Malam itu terasa lengang. Di suatu sudut di ruang tamu seorang pemuda terlihat tengah sibuk berkutat dengan laptop di hadapannya. Hanya suara ketukan keyboard yang mengisi kesunyian di rumah itu. Ekspresi pemuda itu tampak serius, gurat tampan di wajahnya menjadi semakin terlihat. Cahaya putih dari laptop yang menyinari wajahnya membuatnya nampak seperti seorang makhluk indah dalam legenda yang tengah disinari cahaya bulan. Sungguh ayu, namun juga tampan.
Pemuda itu mendesah. Kesunyian di dalam rumah mulai menyelinap ke dalam kefokusan yang coba ia bangun sedari tadi. Sudah hampir dua jam ia menyibukkan diri dengan menggarap dokumen-dokumen yang bahkan tak wajib harus diselesaikan minggu ini. Bukan, bukan karena ia terlalu rajin. Dia hanya butuh pengalihan. Sebuah pengalihan agar tak terlalu banyak menghirup sunyi.
"Sayang, aku bakal pulang telat malam ini. Makanlah duluan. Jangan tunggu aku, ya. Aku tidak mau maagh mu kambuh karena telat makan. Love you."
Dia kembali membaca pesan yang terkirim ke ponselnya tiga jam yang lalu itu, entah sudah berapa kali. Napas kecil menghembus dari bibir tipisnya seraya ia menyandarkan punggungnya yang lelah di kursi kayu.
Ironis. Itu yang ingin ia katakan. Sebelumnya, ia sangat suka dengan kesendirian. Kesendirian adalah teman yang membentuknya menjadi pribadi tangguh. Menggemblengnya dengan kemandirian yang selalu ia banggakan. Dia sangat menikmati waktu di mana ia bisa sendiri, bercengkerama dengan pikiran-pikiran dan angan di kepalanya. Waktu-waktu itu begitu dia hargai. Namun kini, dia seperti sudah tidak mengenali lagi waktu-waktu itu. Kesendirian sudah berubah menjadi musuh yang ingin ia jauhi. Kesunyian menjadi suatu hal menyeramkan yang ingin ia hindari. Bagaimana dirinya bisa berubah dari seseorang yang menyukai kesendirian menjadi seseorang yang harus bergumul dengan kegalauan kala tengah sendiri adalah suatu pertanyaan yang selalu membuatnya mendengus. Namun juga mengadirkan senyuman lembut di bibirnya.
Semua itu, karena satu orang. Satu orang yang tanpa permisi memasuki kehidupannya, meruntuhkan tembok-tembok kesendirian yang dengan megahnya ia bangun. Seseorang yang hanya dengan bermodal senyum manis menyilaukan pandang dan rayuan gombal telah berani mengobrak-abrik dinding keacuhan yang sangat lekat dengan dirinya.
Gong Jun, nama perusuh itu. Seorang pemuda tampan yang berprofesi sebagai dokter di Healer Valley Hospital. Dokter muda berkharisma yang memiliki kepopuleran tingkat tinggi di seantero rumah sakit. Doker tampan yang membuat pasien yang sudah sembuh menjadi ingin berobat kembali.
Dr. Gong Jun
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seseorang yang sangat tampan dan berpenghasilan menjanjikan seperti Gong Jun entah kenapa bisa tertarik kepada pemuda biasa seperti dirinya. Sebuah pertanyaan yang hingga kinipun tak pernah bisa ia jawab. Ia hanyalah seorang guru honorer berpenghasilan pas-pasan dengan penampilan pas-pasan pula (begitu yang ia selalu pikirkan mengenai dirinya).
"Kau ini sangat indah. ZheHan ku yang paling indah. Sangat indah hingga aku tak ingin orang lain menikmati keindahan ini."