Brandon tersenyum, dalam hati ia tertawa kencang. Selain pembangkang, banyak bicara, gadis ini punya rasa percaya diri yang begitu berlebihan. Dara kira dirinya seperti Satya yang sangat tergila-gila. Astaga, dia dapat dari mana pemikiran seperti itu.
"Memangnya saya terlihat seperti pria yang sedang mencintai seorang wanita?"
Pertanyaan Brandon sukses membuat gadis di depannya terdiam. Entah malu atau bagaimana, tak lama setelahnya Dara bereaksi diluar dugaan. Terlampau heboh.
"Astaga! Gue lupa. Om kan homo, ya, kan?"
"Hah?" Hei, apa-apaan itu. Kabar burung itu ... dia dapat dari mana.
"Ngaku aja deh, Om. Gue tau kok. Semua orang di kantor om kan udah pada tau, ya kan?"
Mulut Dara itu memang benar-benar menguras kesabaran. Menghembuskan napas pelan, Brandon menoleh ke kanan, nenatap lurus pada manik Dara.
"Mau saya cinta atau enggak sama kamu. Gak ada bedanya, kan? Bukan hal yang penting untuk kamu."
"Iya sih, tapi kaj gue juga berhak ta- "
"Dengar!" Brandon memotong. Lalu menunjuk ke arah meja yang penuh dengan tumpukan map dan laptop sambil berkata, "Liat, kerjaan saya udah nunggu. Jadi, soal perjanjiannya kamu sudah setuju. Gak ada yang perlu diubah lagi kan?"
Di sampingnya, Dara melotot. Berdiri menghentakkan kaki tak terima sembari berkacak pinggang. "Enak aja, aku mau protes. Isi perjanjiannya gak adil. Masa iya ...."
Brandon hanya bisa diam, menulikan telinga dengan rentetan kalimat tak penting istrinya itu. Mau protes aja segala nyalah-nyalahin. Gak adil lah. Enak di dirinya, gak enak di dia. Terlalu ini, terlalu itu.
"Oke, udah selesai, kan. Mana aja yang mau diubah?" Brandon membuka map biru, perjanjian asli mereka. Sedangkan Dara, duduk di lantai sambil membuka copy-an perhanjiannya.
"Yang nomer lima. Aku mau ganti jadi .... Eh, om pinjem pulpennya dong." Dara menodongkan tangan, sedikit mendongak agar bisa menatap wajah Brandon yang duduk di atas ranjang.
Pria itu bangkit mendekati meja, lalu duduk tepat di samping Dara seraya menyerahkan penanya.
"Om tuh, nyebelin banget tau. Kalo perjanjiannya gini kan gak adil namanya. Ditaktor banget."
Gadis itu menggerutu sambil menuliskan sesuatu di atas kertas. Brandon yang tak setuju dengan ucapan Dara, kembali membaca perjanjian poin lima, memastikannya lagi.
5. Pihak ke-2 wajib mematuhi semua larangan yang dibuat oleh pihak ke-1
Brandon rasa tak ada yang salah dengan poin ini. Lagian, di antara nereka berdua, Daralah yang paling membangkang dan banyak bertingkah.
"Emangnya om doang yang boleh ngatur-ngatur. Aku juga berhaklah bikin peraturan. Nih," Brandon menerima lembaran perjanjian lalu membacanya.
5.a Kedua belah pihak wajib mematuhi semua larangan yang dibuat oleh masing-masing pihak.
"Poin 5a?" tanya Brandon heran.
"Iya, ada poin tambahan di baliknya," ujar Dara singkat.
5.b pihak ke-2 bebas melakukan apapun asalkan tidak melanggar pasal 5a.
"Aku mau, dua poin itu ada diperjanjian kita," imbuh Dara cepat.
Brandon mengangguk pelan lalu berkata, "Untuk lampiran larangan, lusa harus sudah jadi."
Tbc ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Branda War in Love
RomanceInsiden Kak Marchel memergokinya bersama Satya, membuat Dara mau tak mau hidup sebagai babu Brandon paling tidak sampai tiga tahun ke depan. Astaga ... Brandon itu menyebalkan dan terlalu bossy. Dia pikir seorang Dara bisa diperbudak dengan mudahnya...