"Pada dasarnya, setiap manusia punya citra baik yang sengaja dibangun untuk menutupi sisi gelap dirinya."
- BWIL -
"Bang Marchel! Baaang!"
Brandon mengernyit, mengusap pelan sebelah telinganya yang mendadak panas karena suara melengking makhluk di depannya. Entah gadis ini bodoh atau telmi, setelan kemeja dan jas di tangan kakaknya tadi pagi, apa tidak cukup membuat dia mengerti kalau hari ini Marchel pergi ke rumah sakit.
"Percuma. Marchel gak di rumah, dia berangkat kerja."
Brandon menatap sekilas wajah merah padam Dara, lalu beralih ke kantong kresek yang ada di tangan wanitanya. "Itu kenapa gak di makan?"
Dara mengikuti arah pandang Brandon. Dengan acuh, ia melanjutkan langkah menaiki anak tangga lalu menjawab, "Belum laper."
"Jangan bohong." Brandon mencekal pergelangan tangan kiri Dara, menghambat langkahnya.
"Saya tau kamu belum sarapan."
Dara berkedip, dari tatapan tajam pria di hadapannya. Dia menoleh kesana-kemari menghindari manik Brandon. Suaranya bergetar, gugup. "Le. Lepasin lah. Gue lagi gak mood makan."
Brandon tak merubah raut wajah ataupun cekalan tangannya. Dia berbalik, berjalan menuruni anak tangga. "Ayo, sekarang waktunya sarapan."
"Ih, apasih tarik-tarik gitu. Lepasin dong, Om!" Teriakan Dara menggema di penjuru ruangan bersama dengan Brandon yang meelpas cekalan, beralih menyahut kantong kresek dari tangan Dara.
"Gurame asam manis kamu, mau saya sumbangin ke kucing depan pager tadi. Jangan kamu tangisin."
Brandon bergegas menjauhi anak tangga. Tak lama setelah itu, terdengar suara langkah cepat di belakangnya. Brandon tahu, Dara mengejar santapan pagi yang ada di tangannya.
"Sini-sini kok dikasih kucing, sih."
"Kamu gak mau, kan? Yaudah, daripada basi gak ada yang makan."
Dia mendesis, memasang wajah sebal. "Gue yang makan. Lagian gak bilang kalo isinya gurame."
"Kamu kenapa gak nanya saya?"
"Ya mana gue tau."
"Makanya nanya."
"Males ngomong sama om-om."
Suasana hening. Anak ingusan itu menatap dengan wajah menyebalkan, kemudian berlalu menuju meja makan. Sungguh, kurang ajar sekali. Sedang mengejek, huh. Sialan. Anak siapa sebenarnya dia ini. Gak ada sopan santun sama sekali. Gemas, Brandon gemas sekali ingin membentak dia di depan wajahnya.
Detik berlalu menjadi menit. Hampir seperempat jam Brandon duduk diam di meja makan, menemani Dara sarapan. Bukan apa-apa, hanya saja ... membangun citra baik itu penting bukan, meski hanya sekadar di hadapan pembantu rumah Marchel. Bagaimanapun, asisten rumah ini punya mulut yang sewaktu-waktu bisa mengadu pada Marchel. Brandon tak ingin sahabatnya tau, kalau dia bersikap tidak baik pada adik kesayangannya.
"Om kenapa gak berangkat ngantor?"
Hening, hanya ada suara sapu kerik beradu dengan tanah. Tukang kebun rumah, pasti sedang menyapu halaman belakang.
Dara melirik lalu kembali menyantap suapan terakhir nasinya. "Om kenapa nungguin gue makan di sini? Gak ada kerjaan ya."
Brandon masih diam sambil melihat ke arah Dara dengan bersedekap. Gadis itu meletakkan gelas kasar, lalu mengusap bibirnya dengan punggung tangan. "Budek. Goblok juga guenya, pake ngajak ngomong orang conge'an."
KAMU SEDANG MEMBACA
Branda War in Love
RomanceInsiden Kak Marchel memergokinya bersama Satya, membuat Dara mau tak mau hidup sebagai babu Brandon paling tidak sampai tiga tahun ke depan. Astaga ... Brandon itu menyebalkan dan terlalu bossy. Dia pikir seorang Dara bisa diperbudak dengan mudahnya...