13*

3.7K 553 60
                                    

Enjoy
.
.
.
.
.
.
...........................................................

Jiang Cheng menatap lamat sang suami yang kini sedang menyantap makan malam. Di dalam pikirannya berkecamuk beberapa hal yang akan dilakukannya nanti. "Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Lan Xichen begitu menyelesaikan makannya. "Dih! Siapa yang liatin situ?" ujar Jiang Cheng kembali memasukkan makanan ke mulut mungilnya.
Lan Xichen  hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum simpul, Ia menyedu dua gelas teh hijau yang masih mengepul untuk dirinya dan Jiang Cheng.

"Kulihat kau seperti sedang memikirkan sesuatu yang rumit, ada apa?" tanya Lan Xichen ketika Jiang Cheng menyelesaikan acara makan malamnya. Jiang Cheng menghela nafas sesaat sebelum menatap lama Lan Xichen yang duduk di hadapannya.

"Entah mengapa aku tidak bisa mengatakannya padamu."

"Baiklah, tidak apa aku akan menunggu sampai kau mau menceritakan hal tersebut."

Lan Xichen dengan tenang menyesap dan menikmati teh hijau yang memang dibuat untuk dirinya. Teh dari keluarga Lan yang diracik oleh tengan mungil Jiang Cheng memang terasa berbeda di lidah Lan Xichen.

Sedangkan Jiang Cheng hanya menggenggam gelas miliknya tanpa ada niatan untuk ikut menyesap menikmati teh hijau tersebut. "Lan Huan," Lan Xichen menatap Jiang Cheng yang baru saja memanggilnya dengan suara agak lembut membuat perasaan Lan Xichen tidak enak. "Ya, ada apa, Wanyin?"

"Aku ingin pulang." mendengar hal itu Lan Xichen hanya mengerutkan alisnya sebelum akhirnya mengangguk dengan seulas senyuman. "Tentu, kau rindu dengan Yanli Jie, kan."

Sontak Jiang Cheng langsung merubah ekspresi wajahnya menjadi datar dengan mendegus kesal. Ia lupa jika di dunia ini juga ada kakak perempuannya, tetapi tidak dengan kedua orangtuanya.  "Tidak jadi, lupakan saja!"

Lan Xichen masih tetap tersenyum sebelum akhirnya bangkit dari tempat duduk dan memeluk Jiang Cheng dari belakang. "Katakan dengan jujur, Wanyin, jika kau merindukan orang tuamu mungkin besok kita bisa langsung pergi ke pemakaman," Jiang Cheng masih terdiam, Ia terlihat nyaman dan tidak menolak pelukan sang suami semunya ini. "Dan aku akan mengosongkan jadwalku esok untukmu." Jiang Cheng menggeleng pelan sambil melepas kedua lengan yang berada di pundaknya itu dengan lembut. "Tidak, tidak, kau harus tetap bekerja besok, ayo tidur, aku sudah lelah." Lan Xichen mengangguk dan mengikuti langkah kaki Jiang Cheng yang sudah lebih dulu pergi menuju kamar tidur mereka.

Di kamar, Jiang Cheng hanya bisa menatap wajah Lan Xichen yang sudah tertidur dengan lelap. Hembusan nafas pria bak malaikat itu begitu teratur dan tenang ketika tidur. Wajah Jiang Cheng memerah ketika membayangkan senyum yang selalu terpampang di wajah tampan itu. "Sialan! Bodoh kau Jiang Cheng! Sialan!" umpat Jiang Cheng sambil menutupi wajahnya dengan selimut.

Perlahan Ia membuka selimutnya kembali dan memandang lagi wajah Lan Xichen dengan ekspresi sendu. "Sialan! Kau terlalu tampan dan baik, Lan Huan." Jiang Cheng menyentuh lembut pipi kanan Lan Xichen sebelum akhirnya mencium kening Lan Xichen begitu lama.

"Sayangnya aku harus pergi sekarang, semoga kau benar-benar jadi nyata dan bukan hanya mimpi seperti ini." ujar Jiang Cheng sebelum akhirnya pergi menuju kamar mandi meninggalkan Lan Xichen yang masih terlelap di alam mimpinya.

Jiang Cheng mengerutkan alisnya ketika melihat cermin kamar mandi tersebut tidak memantulkan bayangan melainkan memunculkan sinar putih yang begitu terang. "Apa-apaan ini?! Astaga ada lampukah di dalam sana? Terang sekali." Ragu-ragu Jiang Cheng mendekati cermin tersebut dan berusaha untuk menyentuhnya tanpa rasa khawatir atau pun takut. Ketika Jiang Cheng berhasil menyentuh cermin tersebut pandangnya langsung mengelap seketika.

Beliving Dream [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang