4. Takut

3 2 0
                                    

-Dalam gelap aku merangkak perlahan. Mencari sebuah penerangan. Melawan rasa takutku sendirian. Jika, kau mau kawan, temanilah aku. Rangkul aku dalam dekapanmu. Bantu aku mengatasi rasa takutku-

-Long Last Time

🍀🍀🍀

Netha mematut dirinya didepan cermin. Rok selutut yang dipadukan dengan kaos lengan panjang, rambut yang tergerai, dan sepasang flatshoes merah. Cantik.

Langkah kakinya berjalan menuju tempat ponselnya diletakkan, memasukkannya kedalam sling bag yang ada ditangannya.

Netha menghembuskan nafas pelan.

"Bi!" Panggil Netha sesaat setelah menutup pintu kamarnya.

"Iya,Non?!"

"Netha mau keluar, rumahnya jangan lupa dikunci ya, Bi! Bibi kalo mau pulang, pulang aja!" Pesan Netha pada Bi Siti.

"Iya, Non. Memangnya Non ini mau kemana?" Tanya Bi Siti.

"Kemana aja,Bi! Penting keluar! Yaudh,Bi! Netha berangkat!" Ujar Netha seraya berjalan menuju pintu utama.

"Iya, Non! Hati-hati!" Bi Siti menatap punggung Nonanya dengan tatapan prihatin.

Nonanya kini sudah dewasa. Tidak terasa sudah hampir 16 tahun ini dirinya bekerja disini. Dia tahu semua yg terjadi dirumah ini, termasuk kenapa setiap hari minggu Nonanya menyuruhnya untuk pulang. Bi Siti tahu. Tetapi dia lebih memilih diam saja dan menuruti apa kata Nonanya.

🍀🍀🍀

Netha memasuki sebuah teater besar,tempat pertunjukan piano. Dulu kata Papa,Mama sering tampil diteater ini. Sebelum Mama meninggal tentunya. Teater ini tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, kapasitas penontonnya sekitar 900 kursi.

Kaki jenjangnya melangkah menuju panggung teater,disana terdapat piano berwarna putih. Netha mengulas senyum,jemari lentiknya menyusui body piano tersebut. Netha mengambil duduk didepan piano itu.

Dia membuka penutup tuts piano,mata itu menatap lekat tuts hitam putih itu. Dan kenangan tentang Mama pun berputar dikepala Netha. Perlahan jemari gadis itu menekan satu persatu tuts piano,menggali ingatan tentang lagu yang diajarkan Mama.

"Ma... Apa kabar? Apakah Mama sudah bahagia disana? Apakah Mama sudah tidak merasakan sakit lagi? Ma... Netha sangat merindukan Mama..."

Netha menghentikan gerakan jarinya. Menatap sendu warna hitam putih yang ada didepannya.

"Ma... Netha takut... Papa masih ada di luar negeri. Entah sampai kapan. Netha sendiri. Ada Bi Siti. Tetapi Netha tetap merasa sendiri, Ma..." Netha mulai berkaca-kaca.

Hening. Setelah mengatakan hal itu, Netha kembali melanjutkan permainannya. Namun kali ini nadanya sungguh menyayat hati. Seperti tadi, ia kembali menghentikan permainan pianonya.

"Netha takut kalau sewaktu-waktu Paman datang. Netha takut, Ma. Paman menjadi seperti itu setelah Mama pergi dan kehilangan pekerjaannya. Mama kenapa harus pergi?"

"Netha bahkan masih menganggap kepergian Mama hanyalah mimpi. Hanyalah ilusi. Semua tak nyata. Tapi,semua itu seketika hilang saat Netha terbangun dipagi hari dan menemukan Bi Siti yang ada didapur dan bukan Mama yang ada disana. Waktu lima tahun bukan waktu yang sebentar, Ma. Selama itu Mama pergi. Bahkan untuk hanya mengucap selamat tinggal pada Netha pun tidak..." Satu tetes buliran bening jatuh, disusul buliran yang lainnya.

Long Last TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang