5 - Mencari Anggota Baru

596 58 4
                                    

Anneth melirik ke pintu kamarnya yang terbuka. Tiap jam belajar di rumah pasti pintu harus dibuka agar ayah dan ibunya bisa mengecek dengan mudah.

Sambil mengendap-endap, dia tutup pintu kamarnya dengan pelan sampai tak ada suara sama sekali. "Aman!" bisiknya.

Ditariknya laci meja pelan-pelan. Ambil ponselnya yang tadi sudah dimatikan agar tidak menggaggu saat dia belajar.

Anneth baru buka Instagram, terdengar suara ketukan pintu. "Anneth! Ngapain ditutup?" Tanpa menunggu jawaban, pintunya dibuka paksa.

Tangan Anneth berhenti menggulir layarnya. Dia meringis melihat sang ayah yang sudah ada di depan pintu.

Perasaan tadi aman deh, batinnya.

Pak Ringgo ambil ponsel yang dipegang Anneth. "Cari apaan sih kamu?" Dia melihat akun Instagram Anneth. Kebetulan yang muncul di deretan atas adalah Instagram Betrand.

"Kamu udah pacaran, masih stalking si Betrand juga?" Pak Ringgo berdecak heran. "Mata-matain? Takut dia selingkuh?"

Anneth melotot. "Ayah tahu dari mana?" Dia mau rebut lagi hapenya, tapi postur tubuh ayahnya yang tinggi bikin dia kesulitan.

"Belajar, Anneth. Main hape aja!" Pak Ringgo matikan ponsel Anneth.

Bukannya lanjut belajar, Anneth malah jadi curhat. "Yah, ekskul Anneth mau dibubarin." Dia sudah masa bodoh dengan ponselnya yang ada di tangan ayahnya.

"Yang sanggar itu?" Pak Ringgo mendengarkan. Ambil posisi duduk di kasur Anneth. Memeluk guling yang ada.

"Iya. Anggotanya gak ada lagi dari kelas 10 sama 11. Pada sukanya dance Korea," keluhnya. Dia memijat keningnya yang pusing.

"Padahal tarian Indonesia juga bagus-bagus loh." Pak Ringgo ingat penampilan Anneth saat acara perpisahan kakak kelasnya di aula sekolah.

Perpisahan dengan nuansa seperti pentas seni yang membuat suasana menjadi lebih meriah dan tak ada tangis kesedihan. Malah Anneth tampil menawan dengan tarian Nawung Sekar bersama Zara.

"Iya, bagus kan? Tapi kepala sekolah beneran mau bubarin." Anneth mengangkat lututnya di kursi, memeluknya erat.

Kening Pak Ringgo mengernyit. "Dibubarin gitu aja? Gak ada tantangan buat pertahanin ekskul kamu itu?"

Anneth berdecak. "Ada sih. Disuruh ikut lomba dan harus juara."

"Ya udah, ikutin aja kalau kamu mau." Pak Ringgo memang tak pernah mengekang Anneth. Berminat di manapun pasti diizinkan, asal tidak melanggar hukum.

Anneth menghentakkan kakinya di lantai. "Nah, itu dia! Anneth tadi lagi cari tahu di Instagram. Tapi ayah udah keburu ambil duluan hapenya."

"Plis, Yah. Pinjam hapenya. Ini mau searching ada lomba atau nggak." Gadis berambut sebahu itu memohon-mohon ke sang ayah.

Pak Ringgo menghempaskan guling yang dipeluknya tadi ke kasur. Ujung-ujungnya malah ke hape!

"Biar ayah yang cariin. Ayah tahu tempat mana yang biasanya ngadain lomba kesenian."

*

Zara membaca tulisan di poster itu dengar nyaring. "Indonesian Folklore Festival," ujarnya, yang diangguki Anneth.

"Ayahku nih yang cariin infonya! Ada tingkat pelajar dan umum. Tenang, masih 2 bulan lagi. Pasti kekejar kalau kita latihan terus."

Anneth tersenyum lebar, seolah itu adalah saran terbaik yang pernah ada untuk masalah mereka sekarang ini.

Zara membaca semua ketentuannya dengan detail sampai urusan narahubungnya juga. Matanya berhenti di salah satu persyaratan.

"Tapi, Anneth. Satu tim minimal bertiga. Kita kan cuma berdua?"

Anneth kaget. Dia baru sadar belum baca informasinya sampai detail. Tapi langsung dia tepis keraguannya. "Karena itu, kita harus cari peserta baru. Hari ini juga kita ke kelas-kelas 10 buat ajakin mereka masuk sanggar."

Zara masih ragu. "Tapi, Neth. Kamu yakin kita bisa menang?"

Masih dengan percaya diri, Anneth mengibaskan tangannya di depan Zara. "Yakinlah! Kita itu harus yakin kalau mau mulai sesuatu."

"Udah deh Zar, kamu tuh tapi-tapian terus dari tadi. Nanti pokoknya kita bakalan keliling kelas buat tawarin mereka. Ekskul lain juga begitu kok.

Anneth tidak menyebut tambahan 'ekskul yang nggak laku' untuk menghaluskan. Lagi pula ini masih minggu pertama sekolah, saat anak-anak masih dibolehkan untuk berpikir mau masuk ekstrakurikuler yang mana.

Zara menghela napasnya. "Iya deh." Di pikiran Zara terlintas sosok laki-laki yang selama ini menemaninya. Deven, bantuin dong. Kok aku gak bisa nolak Anneth, ya.

*

Berbekal buku tulis bersampul bocah sedang pegang layangan dan pulpen, Anneth mencari-cari tambahan anggota.

"Kami dari ekstrakurikuler Sanggar Gandhes Luwes mau ngajak kalian untuk gabung. Ada yang mau gabung gak?"

Krik krik krik.

Tidak ada satu pun yang mengacungkan tangan. Reaksi adik kelas mereka sama semua. Hanya saling melirik dan melihat satu sama lain. Siapa yang mengacungkan tangannya.

Anneth tetap mempertahankan senyumnya. "Nggak ada yang mau daftar? Nanti kita mau ikut lomba loh. Bisa buat pengalaman kalian juga."

Mereka malah ribut dan saling menunjuk ke teman perempuan yang terlihat cantik dan luwes. Anneth sempat berharap dia memang mau daftar.

"Yuk, daftar!" Anneth baru saja akan membuka bukunya yang daritadi dipelintir sampai menekuk.

"Nggak, Kak. Saya gak bisa nari," tolak perempuan yang diketahui Anneth bernama Keisha dari nametag-nya, dengan halus.

Anneth dan Zara pada akhirnya hanya tersenyum tipis. Sudah 7 kelas mereka datangi. Kelas ini adalah yang terakhir. Hasilnya: tidak ada satu pun nama yang terdaftar di buku tulis Anneth.

Cari anggota baru kok sesusah ini sih! batin Zara.

"Anneth, sepertinya nggak ada yang mau daftar," kata Ibu Haryani, pengajar di kelas itu.

Anneth menggigit bibir bawahnya. Dia kembali tersenyum, menyembunyikan kekesalannya. "Ya sudah kalau begitu. Terima kasih ya adek-adek untuk perhatian kalian. Selamat pagi!"

Zara mengekor Anneth yang keluar dari kelas.

"Kamu kok nggak ngomong apa-apa sih Zar dari tadi?" Baru juga tiga langkah keluar dari kelas, Zara langsung kena semprot.

Zara tergagap. "A-apa?"

"Kamu bantuin ngomong kek tadi. Masa gak ada ngomongnya sama sekali? Cuma ngikut doang?" serunya, berusaha menekan volume suaranya agar tidak ribut di keheningan lorong kelas.

Zara mulai kesal. "Tadi kamu yang nyuruh ikut kan?"

"Tapi kamu bantuin dong! Ini kita gak ada yang daftar loh!" Ingin rasanya dia memukul tembok, kalau bukan karena munculnya cleaning service di dekat mereka.

Zara terdiam. Tak mau banyak bicara lagi, Anneth meninggalkannya ke kelas dengan langkah yang sengaja dihentak.

Deven baru saja keluar dari ruang kelas 10-6. Dia juga baru selesai promosikan ekstrakurikuler futsal. Seperti biasa, selalu banyak yang daftar.

Saat melihat Zara yang bengong, tidak jauh dari kelas 10-7. Deven meminta agar temannya saja yang masuk kelas itu, sedangkan dia malah dekati Zara yang masih tak menyadari kehadirannya.

Sudah jadi rahasia umum kalau Deven selalu bersama Zara sampai banyak yang mengira mereka pacaran. Hanya teman sekelasnya yang tahu situasi mereka seperti apa.

"Zar, ngapain di sini? Anneth mana? Kalian udah selesai keliling."

Zara tampak kaget. "Dia udah balik ke kelas."

"Kamu mau balik kelas juga? Nanti bareng aku, ya. Tunggu di sini sebentar."

Belum sempat Zara bicara, Deven sudah masuk ke kelas 10-7.***

Nyawiji (Revisi Dear Anneth - Kurva yang Ditakdirkan Untuknya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang