13. Maaf, dek.

739 87 7
                                    

Haruto memasukan suapan terakhir buburnya, mengunyah kecil lalu menelan bubur yang ada di mulut. Lekas meremas Styrofoam bubur hingga tidak terbentuk dam mengikat kantung plastik erat. Tangan itu bergerak ke narkas, mengambil gelas berisi air putih yang tadi Kak Maya berikan saat Haruto meluruskan kaki-nya di ranjang UKS, dan meneguknya hingga setengah lalu menaruhnya lagi di narkas.

Terdiam, ia hanya menatap kantung plastik di tangannya dalam diam.

Bagaimana caranya?

Dia melirik Yoonbin yang terlihat asik sekali bermain ponselnya, tidak bergerak dari posisi awal. Haruto memainkan rambut belakangnya sejenak. "Dahlah," gumam Haruto seakan pasrah, bergerak ke pinggir ranjang hendak turun lalu membuang sampah.

Menyadari ada pergerakan, Yoonbin mendongak menatap Haruto yang kini sedikit meringis menggerakkan kaki-nya yang keseleo. Yoonbin mengeryit lalu pandangannya menangkap kantung plastik di tangan Haruto, lantas berdiri menaruh ponsel di narkas dan meraih plastik bubur di tangan Haruto kemudian melangkah ke tempat sampah, membuangnya.

"Eh---" Haruto tak jadi melanjutkan perkataannya, dia diam sampai Yoonbin kembali duduk di sampingnya.

"Makasih." ucapnya saat Yoonbin sudah kembali duduk.

Yoonbin yang baru saja meraih ponsel jadi menatap Haruto, tepat di kedua bola mata. Dia tidak mengucapkan apa pun untuk beberapa saat. Yang ditatap membalas, diam-diam merasa bingung dan malu. Kenapa Yoonbin diam saja? Memang tidak bisa mengangguk, bilang "Iyaa", bilang "Hm", atau apalah. Kalau diam begini Haruto jadi merasa dicueki, malu.

"Ceroboh."

Dahi Haruto mengeryit, entah kenapa dia langsung paham arah pembicaraan Yoonbin, dan karena paham dia jadi tidak suka.

Yoonbin membenarkan posisi duduknya sejenak lalu melanjutkan. "Main bola aja keseleo, emang dasarnya nggak ada skill sok dipaksa." menatap Haruto dengan pandangan meremehkan.

Nah kan, ngajak ribut.

"Jatohnya jadi sok jago. Sok bisa. Sok keren. Caper."

Alis Haruto sedikit menukik, dia menatap Yoonbin kesal. Sedikit terpancing dengan semua perkataannya. Namun, ia hanya menarik napas dalam berusaha tenang walau dalam hati sudah panas dihina-hina begini.

"Kalau gue emang caper kenapa? Bukan ke lo ini, ribet banget." Haruto tak kalah tajam.

"Dih, najis. Caper aja bangga." Yoonbin mengukir senyum miring. "Fokus aja sana ke musik, lo nggak ada bakat di bola. Lagian .. nggak cocok juga," katanya makin menjadi-jadi.

"Gue cuma kurang pemanasan!" Haruto membalas dengan nada meninggi. "Gue bisa di berbagai jenis olahraga kalau gue mau, bukan cuma bola. Lo terlalu ngeremehin gue!"

"...Ohh," ucap Yoonbin singkat.

Haruto mengepal tangan kuat, berusaha tetap mengendalikan diri. Ditarimya napas yang dalam sembari memejamkan mata sejenak, lalu kembali menatap Yoonbin. "Ya udahlah, mau gue jelasin juga percuma. Lo bukan Kakak kandung gue, mana ngerti."

Yoonbin langsung merapatkan bibir dengan jantung seperti di tembak tepat. Tertohok. Dia terdiam kaku menatap kedua bola mata Haruto. Tatapan tajam, terluka, dan benci dilayangkan kepada Yoonbin.

"L..lo ... masih inget?" tanya Yoonbin dengan pelan dengan sendu.

Haruto mendengus. "Lo pikir gue bisa lupa? Ucapan lo waktu itu, bener-bener membekas diingatan gue."

Yoonbin membuka mulut untuk sejenak lalu menutupnya rapat. Suasana tiba-tiba berubah menjadi berat. Sementara Haruto membuang muka, mengingat kejadian bertahun-tahun lalu membuat dadanya bergemuruh marah. Napas Haruto jadi lebih berat dengan tatapan terluka.

ABANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang