Chapter 4 : Bukan Indigo

161 34 0
                                    

Meja belajar penuh buku berserakan terlihat seperti taman bermain dari pada disebut meja belajar. Lacinya terbuka menampakkan map-map serta kertas penuh coretan. Sedangkan di lantai juga terdapat buku besar Ensiklopedia berserakan. Ada juga beberapa novel berukuran tebal dengan cover gelap yang lebih mendominasi warna merah dan hitam. Tampaknya itu adalah novel ber-genre Thriler.

Genta keluar dari kamar mandi. Tangannya terus mengusap rambut yang basah dengan handuk. Pagi ini dia tampak tidak bersemangat untuk pergi kemana-mana. Minggu pagi yang seharusnya digunakan waktu untuk jalan-jalan dan refreshing malah membuatnya tak minat. Meski tadi dia sempat diajak oleh Keyvan dan Naufal, tetapi dia sedang tidak mood.

Cowok itu menguap. Dia masih mengantuk. Semalam Genta tidak tidur dan memilih menghabiskan waktu malam untuk membaca novel. Itu semua gara-gara hantu cewek yang ditemuinya kemarin. Bisa-bisanya dia terus memikirkannya. Itu seperti kode perkemahan dalam bahaya. Tuh kan, firasat buruknya mulai menghantuinya lagi.

"Genta." Suara Mamanya dan ketukan pintu pelan membuyarkan lamunan.

"Masuk aja, Ma. Nggak dikunci."

Ketika pintu dibuka, Selena membelalakkan mata melihat kamar anaknya seperti kelas anak TK. Berbagai macam buku berserakan kesana kemari. Leptop yang masih menyala menampakkan dua orang yang sedang baku hantam.

"Ini kamar atau kapal pecah, sih? Buku berantakan, alat tulis kemana-mana, leptop dibiarin nyala. Jangan-jangan kamu semalem nggak tidur, ya?" omel Selena sembari memungut buku-buku itu.

Sedangkan Genta masih mengusap rambutnya dengan handuk dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Nggak bisa tidur, Ma."

"Ya, seenggaknya jangan berantakin buku kayak gini, dong." Selena terdiam mencerna kata-katanya sendiri. "Eh, sejak kapan kamu suka baca buku? Mana buku horor lagi."

Genta hanya cengengesan. Ia beranjak membantu Mamanya memungut buku.

"Mama tahu. Pasti kamu nggak bisa tidur gara-gara baca buku ini kan? Hayo, ngaku!"

"I-iya."

"Tuh kan!" Selena menghentakkan kakinya. "Kalau takut itu jangan coba-coba sok berani. Kan kamu jadi kurang tidur."

Genta tak menggubris. Mamanya memilih menghela napas pasrah dan kembali memungut buku. Sebenarnya, ada tujuan tersendiri Genta membaca buku itu. Dia memang tidak suka horor, tapi Genta penasaran pada dirinya yang bisa melihat jelas penampakan hantu Airis. Apakah dia indigo? Kalau iya, maka yang harus disalahkan ialah sang Mama.

"Ma?"

"Hm."

Genta meneguk saliva-nya. "Indigo itu sifatnya turun menurun ya, Ma?"

Selena yang mulanya tidak peduli kini menatap Genta serius. "Kenapa nanya gitu? Kamu takut ya, kalau semisal kamu punya kelebihan indigo?"

"Itu bukan kelebihan, Ma. Tapi kesial--aw!" Genta memekik kesakitan saat Selena menabok bibirnya.

"Hush! Jangan ngomong gitu. Nggak baik."

Cowok itu mendengus kesal. Baginya indigo itu suatu kesialan. Bagaimana tidak, setiap hari bertemu dengan makhluk aneh. Dia sendiri mewarisi sifat sang Papa yang penakut. Jadi Genta takut kalau sifat indigo Mamanya akan menurun padanya.

"Mama tahu kalau Mama itu indigo sekitar umur berapa?" tanya Genta. Meski masih kesal Mamanya menaboknya, tapi dia bisa apa?

"Kalau nggak salah umur 17 tahun."

"Be-beneran?" ucapnya terbata.

Percayalah, raut muka Genta sangat tidak lucu kali ini. Tetapi Selena malah tertawa terpingkal-pingkal melihat reaksi anaknya itu.

Genta School Mistery [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang