| 2 |

1.3K 209 2
                                    

Jeno meringis kala telapak tangannya menyentuh air. Disaat seperti inipun semesta tak ingin menerima makhluk kotor sepertinya. Air yang mengalir tenangpun bisa menyakitinya dengan mudah. Kedua netra pekat itu terpejam, merasa tersiksa akan perlakuan yang diterima nya kali ini.

Seorang peri air memunculkan kepalanya ke permukaan, menatap Jeno yang masih meringis, menangisi keadaannya sendiri dalam diam.

"Hei" panggilnya, membuat Jeno terkejut hingga terduduk ke belakang.

Makhluk air itu tersenyum manis, menampakkan gigi-gigi kecilnya. Begitu menggemaskan.

"Mau kuambilkan mata air peri agar kau bisa minum?"

"Mata air peri?"

"Kuambilkan ya!"

Peri air yang manis. Sejujurnya ini pertama kali ia melihat makhluk fana dibumi, ini pertama kalinya ia memasuki dunia dimana makhluk hidup berpijak diatas tanah atau bahkan hidup didalam air.

Ia bahkan tak mampu berkata-kata kala peri itu membawakannya sebuah batang kayu berisi air.

"Minumlah!" ujarnya riang masih dengan senyum yang bertahan di bibirnya.

Jeno mengangguk kaku lalu meminumnya pelan-pelan. Saat pertama kali air itu menyentuh lidahnya, terasa manis dan memabukkan. Bagai madu yang biasa disajikan di surga.

Mata air peri.

"Manis" gumam Jeno tanpa sadar membuat senyum peri manis tadi semakin lebar.

"Memang seharusnya begitu, hehe" kikiknya lalu menumpukkan tubuh dan naik keatas batu pendek di pinggir sungai, tak jauh dari posisi dimana Jeno terduduk.

Jeno bisa melihatnya, kulit pucat dengan sisik yang bersinar kala tersorot cahaya mentari membuat peri air yang belum ia ketahui namanya semakin entahlah.. Indah?

"Ah, hampir lupa. Siapa namamu?" tanya nya santai, srolah tak memikirkan dengan spa ia tengah bicara saat ini. Jeno terdiam. Ia tak tahu apakah ia mempunyai namanya.

Nama Jeno sendiri diberikan oleh malaikat Michael ketika ia pertama kali tercipta.

Ia jadi tidak tahu apakah ia masih diperbolehkan memakai nama itu atau tidak.

"A-aku.."

"Namaku Renjun" potong si peri air seraya mengusap kulit bersisiknya pelan, merasa sedikit kepanasan akibat matahari yang bersinar kuat pagi ini.

"A-aku.."

"Pakai saja namamu. Bukankah bagi para malaikat, nama adalah sebuah berkat paling berharga?"

Jeno terdiam mendengar apa yang diucapkan Renjun. Hatinya tercubit sakit, merasa tidak pantas untuk kembali memakai nama itu. Tapi apa yang dikatakan Renjun adalah fakta.

"J-Jeno. Namaku Jeno"

Renjun tersenyum kembali, sangat manis. Sisiknya seolah ikut bersinar secerah senyumnya pagi ini.

....


Surai biru itu tergerak acak kala tangan siempu bergerak mengusaknya. Cermin didepan mata menunjukkan sosok pria tampan dengan surai biru, sepasang netra yang bersinar merah darah, begitu menawan. Keberadaannya mampu membuat para succubus memekik terkesan.

Dimanapun ia berpijak, eksistensinya pasti menarik perhatian. Seperti yang diharapkan dari iblis bawahan Lucifer. Begitu memikat hingga mampu menjerat siapapun dan menggiringnya dalam kematian berselimut hasrat.

Sejemang ia terdiam, menatap kearah dada bidangnya yang dihiasi luka pecut yang sedikit hangus, beberapa sayat menghias cantik bagian atas tubuhnya. Diam-diam ia bangga, ingin rasanya menyombongkan diri tapi pada siapa pula.

Notre DestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang