Ting tong. Ting tong.
Berdecak kecil, dengan terburu-buru Dara berlari menuruni anak tangga. Sepenting apa sih urusanya sampai nekat bertamu di saat muadzin masjid lagi kenceng-kencengnya adzan maghrib. Gak ada sopannya sama sekali.
Saat pintu putih ruang tamu dibuka. "Sore penganten baru. Boleh masuk gak, nih?"
Dara mengernyitkan dahi. Behel milik Dewa terlihat berjejer rapi saat laki-laki itu tersenyum menyebalkan. Tiba-tiba saja, Dewa melongokkan kepala didekat pintu.
"Gak ada si Bra, kan?"
Ngaco ni anak.
Suaranya tidak parau, hanya saja mata Dewa Sayu, tubuhnya berdiri agak tidak stabil. Dara tau persis anak ini kenapa. "Kalo lagi mabok pulang aja, jangan ke sini."
Dara bersiap menutup pintunya, tapi ... "Eeee tunggu-tunggu. Gue mau masuk bentar lah."
Dara gagal mengunci pintu. Belum sempat tertutup sempurna, Dewa sudah mendorong lalu melesak masuk secepat kilat. Ia langsung melemparkan diri di sofa coklat ruang tamu.
"Sini Dar, duduk." Dewa menepuk sofa tepat di sampingmya. Rambut gonrong keriting Dewa menutupi sebelah alis tebal lelaki itu.
Dara berjalan mendekat. "Bentar, aku ambilin air." Mendadak, sebelah tangan Dara ditarik kencang oleh Dewa.
"Apaan, Nyet!" rutuk Dara terang-terangan sambil sesekali menggeliat karena posisinya saat ini bersebelahan dengan Dewa.
"Duduk aja sini."
"Ya udah sih, jing. Lepasin!"
Dara membuang muka ke arah lain saat Dewa menatapnya sesaat sebelum melepaskan cengkraman di tangan. Gadis itu sontak berpindah ke sofa single sebelah kirinya.
"Gue pusing banget gak ada lo di kampus, Dar." Di sana Dewa menyenderkan kepala pada sofa, menengadahkan wajah ke langit-langit.
"Mana si Rian kaya tai. Istirahat nongkrong di kantin, gue dikacangin. Dia sibuk mabar AOV."
"Mana tugas banyak banget anjer. Gue bingung mesti nyari contekan ke siapa."Diam-diam dalam hati Dara tertawa bersyukur.
Dewa berdecak pelan lalu kembali bicara, "Lo mau hanimun aja pake cuti seminggu. Ngapain pake ke bali segala, di sini juga jadi."
Tiba-tiba, Dewa tertawa sumbang. "Anjir. Tiga hari empat malem. Lo pasti lepas perawan di sana."
Dara melotot mendengar itu. "NAJIS. Kagaklah, gue gak bakal lepas perawan sama dia."
"Lo pikir cowo beristri bakal peduli? Itu udah jadi hak dia, kewajiban lo buat ngasih."
Entah kenapa, dada Dara berdegup kencang. "Bodo. Nikah palsu, bulan madunya juga palsu. Gak ada yang bisa nyentuh gue sejengkal pun tanpa seijin gue."
Dewa lagiclegi mendecih. Kali inj dia mengatakan kalimat yang membuat Dara memukul kuat rahang kirinya. Semuanya berakhir begitu saja, saat diwaktu yang bersamaan Kak Marchel bersama Kak Maya dan Celya muncul di balik pintu utama.
Dara teepejam, oh, ganguan dari Dewa sudah terjadi sejak dua hari lalu. Suara renyah kripik singkong di mulut Dara berbaur jadi satu dengan suara televisi. Masih menguyah pelan camilan kesukaannya, Dara meletakkan sembarangan kemasan tersebut di meja. Merebahkan diri di sofa ruang keluarga. Pikiranya terus saja memutar ulang kalimat Dewa.
"Gue gak yakin lo bakal tahan, soalnya lo itu masih noob. Grepe dikit aja langsung gak karuan panasnya."
"Sialan si Dewa, bikin resah aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Branda War in Love
RomanceInsiden Kak Marchel memergokinya bersama Satya, membuat Dara mau tak mau hidup sebagai babu Brandon paling tidak sampai tiga tahun ke depan. Astaga ... Brandon itu menyebalkan dan terlalu bossy. Dia pikir seorang Dara bisa diperbudak dengan mudahnya...