9 - Taktik Zara

403 47 5
                                    

Zara merasa badannya seperti remuk. Dia sampai tak bisa lagi memegang hard brace miliknya yang sengaja diletakkan di sampingnya.

Di sisinya ada Deven yang baru selesai ganti baju futsalnya. "Aku bantu?" Dia menawarkan bantuan.

Mau tidak mau dia mengangguk. "Aku capek banget, Dev." Dia menunduk, lesu.

Deven yang baru saja ingin mengambil brace itu berhenti. Dia berdiri di depan Zara. "Kamu mau berhenti nari?"

Mata sayu Zara tampak menjadi jawaban. "Kalau kamu mau berhenti, biar aku yang ngomong ke Anneth sekarang. Biar dia masih ada waktu buat cari anggota lain."

Zara menggeleng, "Udah, kami udah cari. Gak ada yang mau masuk sanggar ini selain Naura. Itu pun karena dipaksa Anneth."

Deven tak tega melihat kondisi Zara yang lemah dan tampak kelelahan. "Kamu yakin mau lanjut?"

"Ini mungkin cuma faktor baru pertama kali ini aja latihan lebih lama kayak gini. Mungkin besok bisa lebih menyesuaikan." Zara tampak berusaha meyakinkan Deven.

Padahal dirinya sendiri masih ragu dengan kemampuannya. Bisakah dia untuk tetap ikut latihan demi lomba itu?

"Zar, aku—"

"Pakain brace aku aja, Dev."

"Zar, bukannya hari ini harusnya kamu renang ya?" tanya Deven, tiba-tiba ingat kembali jadwalnya.

Zara memelotot. Dia baru sadar hari ini adalah jadwal renang. Sedangkan dia malah lepas brace untuk latihan menari.

"Aduh, gimana dong ini?" Zara mulai panik. Yang dia ingat hari ini hanya untuk menari, jadi baju renangnya pun tidak dibawa.

Deven berusaha menenangkan. "Aku telepon ke mamah kamu aja ya. pura-pura cari kamu. Semoga aja mamah kamu lagi pergi."

Zara mengangguk cepat. Deven menghubungi Ibu Eka, tapi tak langsung diangkat. Hingga akhirnya pada detik-detik terakhir telfonnya mati, Ibu Eka menjawab.

"Halo, Deven? Ada apa?"

Deven menarik napas lega. "Ibu? Saya mau tanya. Ada Zara gak ya? Saya cari di sekolah gak ada. Apa dia udah pulang?"

"Ibu kurang tahu. Kalau gak ada di sekolah, berarti dia masih di kolam renang," jawabnya.

"Oh, ibu lagi gak di rumah ya?"

"Nggak. Ini lagi bantuin tetangga buat acara hajatan besok. Kamu langsung ke kolam aja ya!"

Tanpa menunggu Deven menjawab, Ibu Eka langsung menutup telfon. Pemuda berwajah oriental itu tersenyum lebar menatap Zara yang masih menunggu jawaban.

"Ibu kamu gak ada, lagi bantuin tetangga. Yuk pulang!"

Zara mengembuskan napas lega. Setidaknya hari ini masih bisa lolos dari omelan sang ibu.

"Nanti di rumah, kamu keramas aja. Biar lebih meyakinkan," saran Deven. Zara mengangguk cepat, beruntung punya teman yang ahli strategis seperti dia.

*

Senyum Betrand tak lepas sejak Naura turun dari motornya. Sepanjang perjalanan tadi, dia memang asyik mengobrol dengan gadis itu.

Kini saat dia rebahan di sofa, di memorinya kembali terbayang saat Naura sudah turun dari motornya tadi. "Mau mampir dulu, Kak?" tanya Naura dengan suara lemah lembut.

Kalau Betrand tak ingat janjinya dengan Anneth malam ini, dia pasti mau mampir. "Kapan-kapan ya. Sudah malam juga ini."

Naura mengangguk. Baru saja ingin berbalik, ucapan Betrand kembali menahannya.

Nyawiji (Revisi Dear Anneth - Kurva yang Ditakdirkan Untuknya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang