BWIL - 13. Main Kemana

276 52 4
                                    

‍‍‍‍‍‍‍Suasana hening sesaat sebelum Dewa akhirnya angkat suara, “Itu om, tadi sore Dara ngerjain tugas kelompok di kontrakan saya. Malemnya, pas saya mau keluar sama temen ke tempat karaoke. Dara minta ikut. Ya, saya gak bisa nolak.”


“Ngapain ikut ke tempat karaoke?” sambung Brandon sambil melirik ke belakang. Gadis itu terdiam, dia yang salah kenapa sekarang dia yang ngambek segala.

“Ngapain?” seru Brandon tak sabaran.

“Apaan sih, bentak-bentak kaya gitu.”

Brandon menghela napas pelan. Dari nada suara Dara, ia tahu gadis ini sedang dalam keadaan mood yang tidak baik. Entah karena kurang tidur, tamu bulanan atau apalah itu masalahnya. Sungguh Brandon tidak sedang membentak, hanya bertanya walau ya ... dengan intonasi yang agak tinggi. Tapi haruskah di depan orang lain Dara menjawab dengan cara seperti ini, membentak Brandon yang notabenenya adalah suami sendiri.

Tak bisakah dia menaham amarahnya untuk sebentar saja. Tidak, Brandon tidak menuntut Dara untuk bersikap baik setiap saat. Hanya bersikap baik di depan orang lain, apakah ini terlalu sulit untuk dia mengerti.

Sepanjang perjalanan, tak ada satu pun yang bersuara. Dara sedang kesal, sedangkan pemuda berlevis belel ini merasa canggung berada di tengah pertengkaran suami-istri. Brandon tertawa dalam hati.

Sial, ngejar jabatan dapet bonus bagong rewel kaya Dara.

“Makasih om. Nanti saya pulangmya naik gojek aja,” ujar Dewa saat mobil Brandon berhenti tepat di trotoar depan kampus.

Pria itu hanya mengangguk, ia buru-buru ikut turun mengejar Dara yang berlalu tanpa mengatakan sepatah katapun. Dengan sekali tarikan, Brandon berhasil menghentikan langkah terburu istrinya.

“Ish! Apaan lagi sih?”

Lagi-lagi Dara bereaksi terlalu berlebihan sampai orang-orang yang berlalu lalang disekitar memerhatikan keduanya. Brandon tak masalah, tak ada siapapun yang ia kenal. Kalau ada yang harus malu, sudah pasti orangnya Dara.

“Udah ih, lepasin napa. Gue bisa pulang sendiri, gak usah jemput-jemput.”

Brandon terdiam menatap dalam iris coklat Dara, beberapa saat berlalu masih dengan arah pandang yang sama sampai gadis itu salah tingkah di depannya. “Apaan sih liat-liat, norak tau gak jurusnya. Kebal gue mah.”

Brandon terbahak. “Pulang tepat waktu, saya gak mau kamu pulang telat. Ada banyak hal yang mau saya bicarakan dengan kamu.”

Dara memutar mata malas. “Iya udah sana,” lalu mendorong Brandon kembali ke sedan hitamnya.

“Kalau sampe telat, saya sendiri yang bakalan anter kamu sampe ke kelas. Dan orang saya yang bakalan nunggu kamu di depan kelas,” imbuh Brandon.

“Halah, si om cerewet banget dah.”

Brandon hanya bisa memandang punggung kecil yang menghilang di balik gedung. Ia tak main-main dengan ucapannya. Sampai Dara membangkang lagi. Brandon akan buat gadis itu jera.

***

Sore hari, saat Brandon sudah pulang dari kantor. Ia masih mendapati Dara tak ada di rumah. Brandon menghela napas. Memijat keningnya pelan, “Astaga Marchel, cepet pulang kek lo. Capek gua kalo si Dara gini caranya.”

Entah apa yang membuat gadis manis itu bermasalah. Brandon tidak membual. Sungguh dulu semasa masih di bangku sekolah, Dara itu sangat manis. Dia gadis berprestasi, penurut, bertata krama, pemalu, dan Brandon tak pernah mendengar keluhan dari Marchel tentang adiknya. Sekarang isaat sudah jadi istrinya, Dara terlalu banyak menguras kesabaran. Heran, kenapa mesti dirinya yang kena getah seperti ini.

Branda War in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang