Evan Lumis Grine

14 9 6
                                    

'And when the lights start flashing like a photo booth'
'And the stars exploding we'll be fire proof'
'My youth, my youth is yours trippin' on skies sippin' waterfalls'
'My youth, my youth is yours runaway and forevermore'
'My youth, my youth is yours a truth so loud you can't ignore'
'My youth, my youth, my youth'
'My youth is yours'
(Music)....................................................

Di sebuah ruangan terdapat seseorang yang lihai menari. Gerakannya serempak dengan alunan musik yang dimainkan. Tampak indah penggabungan dari gerak dan musik tersebut.

Dan musik selesai, dia terduduk di lantai yang dingin. Sambil meluruskan kedua kakinya

"Evan, ayo minum dulu!" aku terkejut karena tiba-tiba ada minuman didepanku.

Kuminum air agar menghilangkan haus ini. Rasanya segar sekali setelah minum. Seperti ada yang menyiram api dalam tubuhku.

"Terimakasih kawan" kataku.

"Sama-sama dan terimakasih juga sudah mengizinkanku latihan disini" katanya.

"Ya sama-sama, lagipula kalau aku hanya sendiri latihannya akan sangat membosankan kalau ada kau baru seru" kataku sambil tersenyum.

Dia adalah teman baikku, lebih tepatnya sahabat untukku. Sebenarnya kami tidak memiliki kesamaan tapi punya banyak perbedaan. Dia selalu mengerti apa yang aku butuhkan dan aku pikirkan. Bahkan mengetahui kesukaan dan semua tentang diriku melebihi orangtuaku.

Yang aku sukai darinya adalah candaannya. Walau bercandaannya tidak lucu hingga kadang membuat kami bertengkar.

Tapi pertengkaran itu tidak serius hanya main-main. Aku lebih menyukai senyumannya yang berbeda dari yang lain. Senyuman aneh menurutku, tapi ada manisnya.

"Kalau begitu aku pulang dulu ya" pamitnya padaku.

"Ya baiklah" sahutku.

"Oh ya jangan lupa kunci pintu, hati-hati jika sendiri dirumah nanti ada badut yang ingin menculikmu lagi" katanya menakut-nakutiku dengan wajahnya yang dibuat-buat.

"Apa yang kau katakan, sudah pulang sana katanya mau pulang!" bukannya membuat tertawa malah membuat kesal. Dia pikir aku takut dengan bualannya.

"Iya-iya pendek, ini juga mau pulang" katanya sambil memakai sepatu. Tapi apa yang dia bilang tadi 'pendek katanya.

"Kau bilang apa tadi, dasar alien!" sebelum kulempar sepatu padanya dia sudah lebih dulu keluar dari rumah ini.

Hawa disini semakin panas saja bikin gerah badan dan gerah hati. Mungkin mandi bisa menghilangkannya.

Ting tong... Ting tong...

"Bibi tolong buka pintunya!" aku sedang mandi dan keramas masa mau buka pintu kan nanggung. Dimana bibi, belnya terus saja berbunyi. Aduh mataku perih terkena sabun. Air.....

Terpaksa aku yang harus membukakan pintu. Tapi tidak ada orang sama sekali diluar. Apa aku salah dengar karena telingaku kemasukan air. Kututup pintunya dan baru selangkah.

Ting tong... Ting tong...

Kubuka pintu lagi tapi tetap tidak ada orang. Apa mungkin belnya yang rusak. Kututup lagi pintunya dan ingin meneruskan mandiku yang tertunda tadi.

Ting tong... Ting tong...

Apalagi ini kenapa berbunyi lagi tadi kan sudah. Lalu aku berjalan kedepan pintu dan ada suara di semak-semak. Mungkin kucing, tapi siapa yang menekan bel. Aku celingak-celinguk melihat apa ada orang disini.

Bwaaaa....

"Aaaaaaaaa........." astaga jantungku. Apa-apaan ini dia tertawa terbahak-bahak di depanku.

"Kau, kenapa belum pulang dan mengagetkanku seperti ini. Apa kau diusir dari rumahmu hah?" tanyaku dengan ketus.

"Tidak, aku hanya ingin saja dan kau kenapa membuka pintu hanya memakai handuk saja?" tanyanya dengan tidak punya rasa bersalah sama sekali. Hei aku seperti ini juga karenanya.

"Kau tidak perlu tahu, pulang sana!" karena kesal aku menyuruhnya pulang. Kudorong dia ke arah gerbang mungkin dia tidak tahu pintu keluar.

Huft mandiku tertunda terus dari tadi.

Ting tong... Ting tong...

Apakah dia tidak punya kerjaan lain hingga mengganguku terus.

"Apa yang kau inginkan ha!..." teriakku kencang. Tapi ini bukan temanku, aku hanya menatapnya.

Krikk... Krikk...

"Saya hanya ingin memberikan surat ini kepada anda" dengan tersenyum dia memberikan surat itu.

"I-Iya terimakasih dan maafkan aku karena sudah berteriak padamu" sambil membungkukkan badan.

"Iya tidak apa-apa saya permisi" dia langsung pergi, apa dia marah padaku. Ini semua karena teman anehku itu. Awas saja akan kubalas nanti.

Pukul 18.36

Makan malam sangat sepi, ini yang aku benci. Hanya aku di meja makan ini, makan sendirian. Kedua orangtuaku selalu bekerja dari pagi sampai malam. Mereka juga jarang pulang atau aku yang tidak tahu mereka pulang karena aku sudah tidur.

Tidak bisakah mereka meluangkan waktu mereka untukku sedikit saja. Apakah pekerjaan lebih penting dari anak.

Surat apa ini, apa mungkin orangtuaku yang mengirimnya. Kalau iya biasanya mereka hanya mengirimkan pesan lewat SMS atau lewat bibi.

Oh sekolah, lebih baik aku sekolah daripada sendiri di rumah. Di sana aku akan mendapatkan teman.

♡♡♡

Seminggu kemudian...

Aku sudah selesai mengemas barang yang akan kubawa. Memang aku mengemasnya baru tadi pagi sekitar jam satu. Karena kemarin aku tidur dari siang jadi pagi sekali sudah bangun.

"Bibi aku berangkat ya, kalau ada yang tanya aku kemana bilang saja pergi sekolah" orangtuaku belum kuberi kabar soal ini. Hanya malas nanti mereka juga tahu. Langsung saja aku masuk ke mobil.

Di mobil...

Perjalanan pun dimulai setelah aku masuk kedalam mobil. Tapi seperti ada yang lupa, handphone juga sudah kubawa.

"Kenapa kau melamun?" aku langsung tersadar dari lamunan.

"Tidak, aku tidak apa-apa kok"

"Emm namaku Avian Haydn lahir tahun 1996 dan kau"

"Oh namaku Evan. Evan Lumis Grine em... Kak"

"Panggil aku Kak Avian saja, tapi panggil Avian juga boleh kan hanya beda satu tahun"

"Aku akan memanggilmu Kakak, tidak sopan jika hanya memanggil namamu". Dia terus memaksaku untuk memanggil namanya saja. Kuiyakan saja permintaannya.

Hanya ada pemandangan hijau di setiap perjalanan. Memang jalan ke sekolah melewati hutan. Katanya ini adalah jalan pintas menuju ke sana. Jika lewat jalan raya akan sangat lama sampainya. Itu perkataan Avian. Di sekolah itu ada peraturan tidak boleh terlambat.

Setelah sampai kami turun dari mobil dan langsung menuju ke ruang kepala sekolah.

Aku sudah diterima menjadi siswa di sekolah ini. Apa mereka akan mencariku kesini. Mana mungkin mereka saja tidak peduli padaku. Apa yang kulupakan ya.

Karena terus berpikir apa yang lupa, aku jadi tertidur.

The Seven Elements of the ContinentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang