Dalam hidup, ada beberapa hal yang memang tidak bisa diharapkan berubah secepat kedipan mata. Beberapa diantaranya butuh proses panjang agar menemukan secuil perubahan dan beberapa yang lain bahkan tidak menemukan perubahan hingga mereka mengaikhiri nyawa dengan terpaksa. Bukan karena usaha yang kurang, tetapi takdir yang melarang.
Di bawah langit malam yang cerah, seseorang merebahkan tubuhnya di atap rumah sambil menatap bintang bertabur di atasnya. Kulit kuning langsat miliknya ia biarkan terkena debu atap. Orang itu tertawa hambar, mengingat kejadian yang baru beberapa menit yang lalu ia alami, bahkan nyeri masih terasa pada rahangnya saat bibir itu terangkat.
Malam ini ia menyadari satu hal, bahwa dunia masih ceria meski ia terluka. Dunia masih baik-baik saja meski ia berteriak sekuat tenaga dan dunia tidak ikut menangis karena lukanya, atau hanya sekedar prihatin pada rasa sakitnya.
Dunia ternyata memang tidak bekerja seperti yang seharusnya ia inginkan.
Orangtua yang seharusnya menjadi tempat paling nyaman untuk berlindung justru menjadi perundung.
"Anak nggak guna!"
Seruan yang hampir setiap hari ia dengar itu masih tetap terngiang dan menciptakan setitik sesak pada dadanya.
Meskipun setiap hari diserukan, bukan berarti ia baik-baik saja setiap kalimat itu terdengar. Ia lebih hancur dari yang diperkirakan.
Lagi, ia tersenyum meremehkan takdir. Tuhan terlalu pilih kasih dalam menulis skenario kehidupan. Disaat orang lain mendapatkan Kesedihan dan bahagia yang seimbang, ia justru stuck pada level terbawah.
Atau ia harus menghentikan skenario itu sekarang juga?
Dan hidup tenang pada sisi dunia yang lain?
Aretha tersentak dari mimpinya barusan. Ia mengatur napas yang masih memburu. Padahal, di dalam mimpi tersebut tidak ada adegan kekerasan atau semacamnya. Tetapi sesak yang laki-laki itu rasakan sampai membuat dadanya ikut sesak.Ia tidak bisa mengingat siapa orang yang muncul pada mimpinya itu meskipun wajahnya sangat familiar.
Merasa belum tenang, ia memilih berjalan menuruni anak tangga untuk meminum segelas air hangat. Sebelum itu, ia lebih dulu meraih ponsel yang terletak pada nakas.
Rumah milik keluarga Dierja memang cukup luas untuk ukuran empat orang yang tinggal di dalamnya. Hingga gadis ini harus menguras tenaga hanya agar sampai menuju dapur utama.
Lampu remang-remang menjadi temannya malam itu.
Air segar meluncur dari dispenser menuju gelas bening berukuran sedang, uap dari air tersebut menandakan kehangaattan suhunya.
Setelah meneguk isi di dalamnya, ia duduk pada meja dapur sambil membalas beberapa pesan yang sengaja tidak ia balas tadi malam. Isi pesan yang dikirim teman-temannya masih sama seperti beberapa hari lalu; tentang foto yang kini beredar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obstinate
Teen FictionDi dunia, di mana segala hal terjadi. Di mana kamu bisa menjadi apapun. Sean Alzegaf, tumbuh sekeras batu. Merundung dan berlaku sesukanya, ia hidup sebagai cowok paling menakutkan, tidak pernah peduli dengan konsekuensi. Sean hanya ingin merasakan...