5 | Perihal Keajaiban

37 6 5
                                    

Dalam hidup, banyak orang mendambakan keajaiban terjadi pada dirinya. Keajaiban yang bisa hadir dalam bentuk apa saja. Termasuk terbebas dari sesuatu yang selama ini menjerat dan mengikat. 

Tetapi hal itu, tidak berlaku untuk Aretha Prameswari. Gadis itu telah mendambakan keajaiban bertahun-tahun lalu, tetapi keajaiban tidak pernah bersahabat padanya. Sampai ia benar-benar meyakini bahwa tidak ada keajaiban di dunia nyata. 

Namun, hari ini, untuk pertama kalinya, Aretha ingin menentang kepercayaannya itu. Ia ingin keajaiban datang untuk kali ini saja. 

Sejak duduk di ruang kepala sekolah, Aretha sudah merapalkan kalimat memohon agar Tuhan menolingnya. Karena kali ini, dirinya memang tidak akan terselamatkan. Kecuali keajaiban datang dan menariknya dari kesulitan.

Pak Lesmana—sang kepala sekolah—sudah memutuskan untuk menggantikan posisi Aretha sebagai ketua ekskul model kepada Sisyl. Beliau benar-benar tidak ingin nama sekolah mereka tercoreng hanya karena siswi kebanggaan sekolah itu mabuk-mabukan.

“Maaf, Pak, apa tidak ada keputusan lain selain menurunkan jabatan?” Bu Bianca yang juga ada di dalam ruangan itu berusaha mencari cara agar dapat mempertahan jabatan Aretha. Ia akan tetap membela meskipun seandainya orang di foto itu benar-benar Aretha.

Ia sudah melihat bagaimana kinerja Aretha sebagai ketua. Meskipun masih duduk di kelas sepuluh, kemampuan gadis itu memang tidak bisa diragukan.

“Tidak! Keputusan saya sudah bulat. Saya harus melakukan ini sebelum SMA Nusa Cendana tercoreng,” ucapnya tegas. Keputusan itu sudah bulat, ia tidak perlu bertanya pada Aretha atas kebenaran foto itu. Yang paling penting, nama sekolahnya tidak tercoreng.

“Tapi Aretha siswi berprestasi—”

“Justru itu!” potong Pak Lesmana. “Justru karena Aretha siswi berprestasi, saya mengambil tindakan tegas atas perlakuannya.”

Bu Bianca menoleh saat melihat gadis di sebelahnya menghela napas berat. Ia cukup heran dengan ekspresi Aretha yang sangat tenang. Jelas tidak terlihat sedih atau marah atas keputusan yang barusan ia dengar. 

Padahal, Bu Bianca tahu, selama ini ia sudah berusaha sekeras mungkin mempertahankan agar posisinyabtidak digantikan oleh siapapun.

“Ada yang ingin kamu katakan, Aretha?” tanya Pak Lesmana saat melihat Aretha yang sejak tadi tidak nersuara.

Gadis itu tersnyum tipis. Kemudian mengalihkan pandangan ke arah sang kepala sekolah. “Bagaimana jika saya bisa membuktikan kalau yang ada di foto itu bukan saya?” ucapnya cukup yakin. 

Tidak ada pilihan lain, ia harus mencari cara agar memiliki bukti meskipun hal itu terlihat sangat mustahil. 

Kepala sekolah itu menaikan sebelah alisnya, dirinya merasa tertantang dengan ucapan siswi kebanggan sekolah tersebut. “Baik. Jika kamu bisa membuktikan, kamu akan tetap bertahan dengan jabatan ketua ekskul.”

Baik Aretha maupun Bu Bianca tersenyum mendengarnya. Meskipun Aretha di penuhi kebingungan saat memikirkan cara mencari bukti-bukti.

“Saya beri waktu empat puluh delapan jam untuk kamu mengumpulkan bukti. Jika kamu  gagal, saya minta kamu untuk mengakui kesalahan di depan seluruh murid SMA Nusa Cendana saat ucapara selesai.”

Aretha menelan salivanya. 

“Siap, Pak. Terimakasih atas kesempatannya. Saya dan Aretha izin keluar,” kata Bu Bianca sopan. Tanpa berpikir kalimat kedua Pak Lesmana justru menjadi ancaman bagi Aretha.

Setelah kepala sekolah tersebut mengizinkan, mereka keluar dari ruangan. 

“Aretha,” panggilnya.  “Saya percaya, yang ada di foto itu bukan kamu. Saya mau kamu membuktikan semuanya dan tetap bertahan.”

ObstinateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang