14 - Luluh atau Tetap Keras Kepala?

331 34 1
                                    

Follow aku di Instagram/Tiktok: nurulbercerita

Jadwal publish berubah: Jumat & Minggu (Sabtu libur)

Happy reading ^^

*

Cuma orang gila dan orang yang sedang jatuh cinta yang bisa senyum-senyum sendiri.

(Sarwendah)

**

Usai makan malam, Naura dan Debby sibuk mengemil buah-buahan. Sedangkan Anneth sibuk memikirkan cara membujuk ayahnya. Dia menatap Amir dengan takut-takut.

"Yah, Anneth mau periksa ke dokter ortopedi saja. Boleh ya?" pintanya.

Amir berhenti mengunyah. Dia menoleh ke putri bungsunya itu. Tatapannya yang tidak bisa dikatakan ramah itu membuat Anneth merasa tersudut, bahkan sebelum ayahnya melontarkan kata-kata.

"Ayah gak izinkan. Kita harus ketemu Ki Rahmat."

Debby meletakkan pisau dan apelnya di meja. Naura tetap diam sambil memakan potongan apel yang sudah dikupas. Gadis itu mengamati sejenak perdebatan di antara mereka.

"Tapi, Yah. Anneth gak mau ke sana. Mending ketemu dokter ortopedi saja. Kan ada asuransi juga, Yah! Pasti gak bayar."

Amir berdecak. "Kamu yakin dokter-dokter itu gak bohong? Ayah tetap gak akan izinkan. Sudahlah kamu ikuti saja kata-kata ayah. Pasti kamu sembuh tanpa harus dioperasi."

"Tapi gak semua skoliosis harus dioperasi, Yah." Anneth kali ini ngotot. Dia memberanikan diri untuk memulai perdebatan.

Amir menggelengkan kepalanya. "Sekali nggak, tetap nggak. Siapa yang tahu? Dokter itu cuma mau cari uang saja!"

Anneth mengembuskan napas kasar. Dia mendengus kesal.

Debby berdeham. "Ayah, kalau kali ini gak ada perubahan untuk Anneth, jangan paksa Anneth ketemu Ki Rahmat lagi ataupun suruh dia makan mawar."

Amir berpikir sejenak. "Oke. Kita lihat besok."

*

Minggu pagi saat semua orang memilih untuk tidur lagi karena lima hari bekerja dan sekolah, Anneth justru diajak ayahnya pergi. Seperti yang sudah diagendakan, Amir mengajak Anneth bertemu langsung dengan Ki Rahmat.

"Dari semua orang pintar, yang terbaik itu Ki Rahmat. Kamu percaya sajalah sama ayah!" ujar ayahnya saat Anneth menolak. Dukun patah tulang satu itu memang sangat dikenal di seantero kota Bogor.

"Yang patah tulang saja bisa sembuh, apalagi yang tulang bengkok?" lanjutnya. Amir akhirnya membawa-bawa diagnosis dokter meski dia tidak sepenuhnya yakin.

Saat Anneth menginjakkan kakinya untuk pertama kali di halaman rumah itu, dia disambut dengan pemandangan antrean panjang! Dari depan pintu sampai beberapa meter di titik dia berdiri.

"Anneth harus ikut antre?" Gadis itu menatap ayahnya dengan memelas.

"Iyalah! Antre bareng ayah."

Anneth meneguk ludahnya. "Berapa lama?"

"Ya sampai ketemu beliau. Kemarin ayah juga antre kayak gini."

Gadis itu meringis. Saat dia berupacara di lapangan saja dia sudah pegal setengah mati. Mulai dari punggung hingga kaki rasanya tidak nyaman. Apalagi antre panjang begini? Berapa lama dia harus berdiri?

Nyawiji (Revisi Dear Anneth - Kurva yang Ditakdirkan Untuknya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang