3 - TTM (Tetangga Tapi Mesra)

532 65 11
                                    

Betrand memandang Anneth dengan canggung. Pria berkulit hitam manis itu kembali datang padanya saat melihatnya sendirian.

"Apa?" cetus Anneth.

Betrand menggaruk telinganya. Dia tidak ingin bocorkan apa yang disampaikan Deven barusan. Tapi melihat Anneth yang tampak masih jengkel, Betrand memilih tetap diam.

"Kamu daripada diem gitu, mending bantu aku beresin deh, Nyo. Panas nih, aku gak bisa geret meja sendirian ke kelas."

Betrand tanpa banyak bicara membantu Anneth menggotong mejanya ke kelas terdekat. Setelah Anneth memastikan meja sudah tampak simetris, Betrand langsung ajak jalan. "Makan yuk, Neth."

*

Di sinilah mereka berada. Di warung makan soto ayam terdekat sekolah. Kegiatan sekolah telah berakhir.

Anneth menyeruput soto ayam pesanannya dengan nikmat. Begitu sudah sampai tetesan kuah terakhir, dia langsung bicara, "Betrand." Seolah belum kenyang, dia mencomot tempe mendoan di meja.

"Setelah lulus nanti, rencana kamu mau kuliah di mana?" tanyanya dengan tempe mendoan yang masih dikunyah.

Betrand menyingkirkan mangkuk sotonya yang sudah kosong. "Emangnya kenapa?"

Anneth menelan tempe yang sudah dikunyahnya. "Biasanya kan begitu lulus, mau kuliah. Memang salah kalau aku tanya itu?"

"Nggak sih."

Anneth kembali menyambarnya dengan pertanyaan, "Jadi?"

"Kalau kamu mau ke mana?" Betrand lebih memilih balik bertanya karena masih belum memikirkan dengan serius.

"Aku mau masuk UGM," ungkap gadis berkulit mulus hasil perawatan itu.

Betrand kaget dengan keinginan Anneth yang akan merantau. "UGM? Merantau dong?"

Anneth mengangguk mantap. "Iya. Di sana itu jalur masuknya banyak. Aku pengen masuk sana lewat jalur penelusuran bibit unggul."

Betrand mengernyit. "Ada ya?" Dia memang tidak pernah cari tahu soal ujian masuk kampus karena menurutnya masih terlalu jauh. Toh, baru semester ganjil ini.

"Ada! Kayak PMDK gitu deh. Intinya harus punya sertifikat lomba. Makanya aku itu mau ikut lomba. Pokoknya sebelum lulus harus sudah punya sertifikat lomba. Nyesel banget selama ini nggak kepikiran ikut lomba."

Betrand tertawa kecil. Padahal selama ini nama Anneth sering dipanggil saat upacara untuk menerima penghargaan.

Mm, setahun sekali sih saat pengumuman lomba 17-an di sekolah. "Jangan ambisius banget jadi orang. Lomba 17-an kan juga udah sering lomba, menang terus pula."

"Apa sih? Mana bisa masuk UGM kalau ngaku menang lomba 17-an doang? Yang tingkat nasional dong, Nyo!" Anneth menepuk lengan Betrand.

Betrand terkekeh, "Maksudku, sesekali nikmati hidupmu selagi masih SMA."

"Apa sih? Kita tuh udah kelas 12 ya, Betrand. Gak bisa santai-santai lagi. Kita harus punya ambisi dan tujuan agar kita tahu kalau kita punya tujuan hidup. Emangnya kamu gak punya apa?"

Betrand mengangguk-angguk. Dia mengambis res-resan gorengan.

Anneth mendelik. "Impian itu bukan remah-remah gorengan yang cukup ambil sisaan," sindirnya.

Betrand masa bodoh jika itu sindiran untuknya. "Jadi, korbankan uangmu buat beli gorengan, jangan ambil remahan yang gratisan." Dia tetap memakan remahan gorengan itu tanpa memedulikan Anneth.

Anneth cemberut. "Bukan begitu maksudku, Betrand!"

"Aku tahu kok maksud kamu," kata Betrand. "Kalau aku mau kuliah di UI," cetusnya, asal.

Nyawiji (Revisi Dear Anneth - Kurva yang Ditakdirkan Untuknya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang