"Hah? Nih cewek kenapa pikirannya agak aneh? Dia kenapa?" Batin karin sembari mencoba berdiri.
Karin mengulurkan tangannya ke arah cewek itu dan membantunya untuk berdiri. Meskipun Karin kadang dikenal sebagai sosok yang tidak bersahabat, tapi ia selalu membantu siapapun yang benar-benar kesusahan. Apalagi cewek yang menabraknya terlihat pucat dan ketakutan.
"Hei, lo kenapa? Ada yang salah? Kenapa lo lari-lari? Ada yang ngejar lo? Ada apa?" Karin melontarkan banyak pertanyaan karna ia memang benar-benar ingin tahu apa yang sedang terjadi pada cewek di depannya itu. Tapi cewek itu hanya terdiam sembari mengatur nafasnya yang tidak beraturan.
"A-ada para geng cowok yang mau menggangguku. Jadi aku lari secepat mungkin. Me-mereka—"
"Hei, Alice sayang. Sini dong ... Kenapa lari-lari gitu. Nggak lelah apa?" Seorang cowok tiba-tiba datang dan memotong penjelasan dari gadis bernama Alice itu. Karin masih tidak mengerti apa yang terjadi. Kenapa Alice bisa sangat ketakutan ketika cowok itu menghampirinya? Dia ingin menolong Alice, tapi dia masih tidak tahu situasinya dan masalahnya seperti apa.
Tanpa pikir panjang, Karin memegang erat tangan Alice yang bersembunyi di belakang tubuhnya dan mulai memejamkan matanya pelan.
Tak lama kemudian, Karin kembali membuka matanya, lalu berbisik kepada Alice. "Alice, lo dengerin gue. Setelah ini lo lari aja ke ruang guru. Jelasin semuanya dengan jujur ke Pak Jodi. Jangan takut, lagian yang bakal disalahin nantinya juga dia."
Mendengar itu, pupil Alice melebar. Tubuhnya kembali bergetar dan jantungnya berdegup kencang.
"Udah, lari sana!" Karin mendorong tubuh Alice agar dia bisa melarikan diri ke ruang guru untuk melaporkan kejadian yang menimpanya. Sedangkan dirinya, akan berhadapan langsung dengan cowok di depannya.
Cowok itu berusaha mengejar Alice, tapi ditahan oleh Karin. Entah seberapa kuatnya Karin sampai bisa menahan cowok berbadan atletis dan kekar itu. "Eits, lo mau kemana? Lo mau ngejar cewek lemah yang udah lo buat nangis itu?"
"Siapa lo? Lo nggak usah ikut campur urusan gue," seru cowok itu geram. Lalu melepaskan cengkraman Karin di lengannya dengan paksa dan langsung berjalan mencari Alice yang telah hilang dari koridor tak berpenghuni itu.
"Berhenti di situ cowok sialan!" teriak Karin keras, membuat cowok itu spontan menghentikan langkahnya, lalu berbalik menghadap Karin.
"Dari tadi, gue liat lo terus nahan gue biar nggak ngejar Alice. Siapa sih, lo? Sahabatnya? Atau saudaranya? Pokoknya jangan ikut campur deh sama urusan gue." Cowok itu menghentikan omongannya lalu berjalan mendekati Karin yang dari tadi masih menatap lekat dirinya. Cowok itu terus mendekati Karin sampai keduanya kini dalam jarak sekitar 30 cm.
Karin menghela nafas. Lalu mengayunkan tangannya ke belakang dan memukul cowok itu dengan sangat keras hingga cowok itu terjatuh. "Huh, nggak sia-sia juga gue dulu ikut kelas taekwondo. Ternyata, ngalahin cowok lemah kayak lo itu gampang banget, ya," cetus Karin sembari tersenyum licik.
Cowok itu mencoba berdiri kembali, sembari menoleh kanan-kiri untuk mengamati suasana di sekitar. Lalu mengayunkan tangannya tepat ke arah wajah Karin.
Dengan cekatan, Karin menahan tangan cowok itu, lalu menendang perutnya sampai ia terjatuh dan kesakitan. "Kan udah gue bilang tadi. Gue pernah ikut taekwondo. Bahkan pernah beberapa kali juara tingkat nasional. Tapi sedihnya, karna gue udah mulai kelas 11, jadi gue berhenti dan fokus ke pendidikan gue. Maaf ya, gue sedikit curhat. Oh ya, ngomong-ngomong, tadi kata Alice lo kesini bawa rombongan. Mana mereka?"
"Diem lo cewek berengsek!" seru cowok itu penuh emosi, sembari memegangi perutnya yang sedari tadi masih terasa sakit.
"ALVIN!!" Dari kejauhan, Akhirnya Pak Jodi datang dan disusul oleh guru BK lainnya beserta Alice yang kelihatan masih sedikit panik.
Pak Jodi menarik tubuh cowok yang bernama Alvin itu, hingga ia berdiri tegak. Lalu memukulnya dengan tongkat yang sedang Pak Jodi bawa, "Alvin, sekarang kamu ikut kami ke ruang BK!"
"Hukum dia seberat mungkin, Pak, jangan dikasih kendor. Cowok sialan kayak gitu mana mau minta maaf. Harus dikerasin dulu baru mau minta maaf," ujar Karin senang, lalu diakhiri dengan tawa kecilnya.
"Dan kamu, Karin." Pak jodi membalikkan badan lalu menunjuk Karin dengan tongkatnya, "kamu bapak hukum membersihkan lapangan, karna keluar kelas disaat jam pelajaran berlangsung."
"Apa? loh, Pak—" Tak sempat Karin protes dengan keputusan itu, Pak Jodi sudah terlebih dahulu pergi menuju ke ruang BK dan seketika menghilang dari pandangannya.
Karin menghela nafas malas. Lalu berjalan menuju ke lapangan. Meskipun ia ingin sekali rasanya bolos sekolah untuk hari ini saja agar ia tidak usah melakukan hukuman itu, tapi pendidikan lebih penting baginya. Apalagi sebentar lagi akan ada tes yang cukup berarti baginya. Tapi mau tidak mau, ia harus bisa menerima konsekuensi dan hukuman yang Pak Jodi berikan kepadanya.
🧩🧩Bel istirahat sudah berbunyi nyaring di seluruh penjuru sekolah. Para murid mulai keluar dari sekolahnya dan memenuhi seluruh sudut sekolah, termasuk halaman yang sedari tadi masih dibersihkan oleh Karin seorang diri. Sekarang adalah waktunya untuk menjalankan hukumannya secara sembunyi-sembunyi. Ia tidak mau menjadi bahan pembicaraan banyak orang, apalagi berita tentang peristiwa tadi pasti sudah tersebar dari mulut tak beradab para murid disini.
Karin menghentikan kegiatannya sebentar. Lalu berjalan menuju ke bawah pohon beringin yang lumayan sepi untuk berteduh dan beristirahat sebentar.
"Hiihh!! Pengen demo gue di ruang guru. Terus gue sebut tuh nama Pak Jodi karna nggak adil kepada murid-muridnya. Kenapa? Karna dia nggak mau dengerin penjelasan dari para muridnya," gerutu Karin sembari mempraktekan bagaimana gerak-geriknya kalau ia bisa demo di ruang guru.
Tapi peragaannya itu hanya terhenti setelah Alice menghampirinya dan memberinya sebotol air dingin, lalu duduk disampingnya.
"Makasih airnya," tutur Karin sembari membuka botol air itu dan langsung meminumnya pelan.
"Nggak kok, seharusnya aku yang makasih. Makasih ya tadi." Alice memegang erat botol di tangannya karna merasa gugup harus berbicara kepada orang asing yang belum ia kenal.
"Nggak papa. Lagian cowok sialan itu kan emang salah. Bisa-bisanya dia macem-macem sama lo, sampai lo nangis kejer kek gitu," Karin meminum airnya sebentar, lalu melanjutkan kembali perkataannya, "kadang kita sebagai perempuan nggak bisa ngelakuin apa-apa ketika kita di perlakukan aneh-aneh sama cowok mesum kek dia. Apalagi sampek dideketin kayak lo terus dia megang-megang pipi lo. Aduh, jijik banget gue bayanginnya."
"Pokoknya, meskipun begitu. Ada saatnya kita harus benar-benar berani melawan mereka, meskipun kita akan sedikit terluka."
Karin mengubah posisi duduknya menjadi berhadapan dengan Alice. Ia memegang tangan Alice dan menyemangatinya supaya ia menjadi cewek yang pemberani. "Lo harus bisa jadi cewek pemberani. Lo harus bisa ngelawan mereka yang pernah berbuat semena-mena ke elo. Entah itu cowok ataupun cewek. Kalau lo terus diam, mereka bakal terus berbuat jahat sama lo. Kan jadinya lo doang yang ngerasa sakit. Buat mereka merasa sakit juga. Tapi jangan sampai berlebihan juga. Nanti gue bilang gini, lo mau balas dendam ke orang-orang yang pernah ngebully lo dengan mukul mereka satu-satu pakek bogem gitu. Jangan lah."
Keduanya tertawa terbahak-bahak berkat lelucon yang dibuat oleh Karin. Alice mulai lega karna ada seseorang yang mendengarkan semua keluh kesahnya, meskipun sebenarnya ia tak pernah bercerita apapun tentangnya. "Ngomong-ngomong, kamu—"
Karin menghela nafas, meminum seteguk airnya, dan mulai berbicara kembali. "Ya, lo benar. Apapun yang sedang lo pikirkan tentang gue itu, semuanya benar," ujar Karin sembari mengubah posisi duduknya menjadi seperti semula.
_____To Be Continued_____

KAMU SEDANG MEMBACA
Secret 1 : The Secret Talent (Lengkap)
Fiksi Remaja#3 Unggulan (30-01-2022) #2 Unggulan (03-02-2022) #1 unggulan (29-04-2022) Karin Raina Zefira. Gadis itu punya segudang rahasia. Rahasia tentang apa yang ada dalam dirinya. Terkadang rahasia itu mampu membuatnya bak orang lemah dan juga rendah. Nam...