangan dibahas terus, dong." sahut Kevin, tersindir.

Jun melirik sinis sejenak membuat Kevin yang kesal merapatkan bibir tak berani.

Cowok tadi menghela napas, "Lo ngerasa dia mirip seseorang nggak, sih?"

"Lo apaan, sih?" David menatap cowok itu sejenak. "Cuma mirip, John! Cuma mirip!"

Jun mengeryit kini memperhatikan Haruto lebih lamat, begitu juga dengan Kevin.

"Dia ... mirip ...." Jun menyipitkan mata menatap Haruto teliti, "... Ben?"







"EHM! Kita emang mirip, sih."







Haruto menoleh, jadi mendelik tak setuju pada abangnya itu. Apa-apaan dengan kata mirip, huh?!! Lantas, Haruto tersadar. Kenapa Yoonbin bisa ada di sini? Apalagi, cowok itu dengan santai berjalan menghampirinya. Sementara yang ditegur refleks melepas cengkraman di kerah baju Haruto yang semakin kebingungan.

"Lo kenal, Ben?"

Yoonbin berhenti di samping sang adik, melirik sekilas lalu kembali menatap ke depan. "Dia ... Adek gue."

Keempat orang itu melebarkan mata, tetapi Yoonbin sama sekali tidak tertarik dengan reaksi mereka. Ia menoleh ke Haruto dengan tatapan datar andalan, lantas memerintah, "Cepet ke mobil."

Haruto merengut, mau tak mau ia berbalik berjalan ke mobil Yoonbin yang ternyata terparkir tak jauh darinya. Dalam sudut pandangnya, mereka tampak mengobrol kecil sebelum akhirnya Yoonbin berbalik kembali ke mobil. Menjalankan kendaraan beroda empat ini meninggalkan area itu.

Haruto menatap si sulung yang kini fokus menyetir, mengerjap, lalu mendegkus memalingkan wajah menatap keluar jendela.

"Tumben peduli," sindir Haruto tajam, melirik Yoonbin lewat ekor mata. "Tadi bilangnya bakal bodo amat."

Yoonbin melirik sejenak, "Emang bodo amat, tapi kalau di pikir-pikir lo masih terlalu lemah buat berantem, apalagi kalau dikeroyok."

Haruto menoleh tak terima. "Enak aja! Gue nggak selemah itu buat ngelawan. Lo terlalu mandang rendah gue."

"Oh, ya? Terus kenapa tadi diem aja?" tanya Yoonbin dengan nada sarkas berhasil membuat Haruto terdiam. Ia kemudian berdecih, kembali menatap keluar jendela.

Yoonbin tersenyum puas. "Kenapa? Kesel karena nggak bisa jawab?" Ia diabaikan. "Lo nggak bisa jawab, berarti lo emang mengakui kalau lo itu lemah." lanjutnya memprovokasi.

Haruto berusaha sabar, menulikan telinga untuk Yoonbin.

"Terus, rasa terima kasih lo mana? Mana ucapan yang biasa lo ucapin setiap ada orang yang bantuin lo?"

Haruto tersentak sendiri, ia menegakkan tubuh tanpa sadar. Banyak pertanyaan memenuhi benak. Apa ini? Apa maksudnya ini? Mengapa Yoonbin mengetahui kebiasaan kecilnya, bukankah mereka tidak saling peduli?

Masa ... Yoonbin memperhatikannya?




"Bangsat!"




Secara tiba-tiba, Yoonbin menginjak rem membuat ia yang tak siap akhirnya terpentok kaca jendela. Haruto mengelus dahinya yang berdenyut sakit sembari menoleh menatap Yoonbin menghujat. APA TADI APA?! Haruto tarik semua yang tadi ia pikirkan tentang Yoonbin!

Sementara itu, Yoonbin melebarkan mata dengan air muka yang berubah. Namun, berhasil membuat pihak lain semakin kesal saja!

"Pft, kepentok?" Yoonbin menatap Haruto humor. "Makanya, jangan bengong. Udah sampe, nih."

Haruto membuang napas keras, menegaskan kekesalannya. Ditatapnya Yoonbin dengan tajam. "Bodolah, gue pundung!" rajuknya kesal membuka pintu mobil dan membantingnya.

Yoonbin mengerjap-ngerjap menatap punggung Haruto lalu tertawa kecil.

Adiknya ... lucu sekali.


ABANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang