Rane Hydris Cyclonius

65 10 0
                                    

"Nak, apakah kau sudah menentukan sekolah mana yang akan kau pilih?", tanya Ibu. Dengan membawa segelas susu dan meletakkannya di meja.

"Belum Bu, sepertinya aku masih bingung ingin memilih yang mana", jawabku karena memang benar-benar sulit memutuskan sekolah mana yang akan kupilih nanti.

Bukankah mengambil keputusan itu sulit. Butuh waktu entah lama atau lebih cepat. Semakin cepat lebih baik atau malah sebaliknya. Aku tidak tahu?

"Baiklah, kalau begitu kita sarapan dulu dan tolong kau panggilkan Ayahmu kita sarapan bersama". Langsung saja aku memanggil Ayah yang kebetulan sedang membaca koran di ruang tengah. Sudah tidak asing bukan jika ayahmu membaca koran di pagi hari?

Dan kamipun sarapan bersama.

Untuk sekolah aku masih memikirkannya. Tapi sepertinya alasanku bukan hanya itu saja. Bukan hanya untuk mencari sekolah yang nyaman, bersih, dan berkualitas. Karena sibuk berpikir aku sampai terkejut karena Ibu menyuruhku untuk membukakan pintu. Sepertinya ada tamu yang datang, langsung saja kubuka pintunya.

"Permisi, apakah anda Rane?", tanya orang tersebut. Orang ini aneh, dia menggunakan jubah berwarna putih dengan ukiran warna emas. Aneh..... Aku juga agak merasa curiga pada orang tersebut. Mana ada orang memakai jubah pada siang hari seperti ini.

"Ya benar itu saya sendiri. Memangnya ada apa anda mencari saya?", jawabku yang juga bertanya alasanya mencariku.

"Saya hanya ingin memberikan surat ini kepada anda", sambil kuterima surat itu.

'Surat apa ini, tidak biasanya aku mendapatkan surat'

"Kalau begitu saya permisi dulu", kata orang orang tersebut. "I-Iya baiklah", jawabku sambil terkejut dari lamunan. Kututup pintunya sambil masuk kedalam rumah.

Kira-kira surat apa ini dan dari siapa?
Akan kubuka nanti saja aku harus membantu Ibu membuat kue. Aku memang suka memasak, jadi jangan berpikir aku tidak bisa memasak karena aku laki-laki.

Untuk urusan memasak memang aku ahlinya. Waktu pertama kali aku memasak karena tidak ada makanan di rumah dan Ibu belum pulang juga. Saat itu aku sungguh lapar, membuka kulkas isinya hanya bahan mentah. Masa aku harus makan itu.

Karena terpaksa aku jadi harus memasaknya. Jadilah masakan yang aku buat, tapi aku tidak tahu apa namanya. Rasanya juga lumayan enak, bumbunya pas. Yang penting aku bisa makan. Dan kebetulan Ibu juga sudah pulang saat itu. Dia terkejut karena aku memasak. Bagaimana tidak aku masih kecil dan memegang alat berbahaya tanpa pengawasan orang dewasa.

Untungnya aku hati-hati, jika tidak mungkin aku sudah menghanguskan alat dapur juga rumah ini. Untunglah itu tidak terjadi anggap sebagai pengalaman saja

___________

Flashback...

"Rane, apa kau yang memasak nak?", tanya Ibu dia sungguh terlihat khawatir denganku.

"Eum... Iya Ibu, aku sangat lapar tadi karena tidak ada makanan hanya bahan mentah saja jadi aku memasaknya", kataku saat itu.

"Astaga maafkan Ibu, Ibu lupa menyiapkan makanan untukmu kau tidak apa-apakan Rane?", sambil memelukku. Teryata dia tidak marah, apakah  Ibu merasa bersalah.

"Aku tidak apa-apa Ibu, lihat aku tidak terluka sedikitpun", jawabku sambil memutar badanku agar Ibu tak merasa khawatir lagi.

Kalau kalian tanya aku bisa memasak darimana, jawabannya adalah karena aku sering ikut Ibu memasak. Saat Ibu bangun aku juga ikut bangun.

Aku akan memperhatikannya memasak. Kemudian mengingatnya dalam kepalaku dan bisa melakukannya seperti saat ini. Sejak kejadian itu Ibu selalu menyiapkan makanan untukku tepat waktu. Juga mengajariku cara memasak yang baik agar aku tidak terluka dan semakin mahir.

The Seven Elements of the ContinentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang