Kamar bernuansa disney dan warna pink mendominasi serta ranjang dengan sprei warna pink pula ditempati seorang cowok yang sedang bergulat dengan sarungnya alih-alih ditempati seorang putri kecil. Pun seorang anak perempuan bak seorang putri berumur sekitar 8 tahun tengah melipat tangannya menatap tajam kakaknya yang sedari tadi tak berhenti mendengkur. Apalagi yang dipakai tidur adalah kamarnya. Jelas, ia sangat marah tubuh bongsor sang kakak ambruk di ranjang kesayangannya.
Tak bisa menahan amarahnya lebih lama, anak perempuan itu mengambil bantal untuk dilemparkan ke tubuhnya. Namun nahas, bantal yang tepat mengenai muka malah dipeluk.
"Ih, Kak Kepan, banguuun. Nggak sadar apa kalau ilernya netes!" Suara kecil namun melengking itu tetap tak berhasil membangunkan Keyvan--kakaknya.
Anak perempuan itu semakin melotot karena dengkurannya malah semakin keras. Menyebalkan. Mungkin tidak ada cara lain selain melapor Bunda.
"Bundaaa! Kak Kepan--"
"Iya-iya! Gue bangun, elah!" Dengan sisa-sisa kesadarannya, akhirnya Keyvan memilih bangun daripada kena semprot Bunda.
Lula, anak perempuan yang diketahui adik dari Keyvan itu tertawa kecil sambil menutup mulutnya. Padahal teriakannya yang keras tadi mungkin sampai di telinga Bunda. Sebentar lagi Bundanya akan menuju ke sini dan kakaknya akan kena marah lagi.
Keyvan dengan malasnya menatap adiknya. "Kesini kamu precil," titahnya sambil meraih tangan Lula agar mendekat.
"Apasih, Kak, tarik-tarik!"
Keyvan menengok ke arah pintu. Setelah yakin tidak ada siapa-siapa, cowok itu menghela napas kasar dan menarik sarungnya kembali sampai leher. "Bunda kemaren lihat kakak pulang malem lagi, nggak?" tanya Naufal berbisik.
Lula dengan muka polosnya menggeleng pelan kemudian tersenyum jahil. "Tapi nanti aku aduin loh, Kak," jawabnya berbisik.
Cowok bersarung kain songket hitam itu melotot. "Jangan, Precil!" Keyvan gregetan dengan adiknya yang satu ini. "Nanti kalau kakak kena hukum gimana?"
"Yaa ... derita Kak Kepan. Salah sendiri kunci kamar selalu nggak dibawa. Terus ujung-ujungnya tidur di kamar aku." Lula dengan muka polosnya melenggang pergi.
Wajah Keyvan langsung pias. Adik kecilnya itu memang ingin sekali dibanting rupanya. Tapi sayang, dia hanya punya satu. Sebenarnya jika harus memilih, dia tidak ingin punya adik perempuan. Apalagi tukang mengadu seperti Precillia Nalula Shopia ini.
"STOP!" Keyvan dengan cepat menarik kembali tangan kecil Lula.
Anak perempuan itu menoleh. "Apasih, Kak?!" ucapnya memberontak melepas tangan dari cekalan kakaknya yang jelas lebih kuat itu. "Apa jaminan biar aku nggak ngadu sama Bunda, hm?" lanjutnya dengan nada sok jual mahal.
"Dasar, Precil!" desisnya pelan kemudian menatap lembut sang adik, "Precil, sayang. Jangan aduin ke Bunda kalau Kak Keyvan pulang malem, ya." Tangannya mengambil helaian rambut lurus milik adiknya yang berantakan. "Nanti Kak Keyvan beliin permen, gimana?" sogoknya.
Lula terdiam tampak menimang-nimang usul dari kakaknya. Permen ... boleh juga. "Beneran?" tanyanya memastikan sambil melirik rambutnya yang tanpa sadar dikepang oleh Keyvan.
"Nah, gitu dong. Anak baik." Keyvan menyinggungkan senyum kecil. "Mana karetnya?"
Lula menyodorkan karet yang sedari tadi digenggam. Kepangan rambut yang dibuat Keyvan mungkin berantakan, namun itu sangat spesial baginya.
"Lula, lihat Kakak, nggak?" Tiba-tiba perempuan berjilbab datang dari balik pintu. Bunda terkejut kala melihat Keyvan yang dicarinya ternyata ada di kamar Lula. "Oh, di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Genta School Mistery [ On Going ]
Teen FictionBukan sebuah rumor belaka kalau 12 IPS 2 yang digadang-gadang adalah kelas tumbal. Bahkan kejadian tragis lima tahun lalu yang melibatkan siswa 12 IPS 2 pun masih jadi bahan pembicaraan siswa gabut yang tidak ingin rumor kelas tumbal yang merenggut...