07 •Semangat•

33 13 0
                                    

Bus yang ditumpangi Karin dan keluarganya sampai di halte bus, dekat dengan sebuah rumah yang megah nan indah. Rumah itu sangat besar. Dikelilingi oleh pagar yang mengamankan rumah itu, juga beberapa bunga dan semak-semak yang dipotong dengan bentuk yang indah.

Di depan gerbang rumah itu ada Alice yang menyambut mereka dengan senyuman lebar. Karin segera berlari ke arahnya dan memeluknya erat. Air mata kini jatuh kembali. Suasana berubah menjadi sedih ketika Alice dan Karin sama-sama meneteskan air mata. Lalu Alice menjelaskan maksud dan tujuannya mengundang Karin dan keluarganya ke rumahnya.

"Jadi gini Rin. Mama gua punya—"

"Karin... Ya Ampun Nak..." sambut Mamanya Alice, yaitu Indah, dengan sangat girang. Memotong pembicaran anaknya dan memecah keheningan suasana.

"Alice, kenapa kamu diemin mereka diluar sini sih. Ajak masuk dong Nak," ujar Indah sembari membawakan koper Karin, sedangkan yang lainnya mengekor di belakangnya.

Seketika Karin takjub dengan keadaan rumah bagian dalam. Rasanya ia sedang berada di negeri dongeng. Bagian dalam rumah itu tak kalah megah dengan bagian luarnya. Seperti nama pemiliknya, rumah itu sangat indah dan memiliki 3 lantai.

Dinding yang berlapiskan beberapa pajangan yang menawan. Lobby bagian depan yang selalu menyambut tamu dengan keindahan barang-barang yang dipajang dengan sangat rapi disitu. Dan juga foto besar keluarga Alice yang menjadi ikon rumah itu, membuat para tamu tahu kalau rumah itu milik keluarga Vanessa, keluarga termasyhur di kota.

"Silahkan duduk Karin, nenek, dan...."

"Adira," sahut Adira sembari berusaha duduk di sofa yang lebih tinggi dari dirinya. Dan akhirnya, kakaknya lah yang harus menggendong lalu mendudukkannya ke sofa tersebut.

"Jadi gini Rin. Mamaku menawarkan sesuatu kepada keluargamu. Jadi, dulu mamaku pernah punya rumah di daerah lain di sekitar sini. Ya, letaknya nggak jauh juga sih dari sekolahan dan dari sini. Karna udah nggak ditinggali, mamaku pengen kamu dan keluargamu untuk tinggal disana," jelas Alice panjang lebar, sedangkan yang lainnya mendengarkan dengan seksama.

"Yaps, itung-itung tante juga mau berterima kasih kepada kamu, karna sudah membuat Alice menemukan jati dirinya. Meskipun sebenarnya itu hal kecil, tapi kamu nggak tahu, kalau kedepannya itu bakal menjadi hal yang besar," ucap Indah, sembari duduk di samping anaknya.

"Tapi tante, apakah tante tidak keberatan? Saya kan hanya membantu Alice sedikit, dan tante malah—"

"Karin, anggap aja tante adalah ibumu sendiri. Anggap saja kami adalah keluargamu sendiri. Kami akan senantiasa membantumu Karin." Indah memegang erat tangan Karin. Tersenyum kecil dan seketika memeluknya karna terbawa suasana.

"Tapi Nak, apakah kamu benar-benar tidak keberatan?" tanya Sarah, nenek Karin.

"Nek, nenek jangan khawatir. Kalau nenek masih merasa keberatan akan hadiah yang saya beri, nenek dan Karin bisa kok sedikit membayarnya hanya dengan Karin yang bekerja dengan saya di restaurant saya. Penghasilannya juga akan dimiliki oleh Karin sepenuhnya," jawab Indah sembari tersenyum kecil.

"Terima kasih Nak. Terima kasih banyak," ujar Sarah sembari memegangi tangan Indah yang ada di sampingnya.

Selanjutnya mereka semua berbincang-bincang sangat lama hingga malam pun akhirnya tiba.

Semua orang sudah tertidur, terkecuali dengan Karin yang masih mengotak-atik sebuah kardus berisikan barang-barang lamanya.

Terdapat sebuah boneka kelinci yang sudah hangus, begitu juga sebuah gelang yang sempat Ibu Karin berikan kepadanya.

Karin memejamkan matanya sebentar. Mengelus-elus barang-barang itu, dan seketika ingatan tentang barang-barang itu berhasil masuk ke dalam pikirannya

Secret 1 : The Secret Talent (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang