Foto

84 8 1
                                    

BILLIOMS

"Huftt" helaan nafas Ela sambil menyeka keringatnya. Dirinya sudah berdiri di gedung pencakar langit milik suaminya tepatnya gedung utama perusahaan  Billioms. "Satu,dua,...,tiga puluh, astaga tinggi sekali" gumamnya.

Ela harus menyelesaikan pekerjaannya sebagai istri sebelum berangkat kerja,sesuai dengan peraturan nikah yang ditetapkan. Bangun dini hari, mencuci pakaian kotor, piring, menyapu, mengepel, menjemur pakaian, menyiapkan pakaian kerja suami dan terakhir memasak sarapan untuk suaminya.

Jangan pikir jika mereka menikmati sarapan berdua, karena mereka tetap mengikuti peraturan, bahwa Ela tidak boleh makan semeja dengan Suaminya. Miris bukan?

Belum lagi Ian yang berangkat menggunakan mobil dan sopir sedangkan Ela harus menunggu bus dihalte. Ela tidak mau telat dihari pertamanya kerja di Billioms. Bukan terpaksa baginya untuk bekerja disana. Bahkan Ela sangat bersyukur bisa seharian sekantor dengan Ian.

Ela tidak menyangka jika perusahaan suaminya begitu besar dan elit. Ela masuk dan berjalan menuju resepsionis. Saat ia sudah mendapat informasi yang dia inginkan, matanya menangkap sosok yang begitu menarik.

"Tampan sekali suamiku" gumam Ela sambil melihat Ian dan Arkan beserta 6 orang karyawan dibelakangnya berjalan kearah lift khusus direktur.

Sekilas Ian melirik seseorang yang dikenalnya di meja resepsionis. "Arkan, wanita yang disana akan bekerja disini, buat dia bekerja yang jauh berhubungan denganku"

Arkan melirik ke arah Ela yang masih senyum senyum memandang ke arah Ian. "Nona Ela, Tuan?"

"Hm"

"Baik, Tuan"

Mereka masuk kedalam lift khusus dan naik ke lantai paling atas, ruang direktur utama. Ela masih bengong memandang lift hingga sesorang menyadarkannya.

"Ela?!" suaranya mengagetkan Ela dan memutar tubuhnya menghadap pelaku yang membuatnya hampir serangan jantung mendadak.

"Mon-mon?!"

Ela memutar matanya malas saat tau orang itu adalah sahabatnya.

"Kau mau bertemu Abang?" suara Monica tengah berbisik, karena takut orang lain mendengarnya. Sebab status pernikahan Ela yang masih privasi dan hanya orang kepercayaan yang tahu.

"Aku mau bekerja disini, Mon"

"APA?" teriak Monica kaget,membuat orang dilantai itu melihat heran ke arah mereka berdua.  Ela seketika menutup mulut monica yang masih terbuka lebar dan belum menyadari sekitar. Ela tersenyum dan menganggukan kepala meminta maaf kepada mereka yang masih terpaku perhatiannya kepada mereka berdua.

"Mon, kau membuatku malu.." cicit Ela dengan tangannya masih setia menutup mulut Monica. Monica merasa kehabisan pasokan udara memukul-mukul tangan Ela yang ternyata menutup lubang hidungnya juga.

"Maaf" Ela melepaskan tangannya dan semoat mencium tangannya yang menutup mulut Monica yang terbuka kaget tadi. Untung ga bau, batin Ela.

"Huh hah huh hah, kauhh mauhh buathh akuhh matih hah?" berusaha mengisi paru-parunya yang sempat kosong dan menormalkan pernafasanya.

Ela menarik tangan Monica keluar dari gedung pencakar langit itu. Monica hanya mengikut patuh saat tangannya ditarik.

"Jelaskan!" pinta Monica dengan matanya menatap tajam.

"A-aku b-ekerja disini, agar aku tidak bosan dirumah tidak m-elakukan apapun. Kau taukan Mon, aku tipe orang yang tidak bisa hanya diam dirumah? Lagi pula pekerjaan rumah sudah ku selesaikan. Ak-"

Uh, Hm It's Hurt (hiatus Bentar) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang